Memaknai 75 Tahun Kedaulatan Indonesia dan Tahun Baru 1442 Hijriah

PAI – Pekan ini umat Muslim di Indonesia memperingati 2 (dua) hari bersejarah sekaligus. Pertama, tanggal 17 Agustus 2020 yang jatuh pada Hari Senin merupakan hari bersejarah 75 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia menyatakan kedaulatannya sebagai negara merdeka. Kemudian pada Hari Kamis, 20 Agustus 2020,  bertepatan dengan 1 Muharram 1442 H, merupakan tahun baru Islam.

Sumber Gambar: PAI IAIN Pontianak

Tahun ini tidak ada perayaan yang berlebihan, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Kondisi dunia masih lebam dihantam pandemi Covid-19. Hanya saja menyerah terhadapnya bukanlah pilihan. Sesuai dengan tagline pemerintah, “Indonesia Maju” adalah amanah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45) yang harus direalisasikan dalam bentuk kemajuan kecerdasan kehidupan bangsa, kesejahteraan umum seluruh rakyat, dan pemerataan pembangunan di segala sektor dan ruang. 

Kesederhanaan pelaksanaan upacara bendera di istana negara di tengah pandemi merupakan simbol bahwa bangsa ini secara keseluruhan masih terus melakukan perjuangan untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, sebagaimana amanat proklamasi 1945. Pandemi Covid-19 memang berat, tetapi hal tersebut bukan alasan memadai untuk  menyerah dan kalah. Apa yang perlu diingat adalah Indonesia telah berhasil keluar dari berbagai masa sulit pasca perjuangan revolusi fisik. Bahkan dari sejak lahir, negara ini telah berkali-kali diuji oleh bencana alam, sosial, ekonomi, maupun politik.

Refleksi kemerdekaan tahun ini juga  diperkuat oleh semangat peringatan Tahun Baru Islam 1442 H. Perhitungan tahun baru Islam dalam bingkai historis juga sarat akan makna perjuangan. Sebagaimana diketahui bersama, penanggalan kalender Islam dihitung dari hijrahnya Rasulullah Muhammad Saw., dari Mekah menuju Madinah. Korelasi peristiwa hijrah dengan kemerdekaan tentu saja sangat lekat, yaitu keduanya merupakan simbol kuat atas runtuhnya belenggu perbudakan, revitalisasi eksistensi manusia yang berdaulat berdasar kesadaran dan kehendak kolektif umat, tanpa menafikan petunjuk, perintah, dan izin Allah Swt. Suatu bentuk penghambaan diri manusia yang semata-mata oleh karena-Nya, bukan suatu hal lain. 

Hijrah tidak hanya dapat dimaknai sebagai perpindahan fisik, yakni perjalanan diri individu maupun kolektif antar ruang geografis. Lebih dari itu, hijrah merupakan suatu bentuk kesadaran diri yang bertransformasi ke dalam kesadaran kolektif umat, untuk memerangi kebodohan, perbudakan, penganiayaan baik lahir maupun bathin umat. Demikian juga dengan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, tidak hanya melibatkan daya juang fisik untuk lepas dari belenggu kekuasaan asing terhadap daulat negeri, melainkan juga keberdayaan segenap diri dan seluruh masyarakat dalam mewujudkan cita-cita nasional.

Momentum ini seharusnya dapat dimaknai dengan baik, bahwa bencana pandemi Covid-19 hanya merupakan bagian kecil dari uji kelayakan atas kemerdekaan individu maupun masyarakat kolektif. Istilah “new normal” sebagaimana dewasa ini mencuat, tetap dapat didefinisikan secara positif. Hijrah dapat mengantarkan istilah tersebut secara lebih komprehensif. Seperti halnya beralihnya kebiasaan individu dari sikap acuh tak acuh terhadap pola hidup sehat, belenggu rutinitas belajar maupun kerja, atau bahkan kesempitan makna ibadah.

New normal seharusnya dapat dimaknai sebagai kebiasaan baru dalam konteks pembinasaan terhadap sikap buruk di masa lalu. Islam telah mengajarkan banyak hal tentang kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan. Begitu juga dengan etos dan etis kerja yang membentuk daya kreatif umat untuk kesejahteraan kolektif. Pandemi juga mengajarkan, betapa berharganya ibadah dalam perspektif sosial, baik dalam sudut pandang ritusnya sebagaimana sholat jamaah misalnya, atau dalam sudut pandang kemanfaatannya, sebagaimana zakat, kurban, dan berbagai ibadah sosial lain.

Tentu saja masih terbuka lebar harapan cemerlang di masa mendatang. Kemerdekaan maupun hijrah merupakan dua hal yang identik dengan makna perjuangan. Madinah dalam perspektif hijrah, hanyalah merupakan jembatan emas untuk kedaulatan Islam yang haq,  dan selebihnya diperankan oleh kesadaran kolektif umat yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad Saw., atas petunjuk dan izin Allah Swt. Demikian juga Proklamasi 1945, dapat digenggam oleh karena perjuangan para pahlawan dan izin-Nya, selebihnya menjadi tanggung jawab generasi penerus melanjutkan perjuangan sehingga cita-cita nasional dapat terwujud.

Dirgahayu Negara Republik Indonesia ke-75 dan Selamat Menyambut Tahun Baru Hijriah 1442 H.

Penulis: Ma’ruf Zahran dan Arief Adi Purwoko

Editor: Arief Adi Purwoko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *