Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Setiap orang tergadai dengan perbuatan mereka, tanpa terkecuali. Sungguh, diri sendiri yang berbuat pasti diri sendiri yang memikul. Artinya, setelah jiwa tergadai dengan perbuatannya (kullu nafsin bima kasabat rahinah). Rahin (diri yang tergadai), bila baik adalah malaikat yang menjadi sahabat. Sungguh malaikat hamalatul ‘arsyi (pemanggul arasy) telah aktif mendoakan keselamatan, memohonkan ampunan bagi orang-orang mukmin.
Dalam firman Tuhan: “Malaikat pemanggul arasy yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohon ampunan untuk orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan jalan orang-orang yang mengikuti agama-Mu. Dan peliharalah mereka dari siksa neraka. Wahai Tuhan kami, masukkan mereka ke surga Aden yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan orang-orang saleh diantara nenek moyang mereka, pasangan dan keturunan mereka. Sungguh, Engkau maha perkasa, maha bijaksana. Dan peliharalah mereka dari bencana kejahatan. Siapa yang telah Engkau selamatkan pada hari itu (kiamat), maka sungguh, Engkau telah menganugerahkan rahmat kepadanya. Dan demikian itu, kemenangan yang agung.” (Fathir:7-9).
Adapun rahin (diri yang tergadai dengan amal) bila amal jahat, wujudnya adalah iblis dan syaitan. Amal (perbuatan) manusia menjadi sahabat dan sahabat menjadi amal (perbuatan) manusia. Apa yang tidak lari di dunia dan di akhirat adalah diri sendiri. Ayah akan lari anaknya, anak akan lari dari ayahnya. Suami akan lari dari istrinya, istri akan lari dari suaminya. Takut untuk dituntut dan takut untuk menuntut, sebab setiap manusia memiliki dosa dan kesalahan masing-masing. Takut untuk menagih dan takut untuk ditagih, karena keduanya sama berdosa, takut untuk menghujat dan takut untuk dihujat, sebab tidak ada manusia suci dalam agama, walaupun dia pemimpin masjid. Tidak ada manusia yang bersih dari dosa di hadapan Tuhan, walaupun dia pendakwah (missionaris) agama.
Manusia yang baik berada dalam asuhan malaikat, manusia yang jahat berada dalam asuhan syaitan. Derajat manusia yang paling takwa berkedudukan di atas malaikat, dan derajat manusia yang paling rendah adalah lebih hina daripada syaitan. Syaitan akan membongkar kedok dan tipu-daya mereka kepada manusia nanti. Nanti pada hari ketika semua pengadilan usai gelar perkara dan usai penetapan hukum.
Pengakuan jujur syaitan dinyatakan dalam kitab terjaga. Surah Ibrahim (14) ayat 22: “Dan syaitan berkata ketika pengadilan akhirat telah selesai digelar. Berkata syaitan, ujarnya: Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada-mu janji yang benar. Dan aku-pun (syaitan) telah menjanjikan kepada-mu, tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadap-mu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu, lalu kamu memenuhi seruan-ku. Sebab itu, jangan engkau menghina-ku, tetapi hinakanlah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolong-mu, dan kamu-pun tidak dapat menolong-ku.”
Jiwa (roh) yang wajib dipentingkan dalam kajian. Bahwa roh ketika berpisah dengan jasad, jadilah mayat. Mayat artinya bangkai, meski bangkai (jasad yang telah terpisah dari roh), namun pernah ditempati roh ilahi yang tidak lain adalah nur Muhammad, maka jasad dimuliakan. Maksud dimuliakan adalah jasad dimandikan, dikafan, disalatkan dan dikubur. Mayat tersebut dinamai jenazah, fardu kifayah menjadi hukumnya. Kerap kali diperingatkan Tuhan tentang berhati-hati dengan jiwa (roh) yang ada di dalam, bukan di luar. Peringatan dini dalam firman-Nya sudah banyak Dia tebarkan.
Maksudnya, orang-orang yang berbuat baik akan menyesal dan orang-orang yang berbuat jahat akan menyesal, mereka ingin ditangguhkan waktu antara kehidupan dengan kematian dalam penangguhan masa yang sangat lama. Namun Tuhan peringatkan diri-Nya yang selalu hadir pada diri manusia. Kehadiran Tuhan pada setiap keadaan taat, maksiat, nikmat (musibah yang menyenangkan) dan bala’ (musibah yang tidak menyenangkan). Menyenangkan atau tidak menyenangkan tatkala manusia menjadikan napsu sebagai parameternya. Dalam kalam terpelihara lagi terpercaya dituliskan: “Pada hari ketika setiap jiwa mendapatkan balasan atas kebajikan yang telah dikerjakan dihadapkan kepada-nya, demikian pula kejahatan. Dia berharap sekiranya ada jarak yang jauh antara dia dengan hari kiamat. Dan Allah memperingatkan kamu kepada diri-Nya. Dan Allah maha peduli (merawat) hamba-hambaNya.” (Ali Imran:30).
Ayat ini memperingatkan amal kebaikan dan amal keburukan masih menakutkan. Buktinya, mereka masih berharap waktu yang panjang sebagai pemisah antara diri dengan Tuhan. Orang taat belum puas dengan ketaatan-nya, orang durhaka belum puas dengan kedurhakaan-nya. Sebab masih menjadikan taat sebagai sekutu bagi Allah SWT. Pelaku durhaka masih menjadikan kedurhakaan sebagai sekutu bagi-Nya. Artinya, Tuhan tidak mau dipersekutukan dengan pahala, tidak mau dipersekutukan dengan dosa, nikmat dan bala’.
Kenyataan itu, Tuhan firmankan: “Dan pada hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua (manusia dan jin), kemudian Kami berfirman kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah: Dimana sesembahan-mu yang dahulu engkau sangka (sebagai Tuhan atau sekutu-Nya)? Kemudian tidak ada jawaban mereka melainkan alasan kebohongan: Demi Allah, wahai Tuhan kami, tidaklah kami mempersekutukan Allah. Lihatlah, bagaimana mereka berbohong terhadap diri sendiri dan sesembahan yang mereka ada-adakan dahulu (di dunia). Sekarang (di akhirat), tuhan yang mereka persekutukan telah hilang dari mereka.” (Al-An’am:22-24).
Paradigma (cara pandang) terhadap empat medan ujian jiwa (mayadinunnufus) yaitu perilaku taat, maksiat, nikmat, bala’ harus dengan cara pandang (syuhud) tauhid. Bagaimana cara pandang tauhid terhadap perbuatan taat, maksiat, nikmat dan bala’. Bukan-kah keempatnya bersumber dari asal yang esa (wahhada, yuwahhidu, tawhid).
Hakikat syuhud mengajarkan: “syuhudul wahdah fil kasrah, syuhudul kasrah fil wahdah.” Pandanglah yang satu (esa) didalam yang banyak (jamak), pandanglah yang banyak (jamak) didalam yang satu (esa). Paradigma tauhid merupakan pandangan yang tidak goyah di dunia dan di akhirat.
Telah Tuhan ciptakan semua yang ada di alam saling berpasangan dan yang tidak berpasangan hanya sang esa, Allahuahad. Dalam firman: “Katakan (Muhammad) Dia Allah esa. Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada satupun yang sama dengan-Nya.” (Al-Ikhlas:1-4). Sedang selain Dia adalah makhluk, hatta nabi dan malaikat seluruhnya. Kitab suci yang terjaga sudah memaklumkan: “Maha suci Allah yang menciptakan semuanya berpasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan bumi, dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Yasin:36). Wallahua’lam.