Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Tajuk di atas dapat ditukar, guna menyamakan dua dimensi alam yang berbeda. Keakhiratan duplikat keduniaan dan keduniaan duplikat keakhiratan. Mereka berdua saling bercermin. Satu yang dua, dua untuk yang satu. Hakikatnya, satu juga.
Agama-agama besar dunia menaruh kepercayaan kepada akhirat. Ada yang berpendapat keduanya terpisah, ada yang berpendapat keduanya menyatu. Ada pula yang berpendapat pulang ke akhirat. Dinamakan akhir karena ada awal. Dinamakan awal karena ada akhir. Perputaran yang mencakup siklus berjalan, siklus roda berputar, ibarat hukum kausalitas hujan (sahabats tsiqal). Tuhan menyabda dalam firman, di bumi kamu hidup, di bumi kamu mati, di bumi kamu dibangkitkan (baca Al-A’raf:25). Bumi kecil adalah bumi diri (alam shaghir, mikrokosmik).
Insan kamil (Muhammad) sudah Tuhan visualisasi dalam bentuk pribadi Muhammad bin Abdullah. Sungguh, Muhammad adalah perlawanan (antithesis) pada zaman-nya, jahiliyah. Saat Alquran membicarakan Muhammad disitu letak Muhammad berkomunikasi dengan umat. Seperti membenarkan kitab-kitab sebelum-nya, mengoreksi, mengambil utuh ajaran agama terdahulu atau mengambil dengan revisi. Mungkin malah membuang semua syariat mereka atau sebagian. Sedang ajaran tauhid (keesaan) pasti sama di setiap zaman dan utusan Tuhan.
Alquran sering menginformasikan keduanya (dunia dan akhirat) adalah alam (kosmik). Namun mereka bersebelahan, ibarat dilapisi dinding kaca yang tebal. Perbedaannya, kualitas kehidupan alam akhirat lebih baik dari pada kualitas kehidupan alam dunia. Alquran menyebutkan: “Dan akhirat lebih baik dari pada dunia.” (Ad-Duha:4). Meski surah ini mengandung materi penghibur untuk Nabi Muhammad. Bahwa di akhir ada kehidupan yang menyenangkan sebagai tempat kembali yang lebih baik. Daripada sekarang penuh dengan cobaan dan rintangan dakwah. Namun Tuhan tidak pernah mendakwa-mu (Muhammad) jauh, Muhammad dekat.
Artinya, Muhammad rabbaniyah inilah yang menyandang semua gelar kewibawaan langit dan bumi. Baru dimengerti bahwa kepribadian (eksistensial) Muhammad berada dalam tiga dimensi. Lahiriyah, batiniyah, rabbaniyah. Akhlak Muhammad lahiriyah dan batiniyah boleh dibicarakan, karena menyangkut masalah syariat dan hakikat. Sedang Muhammad rabbaniyah tidak sembarang dibicarakan, kecuali dalam kajian khawasul-khawas (VVIP).
Karena insan kamil (manusia sempurna) adalah Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Muhammad Nur Rasulullah itulah Muhammad awal dan Muhammad akhir. Sedang Muhammad bin Abdullah (lahir Mekah, 571 M. wafat Madinah, 634 M) adalah contoh bagi semua umat manusia. Wujud Nabi Muhammad sebagai manusia banyak didustakan sejak beliau menyampaikan wahyu sampai hari kiamat. Sebab mereka menginginkan Muhammad sebagai utusan Tuhan sama dengan malaikat. Tidak makan, tidak minum, dan tidak mati. Ekspektasi tinggi yang tidak selaras dengan kenyataan.
Muhammad bin Abdullah berada dalam perlindungan Allah, walau unsur kemanusiaan kadang muncul seperti sedih-bahagia, sakit-sehat, suka-duka, tangis-tawa. Semua dalam rangka uswah-hasanah (contoh yang baik, tauladan yang mulia). Apapun yang beliau lakukan dapat menjadi produk hukum syariat. Koridor hukum syariat untuk semua sahabat dan umat tanpa tingkatan. Sedang koridor hukum hakikat, Nabi ajarkan kepada Ali bin Abi Talib dan beberapa sahabat pilihan.
Namun saat dibacakan ayat-ayat suci Alquran, orang-orang yang ingkar mengatakan bahwa Alquran hanyalah mimpi-mimpi kacau Muhammad. Ketika disuruh beriman kepada ayat ayat Tuhan, mereka katakan bahwa Alquran tiada lain, kecuali cerita orang-orang terdahulu. Potensi keingkaran menjadi aksi mereka memboikot Muhammad dan kaumnya selama tiga tahun. Setelah wafat dua tokoh yang selama ini sangat membela dakwah Muhammad. Sang paman Abu Talib dan sang istri Khadijah binti Khuwailid. Pada tahun ke-8 Kenabian. Tahun itu dalam sejarah disebut ‘amul-huzni (tahun duka cita).
Bila jiwa Muhammad sudah nyata pada umat. Kemerdekaan sejati akan mereka dapat. Kemerdekaan dalam arti lenyap dan terbenam diri terdiri, diri terperi. Terbit dan tegak diri sejati. Abdullah bin Abbas mewartakan: “Sungguh, bahwa Rasulullah SAW menyuruh Ibnu Abbas untuk menjaga Allah (di dalam diri), niscaya Allah akan menjagamu. Pandanglah dengan pandangan Allah (syuhudullah), maka engkau akan menyaksikan Allah hadir di hadapanmu. Engkau melihat dengan mata-Nya. Engkau mendengar dengan telinga-Nya. Engkau berkalam dengan lisan-Nya. Bila engkau meminta, pasti dikabulkan.” (Hadis Riwayat Muslim). Tidak sekedar kedekatan, namun benar-benar meminjam titipan jiwa-Nya, justru hanya Dia sendiri (esa). Tiada terbagi, tiada terbelah, tiada terpisah.
