KARAKTER PANDIR ATAU AHLI?

Oleh: Ma’ruf Zahran

SEPINTAS, sulit hanya sekedar guna membedakan eksistensi pandir atau ahli, dan memisahkan karakter keduanya. Sebab, keduanya sama-sama menggunakan ruang publik atau mimbar umum (public speaking). Meskipun demikian bukan berarti kedua tipikal mereka tidak bisa dikenali, dua hal yang bisa dijadikan alat pengenal adalah perkataan dan perbuatan mereka.Konsentrasi apa yang mereka tampilkan dalam bentuk pikiran dan perasaan, serta apa yang menjadi fokus kesukaan (hobi), arah bacaan, tulisan serta obrolan ringan mereka. Sebab perkataan dan perbuatan telah menjadi sifat yang menggadai diri mereka (kullu syai’ bima kasaba rahin).

Science Islam memberikan perhatian besar terhadap persoalan jati diri, ibarat hutan belantara yang belum banyak dijamah oleh para ilmuwan. Disamping medan langka, juga observasinya melakukan mata rasa (irfan), bukan mata logika, apalagi mata indera.

Sebab dalam lipatan ada lipatan, dalam bilik ada bilik, di atas tingkat ada tingkat (jannah mabniyyah). Puncak kearifan (Latin: summum-bonum) sampai tidak bisa lagi didengar, tidak bisa lagi dilihat, tidak bisa lagi dikata (la sama’ wala basar wala kalam). Bila telah menyatu, tidak bisa lagi diaku (tat wam asi). Namun tampak dalam wujud perilaku-nya adalah lemah lembut dan anti kekerasan (a-himsa). Apa yang keluar menunjukkan apa yang ada di dalam. Falsafah kendi dan isi air yang ada di dalam kendi tersebut. Telaga mata air orang-orang shalihin adalah kasih-sayang yang sangat, niscaya yang mengalir adalah perilaku kasih-sayang. Jiwa para nabi dan para wali kekasih Tuhan, walau mereka tersembunyi (mastur), tetapi kelahiran dan kehadiran mereka ditunggu alam. Sebab dalam jiwa mereka tersimpan keyakinan kepada Nur Muhammad. Nur Muhammad yang tiada lain adalah induk semua ruh kasih sayang (ruh rahmah ‘ammah). Memberikan kehangatan saat alam membeku, mengantar hujan pada bumi yang tandus, memberi kegembiraan saat alam berduka, sebagai fungsi dari banyak fungsi Nur Muhammad yang menjadi hakikat utusan Tuhan. Itulah orang yang berjiwa besar (maha atma), kitab suci menyifati mereka dengan ulul arham.

Tidak berat sebelah, Nur Muhammad paling berani saat menghadapi musuh di medan tempur. Namun rendah hati, lemah lembut dan kasih sayang kepada kaum beriman. Nur Muhammad rukuk dan sujud kepada Tuhan. Nur Muhammad yang mencari keridaan dan karunia Allah, pasti ketemu. Sebab Allah mengenal Muhammad, dan Muhammad mengenal Allah. Tanda-tanda umat Muhammad tampak dari bekas sujud. Demikian contoh mereka di dalam Taurat dan contoh mereka di dalam Injil (baca: Al-Fath ayat 29).

Bila saat ini hijab belum tersingkap, artinya masih ada dusta dicelah-celah perkataan dan perbuatan, sebab Nur Muhammad shiddiq belum dibuka. Bila kini masih ada belum amanah dan ada perasaan takut bertindak amanah, takut bersaksi benar, karena Nur Muhammad amanah belum full diisi. Ketika hari ini masih banyak yang disembunyikan (kitman), menyembunyikan kebenaran, menyelewengkan sumpah jabatan dan menyalahi janji publik, serta ikutan kejahatan lainnya yang berfaktor. Faktor penyebab utamanya adalah masih memandang kerugian saat keterbukaan disampaikan (tabligh). Takut ancaman bagi keterbukaan edukasi, health and press menandakan Nur Muhammad tabligh belum dirasakan, atau terapi pengobatan Nur Muhammad tabligh yang tidak maksimal. Tahun ini, bilakecerdasan berpikir belum menemukan terang-Nya, dan kecerahan perasaan belum terbit keindahan-Nya, berarti Nur Muhammad fatanah belum bersinar.

Karakter pandir sekarang banyak berkeliaran, namun pandir tanpa ilmu. Faktanya, bila diajak diskusi mereka tidak mau. Kalau-pun mau, isinya bukan diskusi, malah caci-maki melulu. Menyalahkan kondisi, menyalahkan orde, dan seterusnya. Lebih parah, saat si-pandir mencari si-kambing hitam.

Sejak smartphone ini booming, jamak bermunculan para pandir. Kondisi tidak boleh disalahkan, selain sebab eforia pasca covid-19, juga kesempatan terbuka untuk menyalurkan hasrat ke dalam layar yang ditonton oleh enam milyar penduduk bumi. Kehendak zaman yang Tuhan jadikan ujian bagi manusia, sehingga sebagian mereka menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Atau, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.

Waktunya telah tiba, saat sulit mencari kejujuran dan setia dalam ber-amanah. Lalu, pandir apakah sama dengan ruwaibidhah? Ikuti ulasan Nabi Muhammad SAW. Hadis dari Ibnu Majah (4023), Ahmad (7571), Al-Hakim (8708), bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya (pengkhianatan). Pendusta dibenarkan, pengkhianat diberi amanah. Pengkhianat dipercayai, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada masa itu ruwaibidhah berbicara (memegang kendali). Para sahabat bertanya: Apakah ruwaibidhah itu? Nabi menjawab: Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan orang banyak.” Sungguh benar Rasulullah SAW yang mulia dalam sabda.Kami menyaksikan, mengimani dan mensyukuri kedatangan Rasulullah SAW. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara alam semesta.

Ruwaibidhah adalah mereka berhenti belajar, berhenti berproses untuk menjadi baik. Status pensiun dari belajar menimba ilmu di telaga guru tidak dikenal oleh Islam. Hidup seorang manusia, bukan sekedar menarik napas dan menghembuskannya, hidup demikian setara dengan flora dan fauna. Flora bernapas, namun statis (no-mobile), sedangkan fauna bernapas dan dinamis (mobile), melainkan dalam meliu yang terbatas. Manusia tidak sekedar demikian, kecuali harus belajar dan belajar, lagi-lagi belajar. Wallahu a’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *