Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Tuhan memproklamirkan jangan-lah menghitung Aku (Allah). Testing ini Tuhan awali dengan hitunglah nikmat-Ku kepada-mu. Bila engkau bisa menghitung nikmat-Ku, ada harapan engkau bisa menghitung Aku. Demikian pula kisah Musa, Tuhan memberi jaminan, bila engkau (Musa) melihat bukit Tursina utuh pada tempatnya, ada harapan engkau (Musa) melihat-Ku. Tatkala Musa memandang bukit Tursina hancur, berkeping-keping lalu meleleh, Musa pingsan. Musa baru melihat wujud ciptaan-Nya, bagaimana dengan sang Pencipta? Musa ragu, kemudian menjadi yakin bahwa Tuhan yang sebenarnya bukan dalam bentuk alam semesta. Tuhan yang sebenarnya bukan dalam tulisan dan lukisan. Dan, Tuhan bukan cahaya (nora), Tuhan bukan hayati, bukan flora dan bukan fauna, bukan langit, matahari, bulan, bintang. Sebab itu, ya Musa la takhaf (wahai Musa jangan takut), para utusan Tuhan tidak pernah takut.
Rekam relasi keesaan ditemukan dalam surah An-Naml (27), bahwa sebanyak lima kali terdapat pertanyaan, dan lima kali pula terdapat jawaban, itulah ilmu sejati, guru sejati (Ahad). Adakah Tuhan bersama Allah, Tuhan tidak butuh kepada Allah, Tuhan-pun tidak butuh kepada Tuhan. Ahad tidak butuh kepada nama Allah, dan Ahad tidak butuh kepada Tuhan, seperti Tuhan kekuatan (Alqahhar), Tuhan pengetahuan (Al-‘alim), Tuhan keagungan (Al-adzim), Tuhan kebesaran (Al-kabir), Tuhan kemuliaan (Al-karim), Tuhan langit (rabbus-samawati), Tuhan bumi (rabbul-ardhi), Tuhan pemelihara arasy yang agung (rabbul arsyil ‘adzim). Sebutan tersebut harus tersampaikan kepada Ahad. Sebutan tersebut termasuk jenis lafal syariat yang berbentuk asma, sifat dan doa (permohonan). Ahad sudah meliputi, memenuhi, memadati. Dimanapun makhluk berada, disitulah wajah Allah SWT. Jangan persekutukan Ahad dengan nama-Nya, dengan sifat-Nya, dengan dzat-Nya, dengan perbuatan-Nya, Dia bukan di barat, Dia bukan di timur. Namun, “Allah memiliki timur dan barat, kemanapun kamu menghadap, disitulah wajah Allah. Sungguh, Allah maha luas, maha mengetahui.” (Albaqarah:115). Paparan di atas jika memantik pertanyaan, maka adakah dokumen tentang Ahad? Bila diucap, dipahat, ditulis, dilukis, digambar, diumbar, maka bukan Ahad. Ditulis dan dilukis akan bersifat baharu (muhaddats).
“A-ilahum-ma’allah” (apakah Tuhan bersama Allah). Jika bukan Allah dan bukan Tuhan, maka siapa yang menciptakan semua? Bukan-kah tiada Tuhan (atheis), kecuali Allah. Allah yang tersampaikan kepada Ahad. Surah Al-ikhlas menerangkan tentang Ahad (monotheis). Tetapi banyak manusia yang melampaui batas, artinya banyak manusia menuntut bukti tentang Allah, mendakwa bukti tentang Tuhan! Namun, setelah bukti dihadirkan, mereka lalu melampaui batas, mereka menyimpang dari kebenaran, lalu mempersekutukan Allah. Dalam firman: “Bukan-kah Dia Allah yang menciptakan langit dan bumi, Dia yang menurunkan hujan, lalu Kami tumbuhkan kebun-kebun yang berpemandangan indah. Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya. Apakah disamping Allah ada Tuhan? Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.” (An-naml:60).
Jika tulisan terdahulu tentang topik mencari Tuhan lewat dokumen, kini telah menemukan-Nya. Bahwa dokumen (dalil) sangat diperlukan. Bila terhenti di dalil, banyak orang-orang yang berdebat mengenai dalil. Dalil merupakan produk sejarah, produk hukum, produk logika, produk ilmu. Sibuk memoles ilmu, sibuk dengan logika, sibuk dengan amal. Alquran merupakan dokumen kisah Daud, Sulaiman, Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub, Yusuf, Ayub, Syuaib, Musa, Harun, Ilyas, Isa. Seluruh utusan Tuhan dikisahkan dalam dokumen kitab suci.
Mereka para utusan setiap waktu berdialog dengan Tuhan, apakah dialog tersebut sempat didokumentasikan? Tentu tidak semua, kecuali yang dikisahkan kitab suci. Nabi, ada yang didokumentasikan, dan ada yang tidak didokumentasikan. Tetapi mereka tidak boleh dibedakan, sebab mereka mengajarkan Ahad. ” … Kami tidak membedakan diantara para utusan. Dan mereka berkata, kami dengar, dan kami taat. Ampunilah kami wahai Tuhan kami. Dan kepada-Mu tempat kembali kami.” (Albaqarah:285). Ada yang Kami kisahkan dan wajib untuk diimani, berjumlah 25 orang. Dan lebih banyak yang tidak Kami kisahkan (124.000 orang).
Bertingkat dalam beragama sudah menjadi sunnatullah. Awam, ‘alim, dua kategori yang secara umum dipahami. Ada kategori tambahan seperti wali hakikat, wali makrifat, dan wali ahad. Mereka semua tergolong ulul albab sesuai tingkatan mereka masing-masing. Mereka semua mengembalikan tafsir, takwil kepada-Nya saja. Firman-Nya: “Dia-lah yang menurunkan kitab kepada-mu (Muhammad). Diantaranya ada ayat-ayat yang muhkamat. Itulah pokok- pokok Alkitab. Dan yang lain adalah mutasyabihat. Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat, untuk mencari-cari fitnah dan mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang dapat mengetahui takwil-nya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmu-nya mendalam berkata, kami beriman kepada-nya (Alquran), semuanya dari sisi Tuhan kami. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab.”
(Ali imran:7). Wallahua’lam.