MUHAMMAD NABI KEKASIH SELURUH ZAMAN

Oleh : Ma’ruf Zahran Sabran

Betapa tidak, sosok pribadi yang sangat mengagumkan sampai tidak dapat dijelaskan kepribadian agung-nya, kecuali sedikit. Kenapa gerangan, tidak berlebihan sekira Aisyah menyebut beliau: “Wakana shallallahu ‘alaihi wasallama khuluquhul Qur’an” (dan adalah keadaan Rasulullah SAW akhlaknya Alquran). Menunjukkan dipandang dari sudut manapun, baginda adalah mulia dan menjadi kunci dari semua kepribadian terpuji.

Nabi Muhammad diikuti oleh empat sahabat besar. Keempatnya berwatak berbeda. Namun mereka satu di hati Nabi. Sebab, baginda sangat perasa, dan bela rasa. Faktanya, kita mengenal Abu Bakar Ash-Shiddiq, beliau adalah sosok pribadi pengkagum Muhammad bin Abdullah, walau tanpa bukti. Belum baginda Nabi Muhammad SAW berkisah tentang perjalanan malam sampai ke langit, terus menghadap Tuhan. Abu Bakar Ash-Shiddiq sudah membenarkan. “Lebih dari pada itu-pun, aku membenarkan, jika keluar dari lisan Muhammad.” Kunci kepribadian Ash-Shiddiq adalah membenarkan Muhammad. Ash-Shiddiq menjadi karakter utama-nya.

Sahabat Abu Bakar, demikian pula sahabat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Ketiganya memiliki kepribadian yang berbeda. Umar adalah tipe pemberani, tidak ada manusia yang ditakutinya. Sifat Alqahhar sangat menyatu pada diri-Nya, menjadi kedirian esa. Atau, Qahhar (kekuatan) sahabat Umar tidak berselisih lagi dengan yang lain, kecuali esa.

Sahabat Usman bin Affan sangat pemalu, penyayang, penyantun, pemurah. Ternyata, sifat malu (alhaya’) adalah induk keimanan. Alhaya’ sanggup memantik menjadi orang yang arif, teliti, sabar, syukur, ridha. Pada masanya, Alquran dibukukan sehingga menjadi mushaf dengan gaya tulisan (rasam) usmani. Sedangkan sifat sahabat Ali bin Abi Talib adalah pemuda berilmu dan ksatria. Sehingga tidak berlebihan, bila Rasulullah SAW bersabda: “Ana madinatul ‘ilmi, wa ‘Aliyyun babuha” (aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya).

Lebih dari itu semua, Rasul sangat memikirkan umat, sampai beliau lupa memikirkan diri sendiri. Masalah umat, terbawa di dalam jaga, dan terbawa ketika tidur. Menginginkan umat selamat dunia dan akhirat. Sehingga terkesan beliau tidak sabar untuk mengajak semua umat memasuki pintu kedamaian, keselamatan. Sangat berat beban yang ditanggung (Muhammad) memikirkan-mu (umat manusia). Supaya kamu beriman dan berislam. Adalah dia (Muhammad) sangat penyantun dan penyayang untuk orang-orang mukmin (buka Attaubah:128). Ada pula ayat dalam Alquran yang menegur Nabi Muhammad tentang batas kewenangan beliau dalam penyelamatan, hidayah dan irsyadah. Bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ucapan orang-orang yang ingkar. Jangan engkau (Muhammad) bersedih dari ucapan mereka, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. Jangan sesak dadamu terhadap rencana jahat mereka. Dan masih banyak lagi, ayat-ayat yang membujuk Nabi supaya bersabar.

Mengapa demikian, Nabi Muhammad menanggung semua beban umat. Mengapa beliau mau, sebab beliau tercipta separuh dari Nur Muhammad. Separuh lagi dibersihkan, disucikan hati beliau dengan dua kali operasi. Membuang sifat buruk, dan watak jahat. Diisi dengan iman, ilmu, hilim, hikmah.Tembus cahayanya kepada semua umat, tembus cahayanya kepada Tuhan sebagai fungsi utusan resmi dari Tuhan, dan penyampai doa dan hajat umat kepada Rab.

