Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
PERTARUNGAN melawan Dajjal di akhir masa, masa menyingkap martabat alam sudah saatnya. Mengingat, yakin menyingkirkan ragu. Ragu dapat membuang yakin. Kondisi yang berhadapan, hitam-putih, dosa-pahala, neraka-surga, jelas bukan Dia yang sebenarnya.
Tidak mungkin sehari-semalam kita berada di atas sajadah. Mustahil kita tidak lepas dari zikir (ingat). Bukankah sesuatu yang sering disebut adalah asing, sesuatu yang ingin selalu didekatkan adalah jauh. Bukankah sesuatu yang diseru adalah kurang respon. Padahal Dia maha mengingat, tanpa harus diingatkan. Mohon berdekatan, sementara Dia maha hadir. Dipuji, sedang Dia maha terpuji. Dipuja, sedang Dia tidak meminta untuk dipuja. Diseru, sedang Dia maha mendengar. Dilihat, sedang Dia bukan dalam pandangan. Apa yang diperjalankan- Nya, bukan Dia, melainkan ayat (tanda). Namun Dia bukan tanda.
Apa yang Dia beri ilmu, bukan Dia. Apa yang Dia beri kehidupan, bukan Dia. Apa yang Dia beri kuasa, bukan Dia. Apa yang Dia beri kehendak, bukan Dia. Apa yang Dia beri pendengaran, bukan Dia. Apa yang Dia beri kalam, bukan Dia. Ditegaskan bahwa sumber sifat adalah Nur Muhammad yang jamak terdapat dalam ayat.
Melalui Nur Muhammad sehingga semua terbaca. Terbaca diri-Nya, asma- Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya. Sebagai utusan Tuhan, Nur Muhammad sehingga semua dapat ditulis. Tertulis diri-Nya (Huwa), tertulis nama-Nya (Allah), tertulis sifat-Nya (Rabb), tertulis perbuatan-Nya (qudrat-iradat). Maknanya, perbuatan- Nya tidak terpisah dengan asma-Nya. Asma-Nya tidak terpisah dengan sifat-Nya, sifat-Nya tidak terpisah dengan dzat (diri-Nya). Keempat tahapan ini, itulah Nur Muhammad yang tidak dimiliki oleh malaikat dan iblis, iblis adalah bagian dari jin yang durhaka kepada Tuhan.
Muhammad SAW yang memiliki Nur, ikutilah dia (Muhammad). Nur Muhammad-pun ingin kembali kepada sang pemilik. Dalam firman Tuhan: “Ikutilah orang-orang yang tidak meminta balasan (dari seruan dakwah-nya). Pasti mereka orang-orang yang berada dalam petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah Allah yang menciptakan-ku. Dan yang kepada-Nya, semua kamu dikembalikan.” (Yasin:21-22). “Dan ketahuilah oleh kamu semua, sesungguhnya di dalam dirimu terdapat Rasulullah.” (Al-Hujurat:7).
Kenyataan dalam nama-Nya terdapat pada Nur Muhammad, Ar-Rahman adalah nama Allah. Ar-Rahman dalam teori dan praktiknya terkandung dalam Nur Muhammad. Tuhan sudah pernyatakan: “Sungguh adalah benar pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik, untuk mereka yang beriman (ingin berjumpa) kepada Allah, dan beriman kepada hari akhir, serta banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab:21). Platform atau pola sempurna telah Dia anugerahkan kepada kekasih-Nya. Surah Al-Qalam ayat 4: “Dan sungguh engkau (Muhammad) benar berada pada ketinggian akhlak yang agung.”
Rahman (pengasih), Ar-Rahim (penyayang), Al-Wadud (pencinta), penampung semua itu adalah Nur Muhammad, ini menandakan bahwa Nur Muhammad adalah Rasulullah, wujud nyatanya pada Muhammad bin Abdullah sebagai utusan Tuhan. Isra’ berarti diperjalankan di bumi. Namun rahasia sifatnya, sifat utama utusan Tuhan disembunyikan. Artinya, perbuatan keseharian nabi sama dengan perbuatan keseharian manusia biasa. Pembiasaan (habitus) dimaksud terlihat: “wayamsyuna fil aswaq” (mereka berjalan di pasar), “wayuth’imunath- tha’am” (mereka makan daging). Bahkan, Hud (seorang utusan Tuhan) kehidupan dunianya paling miskin diantara orang-orang miskin pada masanya. Nuh, seorang utusan yang tidak memiliki kelebihan diantara pemuka bangsa Smith. Muhammad, anak yatim lagi piatu, miskin dan tidak memiliki proferti. Namun Tuhan pilih (mujtaba), dan Tuhan beri petunjuk (muhtada) yang paling tinggi diantara semua makhluk.
Jangan menyamakan Tuhan dengan alam (mujassimah). Ibrahim mencari Tuhan ternyata tidak dapat bertemu. Berhukum sebab mencari pasti berhukum akibat tidak dapat. Dia bukan materi yang dicari, Dia bukan energi (daya) kuat, sedang, lemah. Dia bukan informasi yang diperoleh dari hasil bacaan dan tulisan. Dia bukan ruang yang menempati ruang. Dia tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan dan tidak di kiri. Dia bukan saat masuk dan Dia bukan saat keluar. Namun Dia sejatinya hadir, bukan sudah, sedang dan akan. Dia bukan wujud waktu yang berbagian barat, bukan waktu tengah, bukan waktu timur. Bukan! Bersihkan Dia dari imajinasi, halusinasi, sugesti, motivasi, Dia bukan pemberi hadiah, Dia bukan pemberi hukuman. Pengenalan terhadap-Nya sangat bergantung kepada hidayah- Nya.
Nabi Ibrahim dalam fakta pencarian tentang Tuhan dengan logika, observasi. Namun setelah Ibrahim menemukan, dia tinggalkan atribut duniawi itu. Ini yang dikatakan kenyataan Tuhan, namun tersimpan dalam doa iftitah (rahasia pembukaan).
Dalam surah Al-An’am, disebutkan kisah Ibrahim mencari Tuhan, Tuhan dikira bintang, bintang tenggelam, tidak lagi bersinar di tempat dia bersinar. Bulan dalam peredaran waktu, mulai dari sabit menuju purnama, dari purnama menuju sabit lagi, beredar dalam durasi 29 atau 30 malam. Akhirnya matahari, matahari- pun tidak mampu bertahan kecuali terbit dan tenggelam pada ranah (tempat) yang berbeda (timur-barat). Ibrahim mengatakan kepada bintang, bulan dan matahari, “la uhibbul afilin,” aku tidak senang kepada yang tenggelam.
Zikir, mungkinkah bila diingat Dia datang, bila tidak diingat Dia pergi. Hukum waktu yang muhaddats (baharu) tidak melekat kepada Tuhan yang sebenar-benar Tuhan. Lalu, kapan Dia datang, dan kapan Dia pergi? Kemudian, jika Dia bertempat dan berumah di Ka’bah, kota Mekah dan sekitarnya. Bagaimana dengan Kuala Lumpur, Jakarta, New York, Amsterdam, Hongkong?
Sedang Dia tidak bertempat, tidak berwaktu. Menjadikan Tuhan bertempat dan berwaktu adalah kesesatan tauhid (syirik). Membuat Dia bernama dan bersifat adalah penyimpangan dari jalan lurus. Jadi, ikutilah jalan lurus (Ahad). Wallahua’lam.