RESPON AL-QUR’AN TERHADAP SEJARAH KLASIK KAUM MUSA

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Sejarah kitab suci telah banyak berbicara tentang bangsa ini, sangat sulit berterimakasih. Buktinya, Harun dan Musa merupakan dua figur Nabi yang menyelamatkan eksistensi Bani Israel (keturunan Ya’kub) dari pemusnahan suku (genosida) oleh Fir’aun yang bertindak sebagai Tuhan dan Raja Mesir, penguasa sungai Nil. Dengan cara membunuh semua bayi laki-laki yang lahir dari rahim para ibu mereka, dan membiarkan hidup bayi perempuan mereka. Bayi Musa yang termasuk selamat dari eksekusi mati dari kerajaan Mesir, diselamatkan Allah, surah Al- Qasas (28) banyak berbicara tentang penyelamatan dan tumbuh-kembang bayi Musa di dalam istana Fir’aun.

Singkat kisah, pascakematian tujuh mantan pesihir Fir’aun, syahid dengan dipotong kaki dan tangan mereka secara bersilang, lalu disalib pada pohon kurma, mati secara perlahan. Kekuatan iman mereka diabadikan dalam kitab suci. “Maka segera mereka para pesihir sujud (kepada Allah), seraya berkata, kami beriman kepada Tuhan Harun dan Musa.” (Taha:70). Adalah aksi Musa selanjutnya, menuruti perintah Tuhan. Wahai Musa! Bawalah hamba-hamba- Ku (Israel) keluar dari negeri Mesir pada waktu malam, guna menghindari kekejaman Fir’aun yang semakin membabi-buta (ya Musa, asri ‘ibadi laila).

Dalam perantauan Israel bersama Musa di gurun, disinilah mereka membuat perkampungan. Al-Quran sangat banyak berbicara tentang kaum Musa, baik dalam siaran memuji mereka karena ketaatan, maupun dalam rangka pembelajaran untuk-nya, karena kedurhakaan. Tidak ada kaum yang sangat dimanja Tuhan di muka bumi, kecuali kaum Musa. Nikmat yang terbesar bagi mereka adalah penyelamatan dari kejaran pasukan Fir’aun.

Tidak ada umat yang mendapat makanan dari surga, kecuali Bani Israel atau kaum Musa (manna was-salwa), makanlah dari yang baik-baik, dari apa-apa yang Kami rezekikan kepada- mu. Kami tidak berlaku aniaya kepada-mu, melainkan mereka yang menganiaya diri mereka sendiri (baca Al-Baqarah:57). Minuman demikian juga, langsung mereka dapatkan tanpa bekerja. “Dan ketika Musa memberi minuman untuk kaumnya. Maka kami katakan (wahai Musa), pukullah tongkatmu ke batu. Niscaya (batu) memancarkan dua belas mata air. Sungguh, ketahuilah tiap-tiap suku (dua belas suku kaum Musa) memiliki tempat air minum mereka masing-masing. Makan dan minumlah dari rezeki Allah. Dan jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi.” (Al-Baqarah:60).

Biar bagaimana-pun nikmat Allah kepada kaum Musa, karunia agung berupa kemerdekaan, lepas dari penjajahan Fir’aun. Mereka tetap ingkar (kufur nikmat). Berawal Musa membelah laut Merah menjadi jalan raya. Tuhan selamatkan Bani Israil (kaum Musa), dan Tuhan tenggelamkan pasukan Fir’aun, sedangkan kamu memerhatikan peristiwa itu. Setelah kaum Musa selamat, mereka hidup di Syam. Musa mendapat perintah untuk menghadap Tuhan di bukit Tursina, empat puluh malam lamanya. Tetapi Bani Israil (kaum Musa) menyembah patung anak sapi. Tidak cukup di situ, mereka tidak mau beriman kepada Nabi Musa, sehingga mereka dapat melihat Allah dalam bentuk yang nyata, sebuah kedurhakaan aspek keyakinan.

Kaum Musa paling hobi berdebat, berbantah. Tentang ibadah pada hari Sabat, dan memuliakan-nya. Berdebat tentang sapi betina (baqarah), dan memakan harta umat (jamaah) dengan cara yang batil. Tokoh agama mereka menukar-ganti keimanan dengan kekafiran.

Perilaku menyimpang diantara elit agama mereka adalah mendustakan ayat-ayat Allah. Menyombongkan diri karena nasab (keturunan), menukar-ganti keimanan dengan kekafiran. Menjual kehidupan akhirat yang kekal dengan dunia yang sebentar. Beriman terhadap sebagian ayat Taurat, dan kafir terhadap sebagian. Setelah Musa, Allah utus Isa putera Maryam. Setiap kali datang Rasul kepada mereka (Yunus, Zulkifli, Ilyas, Ilyasa’, Zakaria, Yahya, Isa, Muhammad), mereka berpaling dari kebenaran dengan menyombongkan diri. Sebagian Rasul mereka dustakan, sebagian Rasul mereka bunuh (Zakaria, Yahya, Isa). Demikian itu disebabkan kebencian di hati mereka. Laknat Allah atas kekafiran mereka, maka sedikit sekali mereka yang beriman (baca Al-Baqarah:86-88).