Batas kewenangan Nabi Muhammad adalah menyampaikan risalah dengan jelas (balaghul-mubin). Tuhan ingatkan: Muhammad, engkau bukan seorang pemaksa (wa ma anta ‘alaihim bijabbar). Penganugerahan petunjuk, semata-mata dari Allah. Siapa yang diberi petunjuk, maka tidak ada yang sanggup menyesatkan. Dan siapa yang disesatkan, sungguh dia tidak memiliki seorang penolong-pembimbing. Betapa kuat sifat Allah Al-Jabbar (pemaksa), Al-Qahhar (perkasa). Tanpa ada seorangpun yang sanggup mendikte Dia, walau Muhammad sekalipun. Betapa kokoh Dia (Al-Matin) yang tak tergoyahkan, hatta oleh Muhammad. Betapa mulia karena kemurahan-Nya yang tiada berbatas (Al-Karim, Al-Wasi’). Karena itu, Tuhan amanahkan kepada Muhammad menjadi teladan sepanjang masa, cahaya seluruh alam, kekasih semua zaman. Menjadi patron (contoh) dalam bertuhan (vertikal) dan beragama (horizontal). Dalam firman Tuhan: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada pada ketinggian (teratas) dalam akhlak yang agung.” (Al-Qalam:4).

Mengutip wejangan guru tentang mencintai Allah dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW) harus diatas segala cinta. “Tidak beriman seseorang diantara kamu, sehingga aku (Rasulullah) lebih dicintainya dari pada hartanya, keluarga, kedua orang tuanya dan seluruh manusia.” (Hadis Riwayat Muslim). Bahkan dari pada dirinya sendiri. Mungkinkah mencintai Rasulullah yang tidak dikenal? Ternyata, titisan Nur Muhammad Rasulullah terdapat pada setiap diri, lebih dekat. Rasulullah didalam diri, bukan diluar diri. Berdasarkan firman Tuhan: “Dan ketahuilah oleh kamu semua, sungguh yang ada didalam diri-mu adalah Rasulullah.” (Alhujurat:7). Ada apa didalam diri yang insan terhadir Rasulullah? Tuhan terangkan: “Sungguh telah tersedia pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik. Bagi mereka (diri) yang mengharap rahmat Allah dan beriman kepada hari akhirat, serta mereka banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab:21).

Tiga syarat tersebut harus terpenuhi, bila ingin Nur Muhammad senantiasa bersama umat Muhammad. Surah Al-Fath:29 telah dengan jelas mencirikan umat yang bersama dengan baginda. Dan baginda membersamai mereka. Umat yang harus ikut Muhammad. Muhammad bin Abdullah mengikuti Nur Rasulullah Muhammad, Nur Rasulullah Muhammad ingin kembali kepada Rab. Jawablah pertanyaan ini, bila benar, benarlah anda dalam banyak hal. Ibarat mana yang benar, kayu ikut meteran, atau meteran ikut kayu?

Maka, hakekat mencintai diri tulus adalah mencintai Rasulullah. Hakekat mencintai harta, keluarga, orang tua, guru adalah mencintai Rasulullah. Maksudnya Nur Rasulullah yang ada pada setiap kehidupan yang meliputi, memehuhi luar dan dalam diri. Keadaan yang selalu bersama dan tidak terpisahkan.

Sebab, Rasulullah dibangkitkan dari dalam diri masing-masing alam, dan bagian dari mereka, kaumnya (ba’atsa fil ummiyyina rasulam-minhum). Rasul (utusan) diri bertugas sebagai selalu membacakan kepada mereka ayat-ayatNya (yatlu ‘alaihim ayatihi). Rasul (utusan) yang menyucikan jiwa mereka (wayuzakkihim). Rasul (utusan) yang mengajarkan kepada mereka Alkitab (Alquran) dan hikmah (sunnah). Sungguh keadaan mereka dahulu berada dalam kesesatan yang nyata (buka Aljumu’ah ayat 2).

Apa yang dibawa dan dititipkan oleh Rasulullah kedalam setiap diri. Rasulullah (utusan Allah) membawa keimanan dan keislaman. Keimanan adalah percaya, percaya merupakan syarat pertama cinta. Cinta adalah saling percaya, bukan curiga. Sebab itu, curiga kepada Tuhan adalah sebab (faktor) saling memercayai. Ketika sudah saling memercayai, niscaya hilang status Tuhan dan status hamba. Beda Tuhan dan hamba merupakan entitas perbedaan aktual (diferensial). Diferensial adalah entitas keterbelahan, keterangan, keterjauhan. Sehingga harus diseru, karena entitas yang sangat jauh.

Agama damai menjadi inti penyerahan diri, total masuk (entry totally) ke dalam Tuhan. Meski, apapun istilah turunan katanya (derivative) seperti kebaikan (ihsan), damai (islam), koheren dengan lingkungan (ma’ruf), kebaikan universal (khaira), kemurnian (ikhlas), kemurahan, belas-asih (sakha’), kelapangan (samhah), kemudahan (sahlah), keluasan (wasi’ah). Mengusung nilai-nilai kebersamaan dalam wadah bumi yang satu adalah tugas dan tanggungjawab kolektif. Dan Kami tidak akan mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk seluruh manusia (wama arsalnaka illa kaffatal-linnas).

Agama cinta adalah ketulusan beriman kepada Allah dan Rasulullah tanpa curiga kepadakeduanya. Bukan-kah Nur Muhammad sudah dibangkitkan (ba’atsa) sebelum alam ini maujud. Cahaya (nuriyah, nora) Muhammad yang menampakkan semua yang tidak tampak, melahirkan semua yang lahir (kullu maulud yuladu ‘alal fitrah). Fitrah (kehidupan semula jadi) merupakan nama lain dari nuriyah. Nuriyah pasti terhubung dengan Ahadiyah. Artinya, nuriyah mengambil konsep atau jalan spiritualitas. Nuriyah ketika menampakkan (Arab:dzahir) diri adalah diri sifatul ‘ulya (sifat yang tinggi),  asmaul husna (nama yang indah), af’alul khaira(perbuatan yang baik), dzatul haqqa (zat yang benar). Lalu, siapa yang empat ini, itu Nur (nora) Muhammad. Rasulullah, shifatullah, haqqullah, dzatullah, mukhtarullah, habibullah.

Tugas agama adalah membuang beban di pundak kaum beriman. Dengan catatan, terlebih dahulu masuk ke dalam rumah keselamatan tanpa protes. Sebab sudah memercayai Tuhan dan Rasul-Nya, Alwakil. Namun, sebelum masuk ke dalam keselamatan, pasti ada jalanjalan lain berupa langkah demi langkah syaitan yang jangan dituruti. Sebab, dia (syaitan) bagimu adalah musuh yang nyata (buka Albaqarah ayat 208).

Problem hari ini, banyak umat belum beragama, banyak umat belum masuk ke dalam keselamatan Tuhan, sekadar baru di luar dan hanya pengakuan. Namun tidak diakui oleh sang pemilik agama yang esa (maliki yaumid-din). Agama sebatas menjadi formal-ritual saja. Tidak menembus ke relung hati, hanya kering di kulit ari. Menjadi keringat, berbau lalu pergi dan hilang. Fenomena beragama hari ini, kitab suci Alquran dibaca, dilagukan tidak menyentuh rasa, habis diujung mulut saja. Baik yang membaca maupun mendengar sama-sama mendapat kutukan. Bukan semakin dekat dengan Tuhan, melainkan semakin jauh (illa bu’da).

Meracik satu persatu item agama bersama kajian guru. Berikat-simpul bahwa ajaran agama masih banyak dianggap kewajiban (beban-berat). Artinya, ada yang diwajibkan dan ada yang mewajibkan. Kapan Tuhan mewajibkan dan kapan Tuhan diwajibkan. Kewajiban mengisyaratkan sifat takut dan harap. Harap surga, takut neraka. Harap pahala, takut dosa. Lalu kemana Tuhan Allah yang sering disebut-sebut? Atau ibadah dianggap kebutuhan, artinya ada yang dibutuhkan dan ada yang membutuhkan. Kebutuhan mengandung makna Tuhan memerlukan sembah, dan hamba diperlukan menyembah. Bila salat, puasa, zakat, haji, umrah, diartikan kenikmatan. Maksudnya, ada yang menikmati dan ada yang dinikmati. Pola barter yang tidak pantas disandangkan untuk-Nya. Berserah diri, lepaskan beban, seperti Muhammad melepaskan dan memusnahkan berhala (materi sesembahan). Tujuan agama sejalan dengan maksud Muhammad, membebaskan perbudakan materi dan non materi (buka Alhaj:78). Agama tidak membuat seseorang terbebani, bahkan membuang beban (‘adamul-haraj). Lalu, menyedikitkan kewajiban (taqlilut-takalif), dan bijak dalam pemberlakuan hukum berbasis kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah). Bertahap dalam proses pelaksanaan hukum (attadrij fit-tasyri’).

Dalam sejarah, Nabi Ibrahim memusnahkan patung bagian dari metafor memusnahkan berhala diri. Definisi berhala adalah sesuatu yang tampak dan tidak tampak lalu disembah. Kemudian dipuja-puji, ditangisi dan mintai pertolongan. Berhala yang menjelma dalam nama, sifat, zat dan perbuatan bagi sesuatu. Kemudian, apakah sesuatu yang menjadi nama itu disembah? Nama menyembah nama, af’al menyembah af’al, sifat menyembah sifat, zat menyembah zat. Berhala dalam empat sebutan, istilah, pangkat yang dirobohkan Nabi Ibrahim. Lalu diikuti oleh keturunan beliau, Nabi Muhammad bin Abdullah (lahir Mekah, wafat Madinah). Penghancuran berhala saat peristiwa pembebasan kota Mekah (tahun 12 H).

Kebenaran agama murni (pure religion) adalah saat Nabi Ibrahim tidak mampu menunjukkan wujud Tuhan dalam bentuk benda (materi). Lalu Namrud membuat patung besar diantara patung-patung kecil. Saat Nabi Musa tidak sanggup menghadirkan Tuhan yang bisa dilihat oleh mata, lalu Samiri membuat Tuhan dari patung anak sapi (‘ijil). Begitu pula umat Nabi Isa, ingin Tuhan dipersonifikasikan dalam wujud manusia. Bayangan semua materi ini, ingin dihapus oleh para utusan Tuhan. Meski belakangan, umat banyak menyembah nama Allah, sifat dan zat-Nya. Padahal hanya jalan spiritualitas saja. Sebab itu, Nabi Muhammad menghancurkan ornamen patung di dalam Masjidil-haram (Mekah) pada masa jahiliyah tradisional. Kini, masjid berlomba membangun ornamen, masa jahiliyah ilmiyah milenial. Hari ini, nubuwah kenabian berupa tanda akhir zaman yang menjadi fakta tak tersanggah.

Ironi, ketika interior dan eksterior masjid, efek lampu dan warna membuat-nya seperti bioskop. Silau mata memandang, sakit mata menatap. Dikira banyak jamaah, ternyata hanya sekali dalam sepekan (jumat). Tambah, imam dan makmum sama-sama jahil dalam agama. Imam bermodal berani tampil ke muka, tanpa ilmu. Fenomena seperti ini yang kita hadapi. Belum lagi, Islam ditampilkan dalam bentuk yang suka memvonis seseorang menjadi ahli neraka. Anjuran meraih akhirat dengan cara membuang dunia, dengan dibumbui cerita mistik. Rekomendasi, bila tidak sanggup keluar dari amukan gelombang akhir zaman, adalah Dajjal (pembohong) menjadi raja. Kini, kejujuran menjadi murah dan tersingkir, keculasan menjadi bernilai, mahal dan berharga. Pilihan bebas di tangan (kita). Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *