Oleh: Ma’ruf Zahran
Dosen merupakan jabatan fungsional mulai asisten, lektor, lektor kepala dan guru besar. Tugasnya bukan semata me-reply ilmu pengetahuan yang sudah ada, melainkan wajib melakukan penelitian dan publikasi ilmiah. Ruh perguruan tinggi (PT) adalah penelitian, bukan memapankan status quo berhala pengetahuan. Bila kini terdapat kecenderungan malas berpikirdi kalangan dosen dan mahasiswa, artinya bahaya yang dapat mengancam adalah kematian spirit akademik. Itulah sebenarnya embrio awal kebangkitan dinasti dosen kiler. Apakah arti kiler itu semakna dengan membunuh bakteri baik pada mahasiswa, atau alibi untuk dapat dikatakan dosen yang berkualitas?
Belum tentu, sebab dosen yang berkualitas bukan yang bersuara nyaring. Tetapi pembicaraan-nya dalam ruang kuliah berbobot ilmiah atau tidak? Idealnya, dosen adalah produsen ilmu, bukan konsumen. Sejak kecil sampai dewasa, kebanyakan diajarkan berpikir menerima (receptif), bukan berpikir mengulas uraian dan mengkategori (analitik). Dosen yang tidak visioner hanya akan membonsai IQ, EQ, SQ mahasiswa. Semakin sering dosen masuk, semakin terbodohkan mahasiswa-nya.
Jalan pintas, potong kompas sangat berbahaya dan menjadi ancaman bagi kualitas perguruan tinggi negeri dan swasta (PTN-PTS). Idealnya terdapat hubungan organik antara grafik meningkatnya jumlah guru besar yang seharusnya secara ekuivalen berpengaruh terhadap peningkatan kognisi, afeksi dan skill mahasiswa. Jangan yang terjadi sebaliknya, sehingga terdapat jurang keilmuan yang berjarak antara guru besar, dosen, mahasiswa dan masyarakat.
Untuk mendongkrak kualitas mahasiswa, mungkin pengalaman penulis dapat dijadikan tips yang mengambil bentuk diluar jadual yang terprogram. Contoh, dapat disebut “bengkel” kajian kampus sebagai pertemuan non formal. Pada semester IV, kami memiliki “pondok kajian” tentang arus pemikiran Prof. Fazlurrahman yang digagas oleh Hamka (dosen yang baru datang ke Pontianak, beliau alumni IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Tahun 1991 itu, menjadikan malam-malam kami sangat berharga, ikhwan se-pengkajian yang tidak lebih dari sepuluh orang, dengan pemateri tunggal atau narasumber kajian, Abdurrahman Abror yang semakin berkualitas. Sepertinya ini lebih berkarakter, sebab lillah. Maksudnya, tidak ada sangkut-paut dengan nilai, hubungan dosen-mahasiswa bersifat kemanusiaan karena lebih “cair,” tidak kaku. Serta buku yang dibahas adalah buku yang baru ditulis oleh pengarang di UCLA, bertajuk Al-Islam, sebuah buku yang isinya menuai kontroversi. Kisah akademik ini yang tidak terlupakan, teman-teman yang hadir-pun atas panggilan akademik, bukan diabsen dan tidak dinilai.
Kedepannya, kelompok kajian harus tumbuh di kalangan mahasiswa dengan pengarah materi adalah dosen dengan kepakarannya masing-masing. Hari ini kajian tersebut yang mati suri. Padahal, kajian yang tulus adalah tangki pemikiran penggerak lokomotif perubahan dan penggerak lokomotif kemajuan. Double impact yang didapatkan dari kajian yaitu ilmu dan amal, mahasiswa semakin tegar menghadapi dunia-nya dan akhirat-nya. Tanpa embel-embel, sungguh masa itu senantiasa dirindukan, saat kini dosen dan mahasiswa sudah disibukkan oleh smartphone mereka masing-masing.
Memang dosen harus dekat dengan mahasiswa, kedekatan mereka ibarat ikan dengan air, Atau diibaratkan kehidupan dengan napas, ibarat minyak dengan sumbunya, ibarat gas elpiji dengan kompornya, ibarat komputer dengan otaknya (prosesor pentium). Terlepas keduanya, pasti tidak ada kehidupan, sebab tanda kehidupan adalah gejala (fenomena) pergerakan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain (mobile).
Hubungan saling menggerakkan dan digerakan adalah ciri makhluk hidup. Tamsil tentang kampus, bagaimana kabarnya? Bila seluruh civitas-nya tidak mementingkan hubungan simbiosis mutualisme ini, kekhawatiran bahwa perguruan tinggi hanya akan menjadi pabrik pencetak sarjana, bukan pencetak ilmuan. S1, S2, S3 merupakan gelar yang diberikan bahwa seseorang telah menyelesaikan studinya dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan.
Kebanyakan kampus hari ini disibukkan oleh rutinitas dan ritualitas administratif untuk mengejar poin akreditasi unggul (minimal skor 360). Tugas administrasi sebuah PT ditangan rektor dan tugas administrasi sebuah fakultas ditangan dekan, keduanya dalam pengawasan pemerintah, sebab pemegang DIPA. Namun sedikit demi sedikit, pemerintah berupaya mengurangi ketergantungan PT. Secara bertahap, upaya ini dilakukan dengan pelan-pelan bertujuan untuk membangun kemandirian PT. Kemandirian PT bukan sekedar mandiri pada sektor ekonomi dan pembiayaan kampus. Kemandirian ekonomi dan kemandirian berpikir dalam melakukan terobosan aksi mencari peluang bisnis dengan analisa akademis adalah dua kondisi yang tak terpisah. Multiplayer effect yang dicitakan adalah PT menjadi sebuah corporation yang memberdayakan civitas-nya secara khusus, dan rakyat Indonesia secara umum. Maksudnya, pemberdayaan potensi hulu dan potensi hilir berbasis pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Keterbukaan unsur pimpinan menjadi kata kunci bagi keterlibatan partisipasi aktif seluruh warga kampus. Ketertutupan adalah bom waktu bagi keruntuhan sebuah PT. Kompetisi ketat antar PT menjadikan perang informasi dan promosi sehingga baliho PMB (penerimaan mahasiswa baru) terpasang sampai ke sudut desa terpencil. Artinya, betapa butuh PT terhadap mahasiswa yang mendatangkan devisa kampus lewat UKT (uang kuliah tunggal). Sampai peminat PT di daerah kebingungan, kebingungan yang disebabkan oleh pertama di brosur yang menampilkan semua fasilitas dalam keadaan baik, begitu mahasiswa dari desa ke kota (khusus kampus), ternyata? Seluruh fasilitas yang dijanjikan baik, pada realita dalam keadaan rusak berat.
Kebingungan kedua, PHP (pemberi harapan palsu) saat petugas kampus datang ke SMA/MA, lalu pihak sekolah bertanya, tidakkah cukup brosur promosi yang disebarkan? Ketika hari ini setiap orang secara individu bisa memantau eksistensi PT melalui situs kementerian dan PT yang bersangkutan. Pada laman PT lebih jelas daripada brosur promosi satu lembar yang mungkin tidak dibaca warga sekolah. Jangankan untuk mencari PT sebagai kelanjutan studi, mencari jodoh saja bisa lewat channel facebook dan saluran instagram.
Bila berselancar di internet tentang PT sudah sangat jelas di era digital sekarang yang notabene-nya adalah keterbukaan akses informasi. Bahkan di laman PT yang bersangkutan sudah sangat jelas jumlah mahasiswa input proses-output. Bisa diketahui posisinya, overload, standar, atau di atas standar. Informasi digital PT yang legal dan illegal terdapat di situs yang bisa diakses setiap waktu. Auto banyak PT yang menutup diri (tidak lagi beroperasi) sebab dideleate saat tidak memenuhi perizinan dan persyaratan minimal. Akhirnya, di era keterbukaan sangat dipentingkan kejujuran dalam mengelola PT. Semoga memantik aksi positif untuk perbaikan dan selalu berbenah.