Oleh: Ma’ruf Zahran
Ingatlah, Tuhan tidak pernah memanjakan nabi dan wali-Nya, justru disaat kesusahan itulah si hamba merasakan sedekat bahkan sedekap dengan Tuhan. Memang, Tuhan tidak bisa dijangkau, namun Dia menjelma dalam nama, sifat, perbuatan dan diri-Nya. Keempat eksistensi tersebut secara sempurna terdapat pada diri Muhammad, Muhammad yang awal, Muhammad yang akhir, Muhammad lahir, Muhammad batin. Kalau tidak keliru, boleh penulis istilahkan dengan metamorphosis yang berkarakter transendent.
Secara fisik, metamorfosis adalah suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan penampilan dan/atau struktur setelah kelahiran atau penetasan. Perubahan fisik itu terjadi akibat pertumbuhan sel dan differensiasi sel atau proses yang terlihat dalam organisme multisel yang secara radikal berbeda.
Bukan dalam arti membelah diri, namun sang nabi awwalin dapat dimaknai potensi kehidupan (ruh) yang terdapat pada unsur alam semesta, yaitu Muhammad kamil-mukammil. Unsur inilah (nur kamil) yang tersimpan pada seluruh jiwa para nabi, sebagaimana firman Tuhan: “Dan (ingatlah), ketika Allah meminta perjanjian dari (arwah) para nabi: Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu, lalu datang kepadamu seorang rasul (Muhammad), dia membenarkan risalah yang ada pada kalian, pasti kalian beriman kepada-nya dan pasti menolongnya (Muhammad). Tuhan bertanya: Apakah kalian mau bersumpah denganKu, sebagai perjanjian (kesaksian)? (Arwah) para nabi menjawab: Kami (setuju) bersumpah. Allah berfirman: Bersaksilah, dan Aku (Allah) bersama kalian sebagai bagian dari yang menyaksikan.” (Ali Imran:81).
Bagaimana bisa, jamak manusia dilupakan dengan perjanjian di awal kejadian, saat belum ada sebutan, akankah semua ini diabaikan? Masa azali yang dimaksud Tuhan adalah: “Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (fertilisasi). Kami hendak mengujinya, maka Kami jadikan dia (manusia) dapat mendengar dan melihat.” (Al-Insan:1-2).
Benar, mendengar dan melihat adalah potensi yang dibawa sejak lahir (capacity) yang bersifat biotik dan a-biotik. Baik biotik maupun a-biotik semuanya terkumpul di dalam kromosom. Kromosom yang nantinya menjadi perjalanan takdir yang dilalui, ditempuh. Apa yang datang kemudian setelah alam tiada sebutan materi, energi, ruang dan masa. Adalah adaNya (eksistensi) ke-esaan wujud tunggal, science modern menyebutnya sumber dari segala sumber informasi. Informasi (dalil) tersebut bercabang dua, yaitu perintah syukur dan larangan kufur. Namun seyogia dipahami dalil, bukan pembuat dalil.
Tuhan menyebut nama, kemudian esensi Diri-Nya (baca Al-Baqarah: 255). Lalu pada kesempatan lain, Dia mendahulukan eksistensi Diri, baru nama-Nya (Al-Ikhlas:1). Diri dan nama dalam sebutan-pun, bukan Dia. Bahwa Dia bukan sekedar nama, melainkan realitas tunggal yang tidak terjangkau (inviniti). Maksudnya, realitas tunggal kebenaran mutlak yang tidak berteori (lam yalid walam yulad). Dia bukan nama yang dilahirkan oleh alam semesta, hatta nabi sekali-pun.
Dan dia bukan nama yang melahirkan dan dilahirkan. Ada, namun tidak berskala, bukan bersifat dan tidak berupa (baca Asy-Syura:11). Dalam firman: “… Bukan serupa Dia dengan sesuatu, dan Dia maha mendengar, maha melihat.” Bila Dia dalam bayangan, Dia bukan bayang. Jangan bayangkan Dia sewaktu menyembah-Nya. Bila diyakini Dia ada didepan, jelas bukan Dia. Sebab, Dia bukan ruang, Dia buat waktu, Dia bukan materi, Dia bukan energi, Dia bukan informasi. Bila Dia nama, terjebak manusia dalam hijab nama-Nya.
Allah adalah sebutan nama yang Dia sendiri berikan, namun: “Tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya.” (Al-Ikhlas: 1-4). Tanda Dia tidak serupa dengan makhluk adalah: “Milik-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi, Dia melapangkan rezeki dan membatasinya, bagi siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia maha mengetahui tiap-tiap sesuatu.” (Asy-Syura:12).
Ibnu Athaillah (wafat: Mesir, 709 H) menyatakan bahwa alam semesta merupakan hijab bagi diri-Nya, dan diri-Nya sendiri adalah hijab bagi sebenar-benar-Nya diri. Bukti landasan logikanya adalah: setiap sesuatu yang berawal pasti berakhir, hatta nur Tuhan sekali-pun. Sebab, nur adalah materi ciptaan yang Dia beri nama. Penamaan nur adalah bagian dari unsur materi, meski berdimensi lebih tinggi dari alam jasmani dan alam rohani. Dia (hakikat-Nya), tidak berawal dan tidak berakhir. Awal itulah utusan, Muhammad dalam sebutan awal (‘ala Muhammadin fil awwalin), Muhammad dalam sebutan akhir (‘ala Muhammadin fil akhirin). Muhammad yang hadir pada setiap dimensi materi, energi, ruang, waktu dan informasi (‘ala Muhammadin fi waqtin wahin), Muhammad dalam ketersimpanan Tuhan yang maha tinggi sampai hari berakhir (‘ala Muhammadin fil-a’la ila yaumiddin). Selawat ini sangat populer
dikalangan penganut dan pengikut aliran thariqah. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran untuk senantiasa terhubung dengan nur Muhammad yang berasal dari nur Tuhan.
