Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
SETIAP ibadah yang dikerjakan bertujuan takwa. Takwa banyak memiliki arti (lafal musytarak). Pengertian takwa adalah takut (khasiyah), takwa juga berarti berani (syaja’ah). Takwa dapat berarti petunjuk (hidayah), sehingga Rasulullah SAW berdoa: “Allahumma inna nas’alukal huda wat-tuqa wal ‘afafa wal ghina”. Wahai Allah, sesungguhnya kami berharap kepada-Mu, petunjuk, takwa, kehormatan dan kekayaan (kecukupan). Maksudnya, jangan Engkau datangkan kepada kami kesesatan, kedurhakaan, kehinaan dan kemiskinan. Termasuk pesan moral idul qurban adalah takwa. Takwa berkonotasi selalu merasa diawasi Tuhan, senantiasa merasa diperhatikan oleh-Nya.
Dua perayaan dalam Islam mengandung arti pesan moral, idulfitri dan iduladha (idul qurban). Nabi Muhammad SAW memberi garansi bahwa siapa yang menghidupkan (mensyiarkan) dua malam hari raya, niscaya Allah akan menghidupkan hatinya saat hati manusia semuanya mati. Sabda Rasul ini telah mendorong banyak umat untuk menyemarakkan-nya dengan takbir, tahmid, tahlil, tasbih, salawat, doa dan istighfar. Se-kampung, se-desa, se-kota, se-kabupaten, seprovinsi, bisa dengan pawai obor atau kreasi anak bangsa yang lain, seperti takbir keliling. Umat merespon sabda beliau dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Demi mencari, menemukan dan mengambil pesan moral yang dibawa oleh malam idul qurban.
Ibrahim adalah nabi yang primus (populer) saat membahas idul qurban. Sungguh Tuhan maha benar, saat Dia mendengar ucapan Ibrahim karena dipuji oleh orang Babilonia, saat Ibrahim berkurban seratus ekor unta yang dibagikan kepada semua penduduk Babilonia, Palestina, Syam setiap hari. Ketika dipuji manusia, Ibrahim bergumam, “jangankan unta, kalau saya punya anak, akan saya kurbankan.” Gumam Ibrahim yang telah puluhan tahun tersebut didengar Tuhan As-sami’, sang maha mendengar.
Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir menapak-tilasi perjuangan tauhid ayahnda Ibrahim dalam berhaji dan berkurban. Maka ikutilah agama nenekmoyangmu Ibrahim (millata abikum Ibrahim). Dia (Allah) menamakan kamu dengan sebutan muslimin (berserah diri). Diperintahkan kepada kamu mendirikan salat dan membayar zakat. Sejarah mencatat, Ibrahim memiliki dua putera, Ismail dan Ishak. Ishak yang memiliki putera yang bernama Yakub. Yakub memiliki putera yang bernama Yusuf. Yusuf sangat tuntas barcode, kisah kehidupan-nya pada surah Yusuf. Biografinya pada surah itu, mulai kecil sampai wafatnya. Totalitas surah Yusuf yang mengisahkan dirinya, saudara se-ayah, saudara se-kandung (Bunyamin) dan ayah mereka, Ya’kub. Ya’kub seorang nabi dari Palestina.
Setiap pembahasan idul haji, idul-adha atau idul qurban pasti melibatkan tiga manusia pilihan Tuhan. Ibrahim, Ismail, Hajar, ketiganya telah Tuhan jadikan “modelling the way”. Dengan kata lain, mereka sudah mempraktikkan skenario kebesaran Tuhan. Hari ini, monumen mereka masih bisa disaksikan. Jamarat (monumen) ula (Ismail), jumratul-wustha (monumen Hajar), jumratul-aqabah (monumen Ibrahim). Syiar terkenang pula ada area Mekah, wilayah Arafah, Muzdalifah, Mina dan sekitarnya adalah situs sejarah peninggalan Ibrahim dan keluarga kecilnya. Untuk semua penghormatan, salawat ditujukan kepada Ibrahim dan keluarga-nya.
Salawat Ibrahimiyah adalah satu-satunya salawat yang paling tinggi, selain memuat nama dua nabi, juga keluarga beliau. Tuhan bersalawat dan memberkati kepada Ibrahim dan keluarga-nya. Keniscayaan salawat, kenyataan berkat untuk Muhammad dan keluarga-nya. Ditutup dengan “fil ‘alamin” yang artinya dalam seluruh alam (teologi universal). Innaka (sesungguhnya Engkau), Allah memiliki dua nama yang agung, maha terpuji-maha termulia (hamid-majid).
Ibrahim sudah menempatkan dirinya selaku muslim (seorang yang berserah diri). Kenyataan dan kesaksian iman dan islam Ibrahim telah melewati tes (uji petik) kepatutan untuk mendapat gelar khalilullah (sahabat setia Tuhan Allah). Bukan sembarangan anugerah gelar tersebut diberikan, bila belum menggunakan akal dan hati salim. Konflik jiwa (roh) yang paling jamak dialami manusia adalah konflik ditiga medan tempur, napsu, akal, hati.