Lucu, mereka paling takut dengan kematian. Paling takut dengan resiko. Mereka hanya mau yang aman-aman saja di dunia, meski berbahaya di akhirat. Mereka mau mengambil untung yang banyak atas nama Tuhan, atas nama Rasul, dan atas nama Ahlul bait (sayyid Ali, sayyidah Fatimah, sayyid Hasan, sayyid Husein). Empat zuriyat Rasul yang paling sah, tanpa tercampur dengan nasab-nasab lain.

Aneh, mereka takut mati, tapi gemar berbuat dosa, menutupi kebenaran, padahal mereka mengetahuinya. Menjual ayat-ayat Allah. Maksudnya, yang haram dikatakan halal, yang halal disebut samar-samar (syubuhat). Mencampur-adukan yang benar dengan yang salah.Berkonspirasi dengan penjajah. Bahkan, tidak segan-segan membunuh sahabat se-perjuangan, karena menjadi mata-mata (spionase) kolonial penjajah.

Konspirasi agamawan dengan penguasa, akan menghasilkan doktrin agama yangmenguntungkan agamawan dan pemerintahan (doktrin simbiosis). Konspirasi pengusaha dengan penguasa, dapat melahirkan peraturan, terkadang melahirkan peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Sedangkan mereka mengetahui, bahwa tujuan (niat) mereka adalah memakan harta manusia dengan cara yang batil. Untuk melegalkan kecerobohan mereka (ulama’ Bani Israil), tidak jarang jalur hukum yang ditempuh. Meskipun Tuhan sudah melarang. “Dan jangan kamu memakan harta diantara kamu dengan cara yang batil. Dan jangan kamu menyuap hakim supaya kamu dapat memakan sebagian harta manusia dengan jalan dosa, sedang kamu mengetahuinya.” (Al-Baqarah:188). Sikap berlebihan dalam agama juga ciri ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), sehingga agama dibuat berat dan memberatkan, beban dan membebankan. Jika demikian, agama belum bisa membebaskan manusia dari jeratan kepayahan dan kesulitan yang melilit. “Katakan (Muhammad), wahai ahli kitab! Jangan kamu berlebihan dalam beragama dengan cara yang tidak benar. Dan jangan kamu mengikuti orang-orang terdahulu yang telah sesat. Dan telah banyak menyesatkan manusia, mereka sendiri telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Ma’idah:77).

Ciri mereka di atas, Tuhan kalamkan dengan firman sebagai pemberitahuan untuk kaum beriman yang sekarang. “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari kalangan orang berilmu (ilmuwan) dan orang yang beragama (agamawan), mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. Menghalangi manusia dari jalan Allah, menimbun emas dan perak, tanpa menafkahkan-nya di jalan Allah. Maka gembirakan mereka dengan siksa yang pedih.” (At-Taubah:34). Inilah kejahatan yang terselubung berbaju agama, berlindung di bawah nama kebenaran Muhammad dan kesucian nasab.

Mereka (ulama’ bani Israil) membangun sekutu-sekutu bagi Allah. Padahal mereka sudah terkait perjanjian tauhid dengan Allah, termaktub dalam kitab Taurat kepada Musa, kitab Injil kepada Isa. Ketika mereka mempersekutukan Allah, sebenarnya Allah tidak pernah menurunkan keterangan tentang persekutuan-persekutuan dengan-Nya. Sikap lainnya, memutuskan apa-apa yang disuruh Allah untuk disambung, dan mereka membuat kerusakan di muka bumi. Lalu, kerja mereka adalah memecah-belah agama, dan setiap golongan (sekte agama) merasa bangga dengan golongannya, baik disebabkan sanad maupun nasab (baca Ar-Rum:32).

Endingnya, mereka menginginkan seluruh manusia mengganti tauhid dengan syirik, mengganti nikmat dengan azab. “Banyak dari ahli kitab menginginkan kekafiran-mu setelah kamu beriman. Karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah datang kebenaran yang jelas. Maafkan-lah dan berlapang dada-lah, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya (kepada-mu). Sesungguhnya Allah berkuasa pada tiap-tiap sesuatu.” (Al-Baqarah:109). Berbeda sekali dengan Muhammad Rasul yang sangat menginginkan keselamatan bagi semua bangsa-bangsa di dunia. Jika nasehat ahli kitab berangkat dari rasa dengki, nasehat Muhammad berangkat dari rasa santun (rauf) dan rasa sayang (rahim). Dalam firman Tuhan, surah At-Taubah:128. “Sungguh benar, telah datang seorang utusan dari kaummu sendiri. Berat terasa oleh-nya penderitaan yang kamu alami. Dia (Muhammad) sangat menginginkan keimanan dan keislaman (keselamatan) bagimu. Dia (Muhammad) sangat penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” Wallahua’lam

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *