PAI – Bersahabat dan berperingai ceria, tanpa meninggalkan garis tegas saat membagi ilmu, merupakan sosok yang lekat dalam diri Dr. Moh. Yusuf Hidayat, S.Pd.I., M.Pd. Ketekunan dan dedikasi luar biasa pria kelahiran Benculuk, Cluring, Kabupaten Banyuwangi, 3 Maret 1976 tersebut mencuri perhatian para akademisi dan pemerhati bidang kajian Pendidikan Bahasa Arab di negeri induknya.
Ustadz Yusuf, demikian panggilan akrabnya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, beberapa waktu lalu mendapat kesempatan menjadi salah satu di antara 15 delegasi penting mewakili Indonesia, memenuhi undangan King Abdullah bin Abdul Aziz International Center For Arabic Language (KAICAL) untuk ikut andil gagasan strategis dalam hal pengembangan kajian tersebut di Riyadh, Arab Saudi. Suatu kehormatan besar tentunya, bagaimana khazanah intelektual lokal dapat memberikan sumbangsih pemikiran secara global. Dalam arti lebih luas, pemenuhan undangan tersebut tidak hanya dapat dimaknai sebagai bentuk penghargaan seremonial, melainkan juga mempererat jalinan kerja sama dua lembaga sebagai representasi negaranya masing-masing di bidang keilmuan, dan tidak menutup kemungkinan di masa mendatang dapat menjalar di bidang strategis lain.
Apa yang telah dibawa oleh para delegasi menciptakan kesan dan apresiasi positif bagi pihak pengundang. Pihak Arab Saudi memberikan penghargaan kepada para delegasi sebagai “pejuang Bahasa Arab” dengan simbol plakat cindera mata yang penyerahannya diwakili oleh Dr. Abdullah bin Saleh Al-Washmi—Direktur KAICAL. Penghargaan bukan diberikan tanpa alasan. Melalui para pejuang, yakni salah satunya melibatkan Ustadz Yusuf, kajian Bahasa Arab berkembang dengan pesat. Hal tersebut dapat ditunjukkan bagaimana angka peminatan terhadap kajian tersebut selalu bergerak pada kurva positif secara signifikan setiap tahunnya. Secara institusional, hal tersebut juga dapat dilihat secara kasat mata, yakni yang semula hanya terdapat 34 jurusan di Indonesia, sejauh ini telah berkembang menjadi kurang lebih 160-an lembaga kajian pendidikan bahasa dan sastra arab di bawah lembaga pendidikan tinggi.
Tanpa mengurangi rasa syukur atas segala pencapaian, akademisi alumnus Gontor yang berhasil meraih gelar Doktornya dari Universitas Islam Negeri Malang tersebut menganggap bahwa apa yang telah berhasil diraih oleh para akademisi kajian Bahasa Arab, masih jauh dari kata akhir. Di masa mendatang diharapkan kajian ini dapat lebih lebih populer lagi, mengingat bahasa tersebut merupakan salah satu bahasa dunia yang penting. “Yaa.. harapannya Bahasa Arab dapat menjadi kajian sekaligus piranti lunak untuk menggali lebih banyak lagi kajian-kajian, baik berbasis agama atau karya-karya intelektual lebih luas,” harapannya disampaikan melalui aplikasi Whatsapp (03/06).
Selain memberikan warna kebanggaan bagi segenap civitas IAIN Pontianak, penghargaan yang diperoleh Ustadz Yusuf dari Arab Saudi tersebut juga membuka peluang bagi para cendekiawan di Kalimantan Barat, khususnya IAIN, untuk dapat berpacu prestasi secara internasional. Kesempatan tersebut berarti pula sebagai pintu gerbang para intelektual lokal untuk berbicara lebih banyak di tengah-tengah masyarakat dunia, sekaligus menjadi penanda keruntuhan mitos “anak daerah yang minder”.