Oleh : Ma’ruf Zahran
Saat dahulu sebagian besar kesibukan mencari nafkah tidak melalaikan dengan dzikrullah. Berbanding lurus antara kesibukan dengan keinginan, semakin besar keinginan semakin besar pula kesibukan, menjadi sama antara manusia dan kesibukan tanpa jeda antara keduanya. Kesibukan telah banyak menyita waktu untuk mengejar mimpi dan harapan, meski kadang mimpi belum terwujud atau harapan telah kandas. Untuk bisa menilai diri dan kesibukan, manusia harus bisa keluar dari penjara waktu dan ruang (out of body). Roda kehidupan yang pasti telah Tuhan tetapkan dalam kalamullah suci surah Yasin (36) ayat 44: “Kecuali rahmat dari Kami supaya kamu dapat menikmati hidup (di dunia) sampai batas waktu yang Kami tentukan (ajal).”
Allah SWT telah memilihkan hari jumat untuk ummat berkumpul (Arab: jumu’ah). Setiap ada perkumpulan (jamaah) mempersyaratkan kehadiran imam (pemimpin), mursyid, murabbi, mu’allim, mudarris. Derajat sebutan tersebut semuanya disandangkan Allah Al-Jami’ kepada Muhammad SAW. Berdasarkan surah Al-Fath ayat 29: “Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersama dengannya … ” Muhammad Rasulullah SAW membersamai ummat Muhammad SAW, menyertai mereka di dunia dan di akhirat. Untuk ummat bisa membersamai dan berharap dekat dengan baginda SAW terlebih dahulu harus mengenal, menyayangi, mencintai. Konsep ini penting supaya ibadah terhantarkan bukan terlantarkan. Contoh membaca Al-Quran tetapi tidak bersalam-shalawat kepada siapa yang Allah SWT menurunkan Al-Quran, sungguh insan yang belum mengenal sang utusan, sang pemegang mandat kitabul Qur’an (shahibul Qur’an). Berterimakasih kepada utusan dari Allah SWT sama dengan berterimakasih kepada Allah SWT. Sebab baginda pembuka untuk mengundang kecintaan Allah SWT, memancing ampun dan keampunan Allah , keridhaan memasuki surgaNya. Sebagaimana yang telah Dia kalamkan: “Katakan (Muhammad), jika engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu, mengampuni dosa-dosamu, … ” (Ali Imran:31).
Kegunaan shalawat selain dapat mengundang cinta dan kecintaan Allah Al-Wadud, memancing ampun dan kemampuan Allah Al-‘Afuwwu. Bahkan, bisa memantik cahaya yang terang benderang dari Allah SWT AnNur, sebab hanya Muhammad Rasulullah SAW yang mewarisi secara sempurna dan kesempurnaan (kamaliyah) cinta, kasih, sayang, ampunan dan cahaya, Muhammad Wadud, Muhammad Rahman, Muhammad Rahim, Muhammad Nur, sebagai yang telah Allah SWT Jalla wa ‘Ala kalamkan: ” … Pada hari Allah tidak menghinakan Nabi (Muhammad) dan orang-orang yang beriman bersamanya, cahaya mereka memancar (terang benderang) di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka, do’a mereka adalah: Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.” (At-Tahrim:8).
Shalawat di hari jumat sangat berdimensi rohani, meta biologi dan meta fisika, sehingga shalawat terhubung ke hadirat Nabi Muhammad Rasulullah SAW dan surgaNya Allah Ar-Rahim berdasarkan surah AlFath ayat 29: ” … Dan janji Allah untuk orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (mengikuti Muhammad) bagi mereka sebagai ampunan dan pahala yang agung.” Selain shalawat kepada kekasihNya mendapat cinta, manfaat ampunan dan surga, shalawat juga memberi efek tenang (sakinah), pahala (tsawabah), kemenangan (fathah), seperti yang telah Allah SWT Al-Karim berfirman: “Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, maka Dia memberikan ketenangan (sakinah) atas mereka, dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (Al-Fath:18).
