KEMATIAN YANG MEMBAHAGIAKAN AKAN INDAH PADA WAKTUNYA

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Kematian yang menyenangkan (rest) adalah dambaan setiap orang (husnulkhatimah). Namun, apakah semua orang dapat menggapainya? Tidak, tidak hanya kematian, kehidupan-pun sangat bergantung kepada rida Allah, Tuhan pemegang kunci hidayah, dan Tuhan pemegang kunci iman-tauhid. Siapa yang diberi Allah petunjuk (hidayah), maka tidak ada seorang-pun (di dunia ini) yang sanggup menyesatkan-nya. Dan siapa yang telah disesatkan, maka pasti, dia tidak mendapati seorang penolong yang sanggup memberi petunjuk (baca Al-Kahfi:17). Ayat ini diturunkan kepada Rasul Muhammad perkenaan dengan tujuh pemuda gua (ashabul-kahfi). Pemuda yang mempertahankan keyakinan iman-tauhid (Magdalena cs) ketika berhadapan dengan Raja Dikyanus (penyembah berhala). Fakta sejarah ini terjadi pada tahun 100 Masehi, di sekitar Yordania. Akhirnya, kematian tujuh pemuda, adalah kematian yang diberkati Tuhan (husnul-khatimah). Sebab, mempertahankan iman-tauhid, saat sebagian besar umat mempersekutukanNya.

Jangan sampai terlambat dalam menyambut seruan iman-tauhid. Jangan seperti orang-orang yang durhaka, saat napas sudah berada di tenggorokan. Keimanan ditolak, ketaubatan ditutup. Iman mereka ditolak, bila dahulu mereka tidak beriman, atau tidak berbuat baik dalam keimanan (lam takun amanat min qablu, aukasabat fi imaniha khaira). Atau, penyesalan saat kedatangan hari kiamat dengan satu teriakan dahsyat, sedang mereka berada dalam perdebatan, berbantahan, pertengkaran (baca Yasin:49).

Saudara yang menyesali saudaranya, seorang kaum yang menyesali kaumnya. Karena kaumnya tidak beriman. Kaumnya menyembah yang selain Allah, sungguh selain Dia (berhala), tidak sanggup menolong sedikitpun. “Dikatakan, masuklah ke surga, dia menjawab, oh … Alangkah baiknya, sekiranya kaum-ku mengetahui. Bahwa Tuhan-ku telah mengampuni-ku dan menjadikan-ku termasuk orang-orang yang dimuliakan.” (Yasin:26-27). Bukankah, sudah berulang-kali, Tuhan memperingatkan tentang kehidupan (kelahiran) dan kehilangan (kematian). Tentu, kita telah sering menghadiri acara aqiqah (kelahiran) dengan bertahniah, dan bertakziah untuk melayat yang telah wafat. Ayat demi ayat, Dia paparkan untuk diambil pelajaran. “Manakala sampai kepada mereka, keterangan demi keterangan (ayat dari ayat-ayat Tuhan mereka), kecuali mereka selalu dalam keadaan berpaling.” (Yasin:46). Malam, siang, laut, darat, bumi, langit, adalah tanda dari tanda-tanda kebesaran-Nya. Lalu, kenapa gerangan manusia bisa dipalingkan dari ajaran iman-tauhid?

Pada hari akhir itu, dan di dunia ini, dalam keyakinan tidak boleh bersifat netral. Sebab, ranah tauhid tidak boleh bercampur dengan ranah syirik. Mereka yang berat timbangan amal kebaikan (tsaqulat mawazinuhu) akan berakhir pada kehidupan yang baik di surga. Sedang mereka yang ringan timbangan amal kebaikan (khaffat mawazinuhu), akan dilemparkan ke neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah dia (Hawiyah) itu? Api yang sangat panas (baca Al-Qari’ah:6-11). Kelak, di akhirat, kaum musyrik ditanya tentang ketuhanan yang jamak mereka persekutukan. Mereka akan ditanya satu-persatu, dalam firman: “Kemudian Allah menghinakan mereka pada hari kiamat. Seraya Tuhan bertanya: Dimana sekutusekutu-Ku? Karena membela-nya, kamu memusuhi Nabi dan orang-orang beriman. Orang-orang yang diberi ilmu berkata: Sungguh pada hari ini (kiamat), ditimpakan kehinaan siksa kepada orang-orang yang ingkar.” (An-Nahl:27).

Sebelumnya, mereka kaum musyrikin telah merasakan kesakitan saat kematian mereka. Malaikat bawakan mereka api yang panas, dari api neraka Jahannam. Mereka mati, saat sedang berbuat zalim (mempersekutukan-Nya), mereka berbuat aniaya kepada diri mereka sendiri.

Mereka membuat kebohongan tentang Allah, seakan mereka Rasul, padahal Rasul palsu. Tidak segan-segan mereka mengaku mendapat mandat dan kuasa mutlak untuk memasukkan seseorang ke dalam surga atau neraka. Kelak, mereka akan diadili di hadapan Tuhan, dan tidak ada seorang penolong dan pembela. Roh mereka meronta, tangan dan punggung mereka dipukul malaikat. Sambil dikatakan: “Keluarkanlah nyawa-mu.” Pada hari ini, kamu akan dibalas dengan siksa yang menghinakan. Sebab, kamu mengatakan perkataan yang tidak benar tentang Allah, dan kamu bersikap sombong terhadap ayat-ayat-Nya (baca Al-An’am:93).

Sebaliknya, indah pada saatnya, kematian bagi mereka yang bertaubat. Pertaubatan untuk Allah, walau mereka dahulu pernah berbuat dosa. Sekarang dan sampai akhir hayat menemui Tuhan-nya (liqa-a rabbihi), mereka berada dalam pertaubatan, iman, dan amal saleh. “Kecuali, orang-orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh. Niscaya kejahatan mereka telah diganti Allah kebaikan. Allah maha pengampun, maha penyayang.” (Al-Furqan:70).

Orang yang bertakwa selalu terfokus pada kebaikan. Segala puji bagi Allah dalam kebaikan pada semua kondisi (alhamdulillah ‘ala kulli hal). Berbaik sangka sajalah kepada-Nya (husnudz-dzan billah) tentang kehidupan dan kematian, tentang kesehatan dan kesakitan. Negeri akhirat, lebih baik bagi orang yang bertakwa, serta surga Aden tempat kediaman yang indah. “Surga-surga Aden yang mereka masuki, mengalir sungai-sungai dibawahnya. Didalamnya mereka mendapat apa yang mereka minta. Demikian Allah memberi balasan (surga Aden) untuk orang-orang yang bertakwa.” (An-Nahl:31).

Jelas, tidak tertutupi lagi kebenaran tauhid, dan kesesatan syirik. Agama tidak mendung dan bukan berawan hitam. Tegas, mana yang takwa, dan mana yang durhaka. Allah berfirman dengan firman yang benar. “Adapun orang-orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik. Para malaikat mengatakan, “salamun ‘alaikum,” kesejahteraan untuk-mu. Masuklah ke dalam surga, karena apa yang telah kamu kerjakan.” (An-Nahl:32).

Jadi, kematian dengan dua kondisi yang berbeda, membahagiakan (indah), dan menyengsarakan. Dua cara kematian yang berbeda, satu disambut, dan yang satu lagi direnggut. Jangan sekali-kali menyatukan tauhid dengan syirik di rumah hati. Hati mukmin adalah Baitullah, rumah Allah yang wajib dibersihkan. Bersihkan rumah-Ku dari kesyirikan. Sebab rumah-Ku, tempat salat dan tawaf, rukuk dan sujud. Berhati-hatilah dengan hati, keadaan tauhid dengan tauhid berhukum tauhid. Keadaan syirik dengan syirik berhukum syirik. Awas! Keadaan syirik yang bercampur dengan tauhid, niscaya berhukum syirik. Wallahua’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *