Di era post-truth yang serba digital sebagaimana saat ini, media baru (new media) seolah menjadi satu paket dalam kehidupan umat manusia, tak terkecuali umat muslim di Indonesia. Namun demikian, sebagai konsumen dari media-media baru ini, umat muslim di Indonesia tidak hanya mendapatkan keuntungan dari kemudahan-kemudahan dari kemajuannya, tetapi juga rentan menerima pengaruh-pengaruh buruk darinya.
Untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh buruk dari pemanfaatan media-media baru, umat muslim di Indonesia perlu memiliki kecerdasan literasi digital. Kenyataan ini mesti disadari betul oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, sehingga media-media baru bisa dimanfaatkan untuk sesuatu hal yang produktif, dalam mencetak generasi-generasi muslim yang memiliki kecerdasan literasi digital, melalui proses pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
Dalam konteks negara-bangsa (nation-state) ini juga penting, sebab tanpa kecerdasan literasi digital yang cukup, bangsa kita yang besar ini dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, akan mudah tersulut oleh api konflik. Maka, pendidikan Islam selayaknya bisa beririsan dengan pencerdasan literasi digital dan upaya membangun komitmen kebangsaan.
Tantangan inilah, yang menurut Wakil Dekan III, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Dr. Sahrani, M.Pd masih menjadi pekerjaan rumah yang belum optimal diselesaikan dalam ranah pendidikan Islam di Indonesia.
Hal ini disampaikannya pada kata sambutan, dalam momen kegiatan Guest Lecture Prodi Pendidikan Agama Islam dan Tadris Matematika bertema “Pendidikan Islam, Literasi Digital, dan Komitmen Kebangsaan”, 29 Agustus 2023, yang menghadirkan Ibu Zahratus Saidah, MA.Pd, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai narasumber. Kecuali Ibu Zahratus Saidah ini, juga ada dua narasumber lain yang turut menjadi narasumber internal yaitu Bapak Hafizul, M.Pd, dan Ibu Putri Handayani Lubis, M.Si, dengan Moderator Ibu Hidayu Sulisti, M.Pd. Guest Lecture ini terselenggara sebagai bentuk realisasi dari Moa dan PKS yang pernah ditandatangani oleh pimpinan dekanat dan prodi sebelumnya.
Dalam Guest Lecture ini, Ibu Zahratus Saidah, MA.Pd memulai dengan pertanyaan, sudahkah media-media baru dimanfaatkan oleh kita untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan mencari informasi ke arah yang produktif? Sudahkah, kecanggihan media-media baru bisa dioptimalkan kita untuk membuat karya-karya digital yang bermanfaat. Pertanyaan ini menurutnya penting dijawab oleh pengelola prodi yang ada di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Sebab, seringnya kecanggihan media-media baru malah menjebak kita pada apa yang disebut dengan dehumanisasi. Dosen dan mahasiswa di lingkungan fakultas ini mau tidak mau, suka tidak suka harus sadar dengan tren ini. Tren yang menggiring mereka, untuk bisa memahami: satu, etika digital (digital ethics), budaya digital (digital culture), keamanan digital (digital safety), dan keterampilan digital (digital skills).
Hafizul, M.Pd yang merupakan dosen Tadris Matematika di IAIN Pontianak dan juga pengurus Generasi Digital Indonesia (GRADASI) Kota Pontianak, mengatakan bahwa tantangan dari media-media baru ini mesti diikuti pencerdasan literasi digital. Dengan kecerdasan ini, baik dosen atau mahasiswa di ranah pendidikan tinggi Islam memiliki kemampuan adaptasi yang baik dalam mendayagunakan teknologi digital atau media-media baru, dan memperoleh manfaat sebesar-besarnya darinya. Kecuali itu, kecerdasan literasi digital ini juga penting untuk membentengi diri dari pengaruh-pengaruh buruk dari teknologi digital atau media-media baru.
Hal ini disetujui oleh Putri Handayani Lubis, M.Si, dosen di Prodi PAI IAIN Pontianak, dan alumni Lemhanas RI. Menurutnya, kecerdasan literasi digital dibutuhkan untuk mengoptimalkan berbagai manfaat dari media-media baru, dan juga membentengi diri dari dampak negative dari media-media baru tersebut. Dalam konteks ketahanan nasional, media-media baru bisa jadi ancaman ketika ia dimanfaatkan secara kontraproduktif untuk memecah belah. Salah satunya adalah menyebar berita hoax melalui media-media sosial. Hal ini mungkin saja, sebab di era post-truth, kebenaran objektif atau fakta menjadi tidak begitu penting, dalam pembentukan opini publik, dibandingkan dengan emosi, keyakinan pribadi dan opini yang terbentuk. Sebab itu, kesadaran untuk “saring” sebelum “sharing” ini penting dibangun, tak terkecuali di lembaga pendidikan Islam.
Kegiatan Guest Lecture yang diadakan di aula senat lantai 4 gedung rektorat ini berlangsung sukses dengan peserta yang melibatkan dosen dan mahasiswa di lingkungan FTIK IAIN Pontianak. Kecuali Wadek III, FTIK IAIN Pontianak. Dr. Sahrani yang mewakili fakultas memberi kata sambutan dari Dekan, juga turut hadir jajaran pimpinan di FTIK IAIN Pontianak, Helva Zurayah, M.Ag (Wadek II) dan Tommy Hardiansyah, MM (Kabag TU).
Kaprodi Pendidikan Agama Islam, Dr. Syamsul Kurniawan, S.Th,I, M.S.I menyambut baik kegiatan Guest Lecture ini. Seperti disampaikannya, bahwa Prodi Pendidikan Agama Islam berkomitmen untuk menjalin kerjasama antarperguruan tinggi, terutama pada penguatan atmosfer akademis, dan guest lecture ini salah satunya. Pemilihan tajuk “Pendidikan Agama Islam, Literasi Digital, dan Komitmen Kebangsaan” ini hematnya sangat aktual, mengingat tren yang berkembang saat ini. Kaitannya dengan ini menurutnya, agar tidak terjebak pada dehumanisasi akibat dari perkembangan media-media baru, maka pencerdasan digital adalah tantangannya.
Pencerdasan digital ini relevan dengan kerja-kerja yang tersirat dari adagium Rene Descartes, cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Hanya saja tidak boleh kita berhenti di adagium ini saja, melainkan sampai pada adagium “lectio ergo sum” (aku membaca maka aku ada), demikian ungkapnya.
Kegiatan Guest Lecture ditutup dengan pembaruan perjanjian Kerjasama antar Prodi Pendidikan Agama Islam IAIN Pontianak dengan Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan bertukar cenderamata.***
Oleh: Nopita Sari, M.Pd