Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Ayat dalam kitab suci Alquran sering menyebut istilah diri dengan banyak pemaknaan. Dari ayat yang jelas (muhkamat), dan dari ayat yang samar (mutasyabihat). Diri yang mana, diri dalam diri yang wajib dibenahi, bukan membenahi diri luar diri. Bila telah dibenahi, tuntaslah pendakian yang selama ini dinaiki. Tuntaslah sudah penyelaman yang selama ini dituruni. Bukan naik ke tujuh petala langit, dan bukan turun ke tujuh petala bumi. Bukan dalam arti tarikan (naik) dan hembusan (turun) napas. Namun kesadaran tentang roh pertama yang Aku tiupkan dari roh-Ku (wanafakhtu fihi min ruhiy). Manifestasi roh itulah napas. Napas dalam bahasa Arab disebut nafs. Artinya jiwa, inti jiwa adalah roh. Inti roh adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad adalah dari sir-Ku. Guru berulang kali menyebut “al-insanusirriy, wa-ana sirruhu” (manusia adalah rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasia-Nya). Siapakah yang dimaksud dengan “al-insanu” dalam Hadis Qudsi di atas. Betapa dia sangat istimewa di mata Tuhan, sehingga menjadi wadah untuk menyimpan sir (rahasia) Tuhan, dan (sir) rahasia- nya pun disimpan Tuhan. Sungguh mulia insan yang mendapat kepercayaan (amanah) Tuhan. Insan ini adalah Muhammad, Muhammad yang awal dan Muhammad yang akhir. Kepada-Nya, salawat Allah dan malaikat ditujukan. “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi (Nur Muhammad Rasulullah). Wahai orang-orang yang beriman, bersalawat-lah kamu untuk Nabi, dan sampaikan salam penghormatan.” (Al-Ahzab:56).
Apakah yang dimaksud bahwa insan menjadi wadah rahasia-Ku. Dan Aku menjadi rahasia-nya. Dalam diskusi dengan guru, manusia satu-satunya makhluk yang dapat menampung dan menyebarkan pesan Tuhan. Sebab, manusia merupakan hasil kreasi Tuhan yang paling sempurna lagi mulia. Kesempurnaannya terletak pada kebebasan bertindak. Sedang kemuliaannya terletak pada kesediaan menerima tanggungjawab sebagai pemimpin. Berdasarkan firman (Al-Isra:70), “walaqad karramna bani Adam” (dan sungguh Kami telah memuliakan keturunan Adam). Kemuliaan yang dimiliki manusia sangat banyak dan.sempurna, karena itu dia diangkat sebagai khalifah (pemimpin). Makna khalifah secara bahasa (harfiah) berarti pengganti. Khalifatullah fil ardhi artinya pengganti Allah di bumi. Kemudian secara istilah diartikan pemimpin.
Jika rahasia ini dibuka, tuntas sudah manusia memahami diri sendiri, diri sejati, diri esa, diri tunggal. Tidak ada tanya, tidak ada jawab? Tidak ada tulis, tidak ada baca. Rahasia itu terdapat dalam makna tersirat dari tersurat Al-Ahzah ayat 72. Status leaders (kepemimpinan, khilafah) pernah ditawarkan kepada langit, bumi, gunung, namun mereka menolak. Maka ditawarkan kepada manusia, dia mau mengemban beban (amanah kepemimpinan). Sesungguhnya dia dalam keadaan yang sangat zalim (aniaya) dan sangat jahil (bodoh). Maksudnya, amanah kepemimpinan akan aman bila adil dan cerdas. Sebaliknya, amanah kepemimpinan tidak aman saat zalim dan jahil. Zalim merusak sistem keseimbangan, jahil merusak sistem kebaikan. Artinya, zalim dekat kepada kerusakan dan jahil saudara kembarkeburukan.
Bekal kepemimpinan ada dua, ialah adil dan cerdas. Kedua karakter ini berlangsung atau bekerja secara serentak (simultan). Keadilan sosial wajib diterapkan pada kehidupan yang berkepemimpinan berdasarkan kecerdasan (akal sehat). Bukan ngawur (sembrono), bukan berdasarkan senang atau tidak senang terhadap seseorang. Muncul sikap ngawur akibat kebodohan (jahil).
Dua karakter (adil dan cerdas) perlu diurai untuk mengantar paham sampai, sampai paham. Pertama cerdas. Cerdas dalam kepemimpinan adalah mengetahui diri, sampai diri tahu. Cerdas mengerti diri, sampai diri ngerti. Cerdas dalam memahami diri, sampai diri paham. Cerdas dalam menyadari diri, sampai diri sadar. Lalu, siapakah diri yang mengetahui, diri yang mengerti, diri yang memahami, diri yang menyadari? Bukan-kah diri esa, bukan dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya! Inilah makna wakalah (perwakilan), khilafah (penggantian), waliyah (perwalian). Manusia seluruhnya adalah perwakilan Tuhan dan perwalian-Nya. Selain cerdas juga adil. Adil berangkat dari perasaan memahami dan menyadari bahwa ketuhanan adalah satu (Allah is one). Surah Al-Ikhlas ayat 1-4 menerangkan keesaan dan kesatuan. Allah itu esa, karena yang meminta dan yang diminta hakekatnya esa. Kedua, adil. syarat adil dan keadilan dalam kepemimpinan artinya dapat mengurai kemanusiaan yang jamak adalah ahad. Menandaskan kembali bahwa kemanusiaan itu satu (humanity is one). Jiwa itu satu, jiwa Tuhan. Mata itu satu, mata Tuhan. Telinga itu satu, telinga Tuhan. Kalam itu satu, kalam Tuhan. Kemanusiaan itu satu, kemanusiaan Tuhan. Tuhan itu satu, satu Tuhan. Tuhan memuliakan sahabat dari Afrika, suku negro, Bilal bin Rabah (negroid asli). Ujarnya, Ahad, Ahad, Ahad. Bilal bebas dari perbudakan Umayyah bin Khalaf atas tebusan harta yang diberikan oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Sebenarnya, ajaran Nur Rasulullah Muhammad sudah tuntas pelunasan di dunia. Ahmad dalam sebutan nama bagi kitab-kitab terdahulu (Taurat, Zabur, Injil). Avatar sebutan nama dalam kitab filsafat agama-agama. Ahmad atau Avatar menunjuk kepada Nur Muhammad Rasulullah.
Bagi orang-orang yang mengimani Nur Rasulullah Muhammad, Nur Rasulullah Muhammad adalah media mengenal Allah, berupa sir (rahasia). Rasa merupakan inti rahasia roh. Tidak diberikan, kecuali sedikit. “Dan mereka bertanya kepada-mu (Muhammad) tentang roh. Katakan, roh urusan Tuhan-ku. Dan tidak diberi ilmu (tentang roh), kecuali sedikit.” (Al-Isra’:85).
Betapa Adam (manusia) tidak mau berpisah dengan Nur Muhammad Rasulullah. Nur Muhammad (sifat) tidak terpisah dengan sir Allah (dzatul-haq). Guru memadah, Adam adalah kenyataan Muhammad, Muhammad adalah kenyataan Allah. Sebab satu kesatuan (hulul), dan penyatuan (hululiyah).
Jangan banyak teori berbantah. Berbantahan dengan mengingat trauma masa lalu, justru memantik kekecewaan. Diam saja, sebab diri sudah final dengan diri. Tidak lagi kembar, tiada lagi berbayang. Kecuali diri esa yang terhimpun (ittihad) dan perhimpunan (ittihadiyah). Guru menyebut perhimpunan alam besar (alam kabir) yang banyak di luar diri masuk ke alam kecil (alam shaghir) di dalam diri. Lillahita’ala.
Fitrah diri berawal kosong dari sesuatu, kecuali Tuhan yang esa, sendiri lagi berdiri sendiri, namun Dia bukan bernama qiyamuhu binafsih. Dia bukan sesuatu (baca Al-Insan ayat 1). “Adakah telah datang kepada-mu, suatu masa. Ketika itu belum ada ingatan.” Tetapi, Dia isi fitrah dengan Nur Muhammad Rasulullah, lalu Nur Rasulullah yang berasal dari sir-Nya, mampu membaca alam, mengajar dan menyucikan kotoran di alam semesta (alam kabir) dan di alam diri (alam shaghir). Sains menyebut alam kabir (kesemestaan) dengan istilah makrokosmos. Sains menyebut alam shaghir (kedirian) dengan istilah mikrokosmos. Masih ada satu alam roh yang berfungi sebagai penggerak (motor) yaitu alam akbar (metakosmos). Ketiga alam ini wajib dikenali.
Tugas kita sepanjang hidup adalah mengenali ketiga alam ini berbantuan teropong Muhammad (manhaji Muhammadi). Teropong Muhammad inilah yang bekerja (amaliyah), membaca (tilawah), mengajar (tarbiyah), menyucikan (tazkiyah). Berdasarkan surah Al- Jumu’ah ayat 2, demikian fungsi Nur (Rasulullah) sejak dahulu. Dia (Nur Muhammad)membacakan (mentilawah) kepada Adam ayat-ayat taubat (Al-Baqarah:37). Dia (Nur Muhammad) mengajarkan (mentarbiyah) kepada Idris (Hermes) bagaimana menjadi seorang ilmuwan. Sampai dia menyucikan (mentazkiyah) Isa putera Maryam untuk tidak disembah sebagai Tuhan oleh manusia (baca Al-Kahfi:1-10).
Ending (akhir) surah Al-Kahfi:110) sangat indah, sebab sudah mencapai puncak. “Katakan (Muhammad), aku ialah manusia biasa seperti kamu, namun aku mendapat wahyu.Hanya Tuhan-mu, Tuhan yang esa.” Maksudnya, amaliah apapun bila belum ke “ulakan” (pusat pusaran) puncak, belum sampai kepada tauhidiyah-ahadiyah.
Kunci semua paham bila telah sampai, adalah tahidiyah-ahadiyah. Tauhidiyah (keesaan, pengesaan) artinya tidak bercerai antara Tuhan dan hamba. Ahadiyah (kesatuan, penyatuan) artinya tidak berberai antara keduanya. Wallahu a’lam.