SINERGISITAS ANTAR GENERASI

Oleh: Ma’ruf Zahran

APA yang dirasakan oleh generasi sekarang adalah fasilitas kehidupan yang serba mudah (easy) secara langsung atau tidak langsung berdampak pada mentalitas generasi milenial yang kurang tertantang. Kurang tertantang dalam arti hidup serba ada, sementara hukum hidup bukan disediakan dan bukan menyediakan, melainkan berburu. Seakan hidup dilepas dari kemanjaan ruang yang ber-ac. Tidur di alga spring-bed, minum dari air botol kemasan, wara-wiri dengan mobil mewah, melancong dari hotel ke hotel, ketersediaan budget untuk menghabiskan waktu di pantai sambil menyantap makanan berkelas internasional, loundry yang setiap waktu sedia mencuci baju sampai setrika, hingga makanan dan minuman bisa diantar lewat food online, layanan haji dan umrah setiap saat, atau bercengkerama dari satu warkop ke warkop yang laindengan gelak-tawa. Namun apakah hal tersebut bisa berlangsung lama?

Sekarang guru dan dosen mendidik generasi perkuliahan pasca covid-19 yang kurang lebih dua tahun mereka berada dalam isolasi masa pandemi. Begitu awal tahun 2023, eforia kebebasan yang tidak terbendung lagi. Berdampak terhadap cara belajar yang sudah terbiasa di rumah. Lalu, untuk meluapkan kegembiraan seakan tidak mau dikekang lagi oleh ordonansi pembelajaran dan perkuliahan. Bebas, hanya satu kata, bebas. Ternyata covid-19 memberi pengaruh terhadap cara pandang dan pola kehidupan pasca covid. Padahal, covid akan terus berkembang biak dalam varian lain karena virus adalah makhluk Tuhan yang sebenarnya hadir di tengah-tengah kehidupan. Bidang Farmasi telah meracik obat anti virus, sedang masih banyak virus yang belum terdeteksi, kecuali dengan mikroskop elektron atau ct-scan.

Kurikulum Merdeka (KURMA) pun dirancang dalam rangka mengantisipasi majunya IT yang menjangkau semua lini dan ruang kesejarahan yaitu dahulu, kini dan akan datang. Sebab bila guru atau dosen berpatokan pada ilmu pendidikan di era tahun 1970, sungguh sudah usang. Kecuali bahan materi dasar, sedang untuk pengembangan (development) diperlukan bantuan ilmu pengetahuan yang terkini dan up to date.

Disini pentingnya memberdayakan alumni lulusan S2 dan S3 teranyar. Pengalaman penulis terdapat aura pemikat bagi mahasiswa bila diajar dosen muda yang masih enerjik, penampilan penarik dan ilmu yang masih hangat karena baru “turun dari langit.” Satu hal yang mendapat sambutan baik bahwa mereka memiliki kesamaan “latar-zaman.”

Mengingat pemberdayaan dosen muda sangat mendesak, karena Perguruan Tinggi boleh dikatakan institusi kaderisasi. Jadi pembibitan dosen baru sangat penting, malah bila perlu dipercepat dan “welcome.” Dosen baru selain memiliki kesamaan latar-zaman dengan mahasiswa, juga bahasa, idiom dan kedekatan mereka sangat berguna pada perkuliahan mahasiswa. Oleh sebab itu, dalam tradisi Islam terdapat priodesasi yang menggambarkan corak umum dan corak khusus kehidupan, lingkungan dan karya yang mereka tulis. Maksudnya, seorang ulama (ilmuwan), secara historiografi dapat dibaca pada zaman apa dia hidup, dapat diketahui dari telusur sanad yang
diatasnya (guru) maupun sanad yang dibawahnya (murid).

Walau demikian pertautan generasi lama dan generasi baru tetap diselaraskan. Sebab, kompetensi yang dimiliki guru tua, tidak dimiliki oleh guru muda, demikian sebaliknya. Bila generasi tua memiliki kompetensi profesional memang demikianlah kurikulum yang dirancang untuk mereka, kurikulum 1974/1975. Era itu posisi dosen dan guru sungguh menjadi sentral pusat belajar dan referensi yang berjalan. Sedang era sekarang, guru dan dosen lebih diperkuat pada kompetensi pedagogik, mungkin dalam perimbangan 70/30. 70 kompetensi pedagogik dan 30kompetensi profesional diantaranya penguasaan materi. Generasi milenial tidak sulit mencari materi, tinggal berselancar pada alamat google, gmail, e-book, e-learning, perpustakaan digital,dan laman-laman yang sangat mudah, cepat dan tepat bila diakses.