Lalu, dimanakah letak keistimewaan Muhammad, sehingga Dia menjadi primus diantara para nabi. Bila ditilik saat Adam adalah ayahnda bagi semua manusia, Idris merupakan nabi penemu dan perancang tekstil, Nuh dapat disebut tokoh maritim dunia. Hud yang pada zamannya arsitektur mencapai puncak kejayaan, ketika negeri Iram yang awalnya bukit-bukit batu dipahat untuk perkotaan yang mewah dengan menara yang tinggi (irama dzatil ‘imad). Musa berhadapan dengan tukang sihir Fir’aun, Musa dibekali mukjizat yang bersifat magical supernatural. Sulaiman dibekali mukjizat bisa mengetahui pembicaraan jin, binatang. Dan memerintah mereka sebagai pasukan. Isa merupakan simbol seorang utusan Tuhan yang menyembuhkan. Kemudian, bagaimana dengan Muhammad?
Nabi Muhammad SAW adalah cerminan Zabur, Taurat, Injil dan Al-Quran. Pribadi sempurna (insan kamil) terdapat pada diri-nya. Bahkan Muhammad dalam makna nur (asal) dari segala ruh adalah Muhammad yang terdapat pada Adam. Adam adalah ruh insani, sedang Muhammad adalah ruh rabbani yang bisa terhubung dengan Pencipta.
Jembatan Muhammad inilah yang wajib dilewati, sebab dia pemimpin para nabi dan para utusan (sayyidil anbiya’ wal mursalin). Tanpa melewati Muhammad, niscaya terputus rantai sanad. Manhaji Muhammad wajib ditempuh dengan sabar, dengan cahaya Muhammad (bi-nuri Muhammad). Delegasi Tuhan yang paling sah dalam memberikan pencerahan, petunjuk (bihadi Muhammad).
The first and the last adalah kehendak Allah pada Muhammad, selama Tuhan berkehendak, apalagi kedudukan seluruh alam semesta berada dibawah beliau seperti malaikat, jin, langit dan bumi, dunia dan akhirat dalam firman: “Mereka kekal didalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki. Sesungguhnya Tuhanmu maha pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Hud:107).
Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, beliau merangkum seluruh mukjizat. Bukan dalam bentuk tongkat Musa saat menghadapi dunia sihir. Atau bacaan Sulaiman dan mantera magic jin dan para anasir jahat yang sedang berperang melawan Sulaiman. Sehingga Sulaiman menaklukkan mereka, dengan ilmu, hikmah dan haikal Sulaiman. Mukjizat pengobatan menuju kesembuhan oleh tangan Isa. Tangan Isa mengusap mata orang buta menjadi melihat, dengantangan-nya menyentuh pasien kusta dan lepra menjadi sembuh. Ternyata, Muhammad beserta umat sudah diberi semua mukjizat, bukan dalam bentuk materi (hissi), kecuali dalam bentuk kodifikasi kitab suci (mukjizat maknawi). Maknawi lebih dari sekedar hissi. Untuk dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan dalam seluruh cabangnya, biologi, zoologi, botani, dan sebagainya.
Temuan ilmu supranatural hari ini sudah mencapai puncak yang paling mengagumkan, dari SQ, hipno-parenting, sampai hipno-profetik, pengendalian alam bawah sadar (ABS) untuk kepentingan pendidikan. Mulai penemuan citra satelit ruang angkasa sampai detak jantung, irama otak, sumsum tulang belakang dan mengetahui kadar persentase kalium melalui MRI (magnetic resonance imaging). Atau ingin mengetahui kondisi paru melalui ct-scan. Terapi dan obat-obatan adalah realisasi pengobatan Isa anak tunggal Maryam yang dilanjutkan oleh Muhammad dan diteruskan oleh ilmu kedokteran. Tuhan tidak memberikan resep obat kepada Muhammad. Namun untuk jangka panjang, Tuhan berikan ilmu pengetahuan kepada umat Muhammad SAW yang belum pernah Tuhan berikan kepada umat-umat sebelum beliau, Muhammad Rasulullah SAW.
Tuhan tidak memberikan tongkat Musa kepada Muhammad, tetapi Tuhan memberikan presoser pentium sebagai otak komputer yang bisa menjelajah ruang angkasa, dan diskusi digital yang semakin disempurnakan kecanggihannya. Rahmat sinyal bisa meretas batas-batas wilayah teritorial, sehingga hari ini warganet telah menjadi warga dunia yang terkoneksi antar benua. Demikian Tuhan menunjukkan keistimewaan Muhammad SAW, justru semakin tampak pada generasi hari ini. Salam, selawat, dan rindu kami padamu, wahai Rasulullah SAW.