Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Dalam setiap kurun waktu sejarah, selalu ada pemuda yang berkualitas nabi dan wali. Kualitas kepribadian profetik dan gnostik bercirikan pemuda yang tidak mau dipenjara oleh aturan yang mengikat dari penjajah. Penjajahan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Pemuda bermental adalah pemuda yang menginginkan kebebasan. Pondasi kebebasan adalah cikal-bakal (embrio) bagi lahirnya pemuda berkreasi, berkebaruan, berinovasi, berkemajuan.
Dimulai awal abad ke-13, Hamzah Fansuri (pemuda) dari ujung Nusantara, mendobrak kultur mitos penduduknya. Perilaku syirik telah memenjarakan kaumnya. Tawaran tauhid yang dia berikan membuat nusantara cerah. Diikuti oleh pemuda yang bernama Syamsuddin As Sumaterani dan puteranya Abdul Rauf As-Singkili. Sufi-sufi nusantara membangun dari pondasi keesaan Tuhan yang maha esa. Disusul oleh seorang pemuda dari Padang Pariaman, Burhanuddin Ulakan. Pergerakan pemuda seluruh nusantara kompak mengusir penjajah. Awal abad ke-15, andil mengusir penjajah, Ahmad Mada. Lalu diikuti awal abad ke-16, Kalimantan bagian selatan menoreh jasa besar bagi penyebaran Islam di kaukus Kalimantan, seorang pemuda Muhammad Arsyad Al-Banjari. Dari Muhammad Arsyad Al-Banjari akan menitis para pahlawan nusantara, terutama dari Kerajaan Banjar, Pangeran Antasari. Artinya, kiprah pemuda tidak diragukan lagi.
Totalitas seruan Alquran adalah jihad kemerdekaan, mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu kebebasan. Bukan merusak fitrah, sehingga memutuskan harapan orang lain untuk sukses, lebih besar dosanya. Sama dengan membunuh semua harapan manusia. Sebab hayat (kehidupan) dan semangat berpengharapan senapas dalam diri. Maknanya, implementasi dari sifat Tuhan Arrahim adalah ketika memberi.
Sehingga mereka mengerti bahwa kemerdekaan harus ditebus dengan mempersatukan seluruh wilayah Nusantara. Sumpah Gajah Mada awalnya (imun uwus kalah nusantara, isun amukti palapa). Diikuti pemuda generasi 1908, lalu 1928. Selanjutnya generasi 1945, Indonesia merdeka. Paham betul pemuda nusantara akan arti penting persatuan dan kesatuan.
Puncaknya, tanggal 28 Oktober 1928 adalah hari sakral Sumpah Pemuda. Upacara penting, namun bagaimana dengan kiprah pemuda hari ini? Pemuda global bukan saja mereka berhadapan dengan kerasnya kehidupan, juga melawan terhadap serangan arus globalisasi seperti paham materialisme, hedonisme, sekularisme. Ketiga paham dunia tersebut akan menjauhkan pemuda dari Tuhan. Sebab, akar filosofi materialisme, hedonisme dan sekularisme adalah atheisme (paham anti Tuhan).
Ironi, pemuda-pemudi yang hanya menghabiskan waktu tanpa kerja, hanya akan menuai kehampaan. Jiwa yang tidak terlatih, sungguh betapa keras kehidupan. Kehidupan bukan dihadapi dengan senyam-senyum. Istilah kemanjaan, “anak papa, anak mama,” ibarat bunga, akan layu sebelum berkembang. Ibu kota keras, kejam, lebih kejam daripada ibu tiri. Penyakit jaga gengsi wajib dibuang jauh-jauh dari rumus pemuda. Sebab, tidak mungkin hidup bergantung dengan orang lain. Hidup harus siap dihempas dan terdampar, terjatuh dan bangun lagi. Katakan sepi terhadap pujian dan hinaan. Inilah aku, pemuda tangguh. Pemuda (fata), pemudi (fatayat) yang sejati adalah mereka yang berani mengatakan “inilah aku.” Bukan disebut pemuda/i, bila mengatakan “ini ayahku.”
Terus, eksistensi pemuda merupakan identitas bangsa kemuka. Bagaimana keadaan negeri masa depan, tanya pada kiprah pemuda-nya. Nusantara pernah menyimpan pemuda bernilai mutiara mahal. Sejak tahun 1908 pemuda HOS Cokroaminoto dkk, melakukan perlawanan terhadap VOC (kompeni dagang Belanda). Dua puluh tahun kemudian (1928) terikrar Sumpah Pemuda.
Kesatuan bangsa, bangsa Indonesia. Kesatuan bahasa, bahasa Indonesia. Kesatuan tanah air, tanah air Indonesia. Bahkan, kesatuan nusa, kesatuan rasa, rasa dan nusa Indonesia. Sungguh tidak bisa diterangkan rasa keindonesiaan. Meski hidup berpuluh-tahun di negeri orang sebagai perantau, sungguh perasaan kembali ke tanah air selalu hadir. Bukankah persaudaraan setanah-air merupakan fitrah sejak lahir.
Tugas kini adalah bagaimana mencintai bangsa agar tidak tercederai oleh korupsi, kolusiĀ dan nepotisme (KKN). Mencintai bahasa, bahasa menunjukkan bangsa. Pergunakan bahasa lisan dan tulisan dengan baik dan benar. Sekarang, bahasa Indonesia sudah dapat dipergunakan dalam forum sidang PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di New York. Mencintai tanah air Indonesia artinya tetap berkepribadian Indonesia yang ramah, santun dan peduli. Mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Rasanya, keempat cita tadi, belum sepenuh maujud. Indonesia dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang masih rendah, di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand.
Peran pemuda, mulailah sekarang. Karena perubahan berawal dari detik ini yang diawali dengan perubahan cara pandang (change of paradigm) bangsa, pemikiran besar bangsa sebagai modal sosial (social capital). Pemuda juga berperan sebagai gudang perubahan (agent of change) harus aktif memantau jalan kekuasaan politik yang sedang berjalan. Kekuasaan politik cenderung untuk menistakan kebenaran dan keadilan (the power of corrupt). Urgensi hari ini, pemuda sebagai pengawal demokrasi, pemuda sebagai pengawas era reformasi. Pemuda seperti mata pedang yang tajam menatap masa depan. Semoga.