Sinergisitas kedua generasi menunjukkan pembangunan yang harmonis dalam menopang kejayaan bersama dengan prinsip saling berbagi. Kecuali itu, buah dari pertautan generasi tidak lain adalah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kebaikan dan kebahagiaan orang banyak (multiplayer effect). Idealnya semakin besar peran dan wewenang seseorang, semakin besar pula kebaikan yang dia sebar. Semakin banyak tugas kemasyarakatan dan kepemerintahanyang dia emban dengan bijak, niscaya banyak pula dia mendatangkan kebajikan dan kebijakan
bagi masyarakat luas.

Ilmu pengetahuan tidak berawal dari ruang kosong, kontinuitas menjadi karakternya. Sifat atau karakter yang melekat padanya wajib diturunkan oleh pendahulu melalui pendidikan. Dalam segenap corak ragam pendidikan minimal mengarah kepada transfer of knowledge, transfer of skill. Berhubung betapa urgent pendidikan tidak hanya sekedar untuk memenuhi hajat primer kehidupan, namun juga keberlanjutan tradisi keluhuran yang terpelihara dari waktu ke waktu.Disamping makna pelestarian nilai, pendidikan juga bermakna melahirkan terobosan baru dalam penelitian dan pengembangan (Research and Development). Pendekatan R and D terus-menerus mengalami penyempurnaan demi kemudahan bagi para peneliti.

Meskipun biasa dibedakan antara tarbiyah dengan keguruan. Multi tafsir dalam menyoal kedua istilah yang terkadang secara sederhana dianggap sama. Adapun tarbiyah (rabba, yurabbi, tarbiyyah, murabbi) lebih luas lingkup pengkajian dan cakupan ruang pembahasannya dalam pendidikan yang berati proses kerja. Maksudnya mendidik, mengatur, mengasihi, menyayangi, memelihara, mengatur, menguasai, menjaga, memelihara, merawat, membesarkan, menumbuhkan, mengembangkan, melindungi, melatih, mengajar, memberi contoh, memberi pengalaman pendidikan kepada peserta didik. Memberikan pengalaman penelitian kepada calon peneliti, memberikan pengalaman latihan kepada calon pelatih. Sedangkan keguruan merupakan alat (tools) atau instrumental input bagi pendidikan. Atau keguruan dapat diistilahkan dengan media edukasi yang dapat mengambil bentuk diantaranya pembelajaran di dalam kelas dan pembelajaran di luar kelas. Pembelajaran di dalam kelas dengan rancangan modul, dan pembelajaran di luar kelas yang mengambil corak bermodul dan tidak bermodul (hiddencurriculum). Contohnya pembelajaran dalam arti kearifan lokal (local wisdom). Local wisdomsangat bersifat situasional, kondisional, insidental dan temporal. Temporal dari sudut materi, waktu, tradisi, dan adat-istiadat setempat, serta simbol proferti budaya yang mengandung nilai-nilai pendidikan kearifan lokal. Meskipun di dalam tradisi-budaya tempatan tersebut mengandung kritik agama terhadap budaya sesajen. Atau ancak dalam budaya suku tertentu. Namun kehadiran budaya telah ikut bersentuhan dengan agama yang juga dianut oleh budayawan.

Sinergisitas pembelajaran dua generasi telah membuat komplit ruang kosong yang kurang dari dua kompetensi, profesional dan pedagogik. Memang sulit memadu-paut dua hal dalam waktu yang simultan. Keterlambatan laporan secara digital oleh generasi tua, sebab mereka dahulu memang tidak bisa. Tidak bisa bukan karena tidak mampu, tapi dahulu mereka memang dibesarkan dengan kapur tulis dan papan tulis. Belum ada IT, apalagi program digital yang dirancang,sehingga hari ini setiap orang seperti telah memiliki kantor berita pribadi dalam telpon genggam(handphone).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *