PERLUKAH REFRESHING?

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Aturan dibuat bukan untuk memberatkan, filosofi pertama yang wajibdipahami saat akan membuat peraturan. Agama (Islam) memberikan jalan keluar setiap masalah yang dihadapi. Melalui kitab suci, Tuhan memberi cara bagaimana menghadapi hidup. Sebab bila siap hidup, artinya siap mati. Jangan berani hidup tetapi takut mati. Maksudnya, kehidupan dan kematian layak untuk dinikmati, berhak untuk bahagia. Dalam kondisi apapun, kita semua adalah bahagia. Kebahagiaan akan berefek pada aliran darah, pernapasan, nadi dan tulang. Sebaliknya rasa sedih yang disimpan hingga trauma akan membahayakan dan minimal mengganggu fungsi kerja saraf.

Beberapa kali Tuhan mengatakan, Allah tidak pernah membebani-mu sesuai dengan kemampuan-mu. Bukan berarti Dia tidak progresif, namun takar kemampuan diri untuk selalu dibaca guna menjadi tahu diri. Sekarang banyak orang yang tidak tahu diri, bacaan tajwid salah namun berebut-rebut menjadi imam salat berjamaah. Ilmunya tidak ada, namun surbannya tebal dan panjang. Dalam konteks ini, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali (ilmuwan, filosofi dan theoshofi yang pernah dimiliki dunia Islam dan sangat menginspirasi), membagi manusia dalam empat kriteria ilmu beserta sifat.

Pertama, ada orang yang tahu bahwa dirinya tahu. Posisi paling bagus. Namun perlu diingatkan untuk senantiasa ikhlas. Dua, ada orang yang tidak tahu bahwa dirinya tahu. Tiga, ada orang yang tidak tahu bahwa dirinya tahu. Empat, ada orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Kriteria pertama menempati posisi paling tinggi, kriteria kedua perlu penyadaran bahwa dia harus disadarkan bahwa dia tahu, faktanya dia berpengetahuan (‘alim). Orang ‘alim berkewajiban menyampaikan ilmu. Bila tidak, si ‘alim akan dikekang dengan tali kekang api neraka, akan diikat dengan ikatan yang kuat. Tiga, mereka tahu bahwa mereka tidak tahu, kewajiban mereka menuntut ilmu. Empat, posisi ini paling parah. Posisi ke-empat bahwa dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu. Orang ini, bila diberitahu, dia  mengaku sudah tahu, padahal belum tahu.

Healing tidak sekedar refreshing, namun ada tujuan yang bersifat spiritual yang melegakan rohani (wisata berbasis pembelajaran). Berjalanlah di muka bumi dan ambil pelajaran. Merantaulah, lalu petik pelajaran dari orang-orang yang bertaubat dan kesudahan yang baik bagi mereka. Bertebaranlah, kemudian pelajari umat terdahulu dari bekas-bekas yang mereka tinggalkan di muka bumi, rekam-jejak mereka. Hati yang lapang, sahabat yang banyak memungkinkan bagi setiap orang untuk berbagi cerita dunia. Jangan mengambil beban berat, saat dikira tubuh dan jiwa tidak kuat menanggung beban.

Sungguh refreshing kita bukan di dunia, sampaikan ke akhirat. Dari akhirat menuju Allah SWT, jalan (alur) demikian merupakan medan yang dilewati oleh orang-orang yang menuntut bukti kehadiran dan keadaan Allah SWT. Tetapi apabila mereka telah menyaksikan, merasakan bukti (bayyinat) kemudian berpaling, mereka mendapat siksa yang pedih. Ada wajah yang putih (berseri-seri), dan ada pula wajah yang hitam pekat. Adapun kepada orang yang putih wajah-nya, pasti mereka dalam kasih sayang Allah (fafi rahmatillah), mereka kekal didalamnya.

Di akhirat kelak, mereka yang berwajah hitam pekat, memendam kesakitan, lalu dikatakan kepada mereka, mengapa kamu kafir kepada Allah, setelah kamu beriman? Niscaya rasakan siksa yang pedih. Awalnya kita semua beriman kepada Tuhan yang maha ghaib, lalu kenapa Dia bisa dilukis dan ditulis dengan pena, dibicarakan dengan lisan, dikisahkan dalam cerita? Akhirnya, menjatuhkan Tuhan sama dengan derajat materi ciptaan (makhluk). Disini pusat penderitaan bagi yang belum mengenal-Nya, sudah bisakah rileks? Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *