Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
GUNA mendapatkan pemahaman yang utuh tentang kitab suci Alquran, pembacaan satu tema dalam arti dari satu ‘ain (maqra’) ke ‘ain (maqra’) minimal menjadi sebuah tanda perhentian per-ayat. Permulaan dan perhentian dalam rangka untuk memahami keutuhan bacaan, arti dan maksud Tuhan. Bukan tidak beralasan Rasulullah SAW menjadikan tata aturan bacaan. Karena baik susunan juz, surah, ayat maupun bacaan merupakan petunjuk langsung dari Rasul-Nya (tauqifi). Misal bacaan satu maqra’ yaitu surah Albaqarah dari ayat 183-188. Keterhubungan ibadah puasa (183) dengan larangan memakan harta dengan cara yang batil (188).
Relasi sesama ayat dalam satu surah sangat erat. Tersebut bahwa kewajiban puasa dengan tujuan takwa (la’allakum tattaqun). Indikator takwa menjalankan hukum syariat puasa (ayat 184, 185). Hakikat puasa terletak pada ayat 186: “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan ketika mereka memohon. Hendaklah mereka memenuhi seruan-Ku dan beriman kepada-Ku. Mudahan mereka mendapat bimbingan.”
Selanjutnya, indikator takwa terdapat dalam kehidupan keluarga (ayat 187), terutama hak dan kewajiban suami-istri. Bahkan lebih dari sekedar hak, lebih dari sebatas kewajiban. Kitab suci mengibaratkan mereka dengan perumpamaan: ” …hunna libasullakum wa antum libasullahunna … ” (mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka). Penceramah kondang dan legendaris, K.H. Zainuddin MZ telah banyak memberi arti tentang fungsi pakaian dalam berumahtangga pada ayat ini melalui ceramahnya (da’i berjuta umat).
Masih dalam ayat 187 bahwa dihalalkan bagimu bergaul dengan istrimu pada malam puasa Ramadan. Kecuali ketika kamu i’tikaf di masjid. Lalu beralih pembacaan pada ayat 188 tentang harta dan cara mendapatkan-nya. Minimal dalam satu maqra’ (tempat pembacaan) terdapat tiga hukum, hukum ibadah, hukum keluarga, dan hukum ekonomi.
Panggilan atau seruan kepada orang-orang yang beriman tentang suruhan puasa (ayat 183), teruntuk pula larangan bagi orang-orang yang beriman supaya jangan memakan harta diantara mereka dengan cara yang batil, “dan jangan kamu memakan harta diantara kamu dengan cara yang batil (cara haram), atau kamu mengadukan perkara di depan hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta manusia dengan jalan dosa, sedang kamu mengetahuinya (Albaqarah:188). Ayat ini sangat umum menyebut cara (jalan) dosa. Secara khusus seperti penyelewengan dana beasiswa, dana anggaran pembangunan kota dan desa, penyalahgunaan dana bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, anak yatim dan fakir miskin. Pascaramadan sebelas bulan ke depan sampai berjumpa lagi dengan Ramadan, kaum beriman selalu diuji. Terutama diuji tentang harta dengan dua pertanyaan: dari mana didapat dan kemana dibelanjakan?
Semua ibadah bermuara (bertolak) dan berlabuh di dermaga takwa. Sederhana, pengertian takwa sama dengan takut, takut mencuri, takut berzina, takut meminum khamar, takut menyakiti, takut berkhianat, takut berdusta. Termasuk takut dengan tipuan simbol-simbol taat. Adalah tidak sampai kepada Allah daging dan darah hewan kurban, melainkan yang sampai kepada Allah adalah takwa-mu. Maknanya, takwa di hati mendorong amal ibadah, amal puasa, amal salat, amal zakat dan amal kurban untuk diterima-Nya. Sebab takwa yang menitipkan pesan ikhlas di hati, takwa yang mengakibatkan rasa qana’ah (puas) atau merasa cukup dengan diri Allah saja. Takwa yang menerbitkan rasa syukur atas semua nikmat Allah, takwa yang memancing sabar dalam menghadapi badai kehidupan, takwa yang menghidupkan rasa ridha kepada takdir-Nya. Sebab takwa adalah rasa, dan rasa adalah rahasia. Akibatnya, pemberian Tuhan bersifat rasa, pemberian rahasa (fi sirris-sari, wafi jami’il-asma’ wash-shifat). Sehingga tidak ada seseorang makhluk Allah yang tahu. Bila rahasia diceritakan hanya memuat sebatas 5 sampai 10 persen saja yang terungkap. Selebihnya berada di alam rahasia.
Indikator takwa sebagai capaian akhir ibadah bercirikan pada kehidupan nyata keseharian. Bahwa ibadah mampu memberikan bekas (atsar) pada jejak langkah sehari-hari. Takwa tidak sekedar melangit, namun juga membumi. Justru takwa yang membumi lebih banyak dirasakan manfaatnya oleh umat.
Indikator takwa yang langsung dirasakan oleh orang lain manfaatnya adalah pribadi yang berinfak diwaktu lapang dan sempit. Dua keadaan tersebut yang jauh berbeda, berinfak pada waktu lapang dapat dilakukan oleh semua orang. Berinfak pada waktu sempit dilakukan oleh terbatas orang. Namun takwa menuntut infak saat lapang dan sempit. Lalu menahan amarah baik diri benar maupun diri salah. Terus memaafkan kesalahan orang lain dan berbuat baik kepada-nya. Intisari tersebut diangkat dari firman Tuhan surah Ali Imran ayat 133-134.
Orang-orang yang takwa (muttaqun) adalah dalam pemeliharaan Allah (mahfudz). Tuhan berikan ampunan, grasi, amnesti, rehabilitasi kepada hamba yang benar-benar bertakwa. Bukankah mereka mendapati Allah adalah Tuhan yang maha pengampun maha penyayang.
“Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan atau menganiaya dirinya, mereka langsung mengingat Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Dan siapa yang bisa mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak lagi mengulangi dosa-nya, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran:335). Banyak keuntungan yang diperoleh oleh orang yang takwa, di dunia dan di akhirat.
Takwa yang benar merupakan solusi hikmah yang paling tepat bagi siapa yang ingin menjadi ‘alim setelah jahilnya. Hikmah takwa menjadikan kaya hati setelah miskinnya. Hikmah takwa membuat urusan mudah sesudah sulitnya, menjadikan pahala pada seluruh amalnya. Allah SWT memberi pengabaran gembira yang banyak untuk hamba yang takwa.
“Dan siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar (problem solving). Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga. Dan siapa yang tawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (Ath-Thalaq:2-3). Hikmah takwa juga memudahkan kesehatan bagi yang sakit, mengampuni dosa, meraih ampunan, pahala, surga dan berjumpa dengan-Nya. Dalam firman disebut: ” … Dan siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan dalam urusan mereka. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada-mu, siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan hamba-Nya, dan Dia akan melipat-gandakan pahala.” (Ath-Thalaq:4-5). Kunci semua kebahagiaan adalah takwa, kunci semua ketenangan adalah takwa, kunci seluruh kebaikan dunia dan akhirat, dan terhindar dari api neraka adalah takwa.
Jadi, takwa merupakan wujud makhluk yang Allah rahasiakan, posisinya terdalam dari elemen roh. Takwa tidak bisa diganggu-gugat oleh syaitan, dan malaikat tidak mampu menuliskan pahala amal takwa. Takwa termasuk amal roh. Roh hanya menjadi urusan Tuhanmu. Wallahua’lam.