Shalawat kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW di hari jumat dan di bulan kelahiran junjungan alam semesta karena baginda dijunjung oleh penguasa alam, Allah Al- Karim, Allah Al-Jalil, memberikan karimNya kepada nabiyyul- karim (nabi mulia), Allah Al-Jalil memberikan jalilNya kepada nabiyyul-jalil (nabi agung), Dia telah memilih Muhammad SAW sebagai nabi pilihan (nabiyyul musthafa) SAW, Allah Al-Jamil (maha indah) telah menunjuk Muhammad sebagai keindahanNya, kecintaanNya (habibullah Al-Jamil). Karamah (kemuliaan), ‘aliyah (ketinggian), ‘adzimah (keistimewaan), hirmanah (kesenangan), sa’adah (kebahagiaan), salamah (kedamaian) telah Allah celupkan (shibghah) sepenuhnya kepada diri kecintaan junjungan alam semesta, habibi Muhammad SAW. Muhammad SAW adalah permata para nabi (zainal anbiya’), permata para hamba (zainal ‘abidin), permata para pencinta (zainal muhibbin), permata alam semesta (zainal ‘alamin).
Perundangan dan kenyataan bahwa Muhammad SAW yang disyahadati, disalam-shalawati dalam pembacaan dan perhatian keyakinan mengikuti sunnah-sunnah, rukun-rukun yang diajarkan mu’allim murabbi Muhammad SAW sang guru sejati tetap mengajar, tetap membimbing dengan ilmu, hikmah, ilham, warid, seperti yang sudah Allah SWT Al-Ahad wartakan dalam kalamullah suciNya: Dalam uraian bahwa Nabi yang baru datang itu, bahkan ditunggu-tunggu oleh bangsa Yahudi adalah banu Ismail, bukan banu Ishaq. Nabi Muhammad SAW terbit untuk meniadakan beban (‘adamul haraj) bahwa dunia bukan untuk mencari kesenangan, sebab kesenangan bukan di sini tempatnya, dunia adalah medan-medan musibah (maydanul bala’). Jika engkau mencari keceriaan dunia, rundung malang yang engkau dapat. Kelahiran Muhammad untuk menghapus kesedihanmu, luka lara, duka cita (‘adamul haraj) dalam firman: “Tidak ada keberatan Nabi (Muhammad) menerima putusan Allah untuknya, … ” (Al-Ahzab:38). Lalu dalam surah Al- A’raf ayat 157: ” … Meringankan beban dan belenggu kehidupan mereka, saling menguatkan, saling menolong …” Demikian pula dalam surah Al-Fath ayat 1-5 yang berintikan ketibaan Muhammad SAW adalah sang pembuka peradaban, kemenangan yang nyata, pengampunan Tuhan, penyempurnaan anugerah Allah SWT, bimbingan ke jalan yang lurus, pertolongan yang kuat (nashran ‘aziza), ketenangan (sakinah), keimanan dan surga (jannah). Kemudian di dalam surah Al-Insyirah ayat 1-8 merupakan realisasi fungsi-fungsi kenabian (the reality of prophetic functions) yaitu:
1. Melapangkan dada.
2. Menurunkan beban.
3. Meninggikan sebutan.
4. Optimis.
5. Optimis lagi.
6. Etos dan etis kerja.
7. Kembali kepada Allah SWT dalam berpengharapan kepadaNya.
Demikian kunci-kunci kelapangan (syarah) yang telah dibuka Muhammad SAW di dalam perkenan Tuhan. Kejujuran shalawat (shalawat yang berintegritas) adalah target capaian membuang kesesakan dada dari ummat dan memberikan mereka keceriaan berupa agama Islam yang melapangkan kesempitan dada (yasyrah shadrahu lil islam), menghilangkan beban derita kehidupan yang mereka pikul (‘adamul haraj), optimis dan optimis, membangun etos kerja dan membina etis kerja, tawakal dan ridha. Ternyata pemahaman, perenungan dan penerapan shalawat telah mengalami perluasan, pendalaman, pengayaan makna. Terus digali hikmah dan hilim shalawat yang pada setiap hari jumat baru sebatas ritual bacaan yang meritus, baru sekedar senandung rutin shalawat yang merutin, baru sekedar pragmentasi shalawat saja. Tidak salah, tetapi masih banyak pasar- pasar budak dan perbudakan yang terjadi di perusahaan, perkantoran, perkampusan, persekolahan yang menjelma dalam hubungan feodal, kolonial, imperial. Ternyata, shalawat tidak sekedar ritme lagu yang digubah, tetapi di dalam kantor, kampus, sekolah nilai-nilai shalawat berupa nabi yang membebaskan telah lama tidak disyahadati dan tidak dishalawati. Mudahan opini jumat kali ini dapat membuat saya dan semua ummat Muhammad SAW berubah menuju ke arah yang lebih ashlah. Insya Allah.