Oleh: Maemunah
Penelitian dan perguruan tinggi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Akademisi perguruan tinggi menggunakan penelitian sebagai cara untuk menjelaskan fenomena tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Penelitian yang efektif mampu menghasilkan suatu temuan yang selain bermanfaat dalam memperluas khasanah ilmu juga dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Untuk menghasilkan dampak yang berarti, hasil temuan suatu penelitian harus diketahui oleh masyarakat, baik secara spesifik dalam kelompok tertentu maupun kepada kalangan umum. Hal ini mendorong kebutuhan akan diseminasi penelitian. Diseminasi dapat diartikan sebagai penyebarluasan ide atau gagasan kepada khalayak, biasanya kepada kelompok tertentu seperti sesama akademisi, pengamat, juga masyarakat yang membutuhkan.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang peneliti untuk mendiseminasikan karya penelitiannya.Salah satunya adalah melalui presentasi hasil penelitian. Presentasi lazim dilakukan dalam kegiatan seminar dan konferensi baik di tingkat universitas hingga internasional. Hal ini yang kemudian dilakukan oleh Dr. Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I, dosen di Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Pontianak, yang juga sebagai Ketua Program Studi di Prodi ini, menyampaikan hasil penelitiannya bersama Ria Mutiani, M.Pd (Dosen LB Prodi PAI IAIN Pontianak) di Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak, pada momentum Seminar Nasional Moderasi Beragama tanggal 10 Nopember 2023, bertajuk “Dampak Moderasi Beragama di Era 5.0”.
Pendidikan Sensitif Bencana Perlu Disusun Blue Printnya: Dr. Syamsul Kurniawan Desiminasikan Hasil Penelitiannya di STAKATN Pontianak.(Dok)
Dalam seminar nasional tersebut Dr. Syamsul mempresentasikan makalah hasil penelitiannya di satu sekolah dasar di Pontianak, yang kala masa pandemi mengalami learning loss. Learning loss berdampak signifikan pada tidak optimalnya penguatan karakter dari peserta didik, dan salah satunya karakter toleransi yang beririsan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka seputar heterogenitas. Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan selama masa pandemi, menyulitkan peserta didik berinteraksi secara langsung dengan teman-temannya yang seyogyanya heterogen, tidak saja dari sisi etnis tetapi agama yang dianut. Dalam makalah yang disampaikan oleh Dr. Syamsul, juga merekomendasikan pentingnya membuat blue print ke depan berkaitan pendidikan sensitive bencana, yang mampu mengatasi “keberjarakan” antara tujuan yang ingin dicapai dengan sarana pencapaiannya, yang terjadi selama bencana. Sebab, Indonesia adalah Kawasan yang rentan bencana. Pandemi covid-19 kemarin, membuka mata kita tentang perlunya blue print tersebut dirancang untuk masa depan pendidikan kita.*