Tuhan telah mendidik Ibrahim dan keluarganya untuk menajamkan rasa peduli. Beradab basa dalam perkataan, beradab budi dalam perbuatan. Tuhan uji Ibrahim dengan kelahiran anak yang lama ditunggu, dengan anak yang santun (bi ghulamin-halim). Ismail adalah anak yang cerdas, santun dalam usia remaja, beranjak menuju dewasa, Tuhan perintah agar disembelih. Dapat dibenarkan atau tidak secara logika tatkala Dia (Tuhan) menyuruh Ibrahim menyembelih Ismail, putera semata wayang? Cinta Ibrahim diuji Tuhan!
Tuhan melatih Ibrahim memberlakukan Ismail sang kurban di hari penyembelihan (yaumun-nahar) dengan tata cara beradab dan berbudi-pekerti. Hadapkan Ismail ke arah kiblat. Kiblat berupa rumah Tuhan yang mereka tinggikan bersama, dari tapak yang sudah dibangun oleh Adam. Dan sembahlah Tuhan pemilik rumah ini (fal ya’budu rabba hadzal bayt). Tuhan yang memberi makanan (rasa kenyang) dari kelaparan, dan memberi perasaan aman dari rasa takut. Allah, tidak ada Tuhan kecuali Dia, Dia yang maha hidup lagi berdiri sendiri. Tuhan yang tidak pernah mengantuk apalagi tidur. Tuhan membiasakan Ibrahim setiap ucapan pasti ada akibat. Ibrahim menyadari betul pesan moral Tuhan tentang tanggung jawab yang diambil, terutama tentang iman.
Peristiwa Ibrahim mencari iman Tuhan dalam surah Al-an’am sangat logis, prospektif dan futuristik. Ketika Ibrahim melihat bintang, mungkinkah bintang Tuhan-ku? Bintang tenggelam, bulan muncul. Inilah Tuhan, Tuhan bulan? Bulan akhirnya tenggelam, lenyap. Ibrahim mengatakan: “la uhibbul afilin,” aku tidak suka kepada yang tenggelam. Sesuatu yang tenggelam (mati), pasti bukan Tuhan. Kala pagi tiba, Ibrahim melihat matahari, inilah Tuhan yang lebih besar daripada tuhan-tuhan palsu tadi. Ketika hari menjelang senja, pelan-pelan matahari yang tadinya bercahaya terang, besar dan gagah, lalu redup, akhirnya tenggelam, terbenam, matahari mati dalam arti kemana cahaya tadi? Pasti, matahari bukan Tuhan yang sebenarnya!
Niscaya, Ibrahim tidak mampu menggambarkan Tuhan, Ibrahim tidak sanggup membaca, menulis dan melukis Tuhan. Tuhan bukan dari sesuatu, bukan dari semen, bukan dari batu, bukan dari beton, bukan dari besi. Sebab Dia bukan materi yang pasti binasa, hancur dan lebur. Tuhan pencipta langit, bumi, matahari, bulan, malam, siang, jin, malaikat, manusia, Tuhan bukan wujud semua yang dapat dibaca, ditulis, direnung, dipikir, dilukis, dipahat, dirasa. Ibrahim berhasil menemukan Tuhan yang sebenarnya. Tuhan yang memenuhi, meliputi (muhith) alam semesta raya, di luar dan di dalam, di utara dan di selatan, di timur dan di barat, dan di dalam diri sendiri.
Pengawasan melekat (waskat) Tuhan yang selalu hadir (present), tidak pernah absen menjadikan seseorang sangat waspada. Kewaspadaan dalam hidup artinya tidak berzina, tidak meminum khamar (arak tuak), tidak korupsi, tidak agitasi, tidak manipulasi. Kontrol terkuat dan terakurat. Nyata tetapi ghaib, dalam firman: “Sungguh hanya peringatan ini (Alquran) untuk orang yang takut kepada yang maha pengasih. Meskipun yang maha pengasih (Ar-rahman) tidak tampak (ghaib). Maka berikan kabar gembira kepada mereka dengan ampunan dan balasan yang mulia.” (Yasin:11).
Nilai dan pesan moral inilah yang ingin dibentangkan, bahwa kehadiran idul qurban merupakan kehadiran waskat Tuhan yang selaras. Tidak terpisah diri adalah dengan Tuhan (rabb). Dengan keluarga dapat terpisah, dengan jabatan akan terpisah, dengan harta akan ditinggal, dengan sahabat akan pergi. Selalu hadir setiap waktu dan ruang hanyalah dengan-Nya, dekat (qarib) dan meliput (muhith). Daya yang sangat kuat adalah dengan Allah (billah), upaya yang pasti adalah dengan-Nya (billah). Dengan nama Allah, semua terwujud (bismillah masya Allah). Jadi, satu pesan moral hari raya idul qurban adalah pengawasan melekat dengan Tuhan (waskat Tuhan) yang akan memantik pesan moral berikutnya, ibarat lokomotif yang menarik gerbong kereta. Wallahua’lam.