Mencari solusi diluar diri artinya menjauh dari fitrah. Bahkan lari dari fitrah. Maksudnya, jangan menyingkir dari fitrah, beragama-lah secara fitrah (kesucian sejak lahir). Dan agama fitrah wujudnya adalah mudah (sahlah), lapang (samhah), lembut dan santun (lathifah, halimah), tunduk kepada kebenaran (hanifah), berserah diri kepada Allah (salimah). Kunci fitrah yang dapat diartikan roh suci sebenarnya sudah Dia hembuskan pada setiap diri (Shad:72-74). “Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadian-nya, dan Aku tiupkan roh-Ku kepadanya. Maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya. Lalu semua malaikat bersujud. Kecuali iblis, dia menyombongkan diri, dan dia termasuk golongan yang kafir.”
Kaumnya menuntut supaya Muhammad memberikan bukti materi sebagai dasar legacy yang dapat mereka pegangi, percayai dan warisi. Namun memang agama terakhir (Islam), kekuatan-nya bukan pada materi, namun pada ilmu. Sehingga, mukjizat terbesar adalah kitab (tulisan), qara’a (bacaan). Tradisi baca-tulis dan tulis-baca merupakan bagian dari agama ini. Disamping alasan bahwa Islam agama masa depan dan juga umat yang dibimbing semakin cerdas, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju. Mereka perlu panduan (manual) yang dapat menuntun mereka.
Artinya, bagaimana setiap diri bertanggungjawab kepada diri sendiri, bukan kepada diri orang lain. Upaya salat jumat yang didirikan hari ini, bukan untuk menolong orang lain. Namun untuk menolong diri sendiri. Diri yang masing-masing telah diamanahkan fitrah. Amanah fitrah mengundang tanggungjawab pribadi, bukan kelompok.
Penghalang potensi fitrah untuk eksis adalah kondisi faktual manusia yang bersifat tergesa-gesa (‘ajalah). Mereka ingin hidup serba sempurna (perfect) tanpa cacat sedikitpun. Ingin hidup selalu sehat tanpa sakit. Ingin hidup mudah tanpa susah. Padahal yang menyusahkan diri adalah diri sendiri, bukan fitrah.
Bahkan saking durhaka mereka kepada Tuhan dengan memaksa fitrah mendatangkan siksa. Berharap keburukan diri sama dengan cepatnya mereka tergesa-gesa meminta kebaikan. Tuhan sebutkan dengan sabar, akan datang waktunya. Semua berjalan pada garis takdir (fi falakiyyasbahun). Demikian ketetapan yang maha perkasa lagi maha bijaksana. Demikian takdir siang (matahari), takdir malam (bulan). Kedua benda angkasa raya itu, ini terdapat dalam diri manusia (alam shaghir). Lalu, dimana kamu akan lari?
Kemudian sifat buruk manusia senang menyalahkan orang lain. Istilah “mencari kambing hitam.” Mencari pembenaran diri dan mencari penyalahan untuk orang lain. Ibarat “lempar batu sembunyi tangan.” Rasul didustakan oleh umat di wilayah Antiok, karena semua Rasul mengajarkan tauhid (keesaan Tuhan). “Penduduk negeri berkata, sungguh kami bernasib malang karena ulahmu! Kalau kamu tidak berhenti berdakwah, niscaya kami rajam kamu dengan siksa yang pedih dari kami. Para utusan Allah (Rasulullah) itu menjawab, kemalangan-mu adalah ulahmu sendiri. Apakah karena kamu diberi dakwah lalu kamu tertimpa musibah? Sebenarnya kamu telah melampaui batas.” (Yasin:18-19).
Jelas, ayat di atas menggambarkan diri sendiri yang memproduksi amal, dan diri sendiri pula yang menerima hasil. Umpama tanaman baik berbuah baik (Ibrahim:24-25). Tanaman buruk berbuah buruk (Ibrahim:26). Filosofi “tabur-tuai” adalah diri bertanggungjawab kepada diri. Kebebasan diri berbuat sehingga kebebasan diri yang mengikat. “Jika kamu berbuat baik, kebaikan untuk diri-mu. Bila kamu berbuat jahat, kejahatan untuk diri-mu.” (Al-Isra’:7). Hukum tabur di dunia, hukum tuai di dunia dan di akhirat. Pengembalian adalah sesuatu yang niscaya.Akan-kah roh mau kembali kepada fitrah (suci jiwa, jiwa suci) setelah dikotori? Membangun perbuatan baik, akan baik dampaknya. Membangun perbuatan jahat, akan jahat dampaknya. Urusannya bukan dengan orang lain, tetapi dari diri untuk diri.
Doa untuk jenazah, apabila jenazah itu baik, adalah menguatkan amal baiknya, mohon untuk secepatnya di-acc. Namun doa untuk jenazah, jika dia berbuat jahat, maka perbuatan jahat yang akan menghukum. Doa untuk orang-orang yang ingkar akan tertolak (sia-sia). Doa untuk orang yang baik akan tertolong (berguna). Setelah seseorang wafat, sempurna sudah. Sempurna kebaikan atau sempurna keburukan. Wallahua’lam.