AHAD (Bukan Dzat

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Bermula dari menidakkan Ahad dari berpasangan sampai kepada bahwa Dia tidak serupa dengan dzat, dan sifat. Bila Ahad bukan sifat, kemudian siapa yang selama ini disebut sifat. Shallallahu ‘ala Muhammadin shifatullah. Bila Ahad bukan dzat, kemudian siapa yang selama ini disebut dzat. Shallallahu ‘ala Muhammadin dzatullah. Kedua salawat ini adalah sepuluh salawat yang diajarkan guru. Salawat Ahadiyah nama-nya, telah menjadi amalan bagi anggota pengajian.

Malah Ahad bukan ini semua, Ahad bukan ibarat, Ahad bukan umpama, Ahad bukan takdir, Ahad bukan yang disebut, Ahad bukan nama (Allah), Ahad bukan sifat (Rabb). Firman- Nya: “Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan kamu berpasangan, demikian pula hewan ternak. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia, dan Dia maha mendengar, maha melihat.” (Asy-syura:11). Inilah yang diajarkan Ibrahim, Musa dan Isa, untuk menegakkan agama (Ahad), dan janganlah kamu bercerai-berai didalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik untuk mengikuti agama (Ahad) yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid (Ahad), dan memberi petunjuk kepada agama tauhid (Ahad), dan kepada orang-orang yang kembali. Jangan melukis Tuhan seperti umat-umat terdahulu, meski sekedar untuk mendekati- Nya. Melukis Tuhan malah semakin jauh dari-Nya.

Tidak sebuah keterpaksaan untuk mengakui Ahad atau tidak! Sebab segalanya sudah terang-benderang. Perlu diketahui, malaikat dan orang-orang yang berilmu lurus, bahkan Allah mengakui Dia (Ahad) dalam kalam-Nya: “Allah menyaksikan tiada Tuhan selain Dia (Ahad), diikuti oleh para malaikat dan orang-orang berilmu yang berdiri sebagai penegak keseimbangan (wali). Tidak ada Tuhan kecuali Dia (Ahad), maha agung, maha bijaksana.” (Ali Imran:18). Lantas, bagaimana posisi kita sebagai orang awam, bukan Allah, bukan malaikat, bukan wali. Berserah diri sajalah (muslim), muslim total (jasmani, rohani, rabbani). Firman Tuhan: “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam (agama berserah diri).”(Ali Imran:19).

Nabi dan wali menyampaikan Ahad yang bukan bukti. Sementara manusia sering menggunakan bukti untuk mencapai kebenaran. Kebenaran Ahad tidak bisa dibuktikan, kecuali jalan untuk mencapai-Nya. Jalan pencari Tuhan yang paling sah adalah berserah diri. Kebanyakan alasan yang digunakan untuk menolak Ahad adalah para menyampai tidak sanggup menghadirkan bukti. “Penduduk negeri berkata kepada para utusan Tuhan, kamu semua adalah manusia biasa seperti kami. Allah yang maha pemurah tidak menurunkan apa- apa, kamu tidak lain kecuali pendusta belaka.” (Yasin:15).

Mengaku berjasa dalam memberi dalil, bukti, hidayah kepada seseorang, jelas bukan hak penyampai. Berulang kali Dia peringatkan bahwa Muhammad bukan pemaksa hidayah (wama anta ‘alaihim bijabbar). Hidayah otoritas tunggal milik Tuhan, Muhammad tidak bisa mewakili dalam penganugerahan hidayah (wama anta ‘alaihim biwakil). Muhammad tidak mampu menjaga mereka dari ketetapan siksa yang telah Dia tetapkan (wama anta ‘alaihim bihafidz). Kecuali berserah diri sajalah, dengan tunduk lagi patuh, dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu penduduk surga, mereka kekal didalam-nya.” (Hud:23).

Pengabaran tentang hari kiamat berupa surga dan neraka adalah dua hal sebagai berita yang menggembirakan (wa’ad), dan berita yang menakutkan (wa’id). Tetapi jangan lupakan yang menyampaikan berita dan sumber berita. Alkhabir, mukhbir (peneliti), alkalam, mutakallim (pembicara), as-sami’, mustami’ (pendengar) adalah esa, satu jua. Sebab, Dia tidak butuh kepada bantuan orang lain, dan tidak perlu ada sesuatu bersama-Nya. “Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil anak, tidak perlu kepada persekutuan (asosiasi) dalam kerajaan (Tuhan). Dia tidak perlu kepada penolong (wali). Agungkan Dia dengan keagungan yang besar.” (Al-isra’:111).

Masih bisakah mengatakan “saatnya menjadikan Allah sebagai penolong.” Koreksi pertama, berarti Tuhan berwaktu (saat). Koreksi kedua, selama ini Dia tidak menolong? Siapa yang menolong selama ini? Lalu, yang berilmu selama ini siapa? Kemudian, yang hidup selama ini siapa? Lantas, yang berkuasa selama ini siapa? Selama ini, yang berkehendak siapa? Sepanjang abad, yang mendengar siapa? Sepanjang tahun, siapa yang melihat dan siapa yang berbicara. Siapa yang berbicara dan siapa yang mendengar pembicaraan? Bisakah makhluk yang mati bisa mendengar suara hati? Banyak yang belum mengetahui-nya. Kitab suci selalu menanyakan, apakah kamu tidak berpikir, apakah kamu tidak mengetahui, apakah kamu tidak berakal, apakah kamu tidak memahami? Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *