DIALOG TEKS DAN KONTEKS DALAM KITAB SUCI BERUJUNG PADA CAPAIAN TAUHID

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Semua mengandung hikmah yang terkadang manusia belum mampu menarik makna, dari makna menjadi hikmah. Dosa sekali-pun mengandung pelajaran, bagi orang yang mau mengambil pelajaran. Sebab, pengetahuan Allah meliputi sesuatu (wallahu bikulli syai-in ‘alima).

Perlu diketahui, semula jadi (fitrah) penciptaan adalah bertauhid (keesaan). Manusia sebagai bagian dari alam saat ditilik dari sudut jasmani. Jasmani yang terdapat elemen tanah dalam tubuh, elemen air, api, dan angin. Derajat ini (insani) sebagai unsur dasar dari bumi, hampir bersamaan kualitas-nya dengan hewani dan nabati. Namun, bukan itu yang membedakan manusia dengan alam, bahkan sesamanya. Perbedaan tersebut terdapat pada unsur rohani, yaitu fitrah bertuhan yang maha esa (iman-tauhid). Dalam firman- Nya: “Maka, hadapkan wajahmu pada agama yang lurus. Penciptaan dengan fitrah Allah (potensi iman-tauhid) kepada manusia. Tidak pernah berubah dalam penciptaan Allah. Demikian itu agama yang tegak-lurus. Melainkan kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum:30).

Selain fitrah tauhid merupakan penyimpangan rohani. Bila penyimpangan berarti memiliki indikator destruktif. Maksudnya, bangun-tumbuh tauhid yang rusak. Atau, perkembangan selanjutnya yang terhenti. Sebab itu, setiap umat memiliki rasul (penyampai risalah Tuhan), setiap kurun terdapat nabi (pembawa berita), setiap masa terdapat da’i (penceramah). Rasul, nabi dan da’i bertugas sebagai penyampai ajaran tauhid, guna mengubah potensi tauhid menjadi aksi tauhid (mengesakan-Nya).

Sikap tauhid adalah sikap yang berkesesuaian dengan fitrah penciptaan. Sedang sikap syirik adalah sikap yang menyimpang dari fitrah penciptaan. Tauhid hanya mengesakan-Nya, syirik memiliki banyak tuhan, sekutu-sekutu-Nya (politheisme). Bila tuhan banyak, saat kembali setelah kematian, lalu kembali kepada siapa? Kepada yang esa, atau kepada yang banyak? Andai di dunia sudah mempersekutukan-Nya, alamat (tanda) di akhirat akan sengsara.

Perilaku mempersekutukan-Nya adalah asing bagi rohani manusia. Teks kitab suci mengibaratkan seseorang yang jatuh dari langit, lalu diterkam burung. Diterbangkan angin dan dilempar ke tempat yang asing (baca Al-Haj:31). Pasti mustahil orang-orang yang mempersekutukan-Nya, akan masuk surga. Ibarat unta yang ingin masuk ke dalam lubang jarum.

Penekanan (stressing) tauhid penting dalam seluruh aspek ibadah. Tujuan ibadah adalah mengesakan-Nya. Jika ibadah semakin menyuburkan riya’, ujub, sum’ah, kesombongan (arrogant), maka tujuan tauhid gagal. Kegagalan yang disebabkan banyak tuhan-tuhan yang menyertai Allah dalam peribadatan si-hamba. Namun, kehidupan di dunia penuh warna, nama, makna. Tugas tauhid yaitu upaya membuang Tuhan yang bersekutu dengan nama dan makna. Tugas kerja ini berlangsung seumur hidup. Tatkala Tuhan sudah bersih dari nama yang emban-Nya, sudah bersih dari makna yang dipikul-Nya, itulah mukmin yang sebenarnya (mukmin haqqa). Tuhan yang tidak bersekutu dengan pranata agama, pranata sosial. Tuhan yang bebas dari penindasan (tarik-menarik) kepentingan. Tuhan yang merdeka dari nama-Nya yang telah banyak dicatut oleh manusia dan jin, di langit dan di bumi.

Mengingat dialog dalam teks kitab suci yang banyak diangkat dari sejarah kehidupan sebagai laboratorium lapangan. Adalah teks kitab suci sangat sinkronus dengan data lapangan. Misal, wahyu menyuruh Nuh membuat kapal di atas gunung, ilmu pengetahuan menentang. Wahyu memerintah Ibrahim menyembelih puteranya, logika melawan. Isa dilahirkan tanpa bapak, tradisi melawan.

Dialektika teks kitab suci dengan sejarah merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Dialog antar generasi ini sudah membuat Al-Quran akan hidup dan terjaga kemurnian-nya sampai di hari perhitungan amal. Dialog antar zaman, bisa ditarik manfaat (hikmah) dari peristiwa sejarah. Dengan kaedah, pertama, mengamati kasus khusus (spesifik) untuk diterapkan pada peristiwa yang umum (general). Kedua, mengamati kasus umum (general), untuk diterapkan pada peristiwa yang khusus (spesifik).

Kebutuhan untuk mendialog-kan teks kitab suci (referensi literasi) dengan konteks (referensi realitas sosial) menjadi penting. Guna menjadikan teks berkalam dan tidak diam. Guna menjadikan teks berjalan dan tidak berhenti. Guna menjadikan teks hidup dan tidak mati (Muhammad the living Quran). Tugas Muhammad-Muhammad dari generasi ke generasi untuk menciptakan masyarakat Qurani yang beriman dan beramal saleh.

Sikap beriman, beramal saleh, santun, rendah hati, adalah sikap yang sinkronus dengan teks suci (tauhid). Sedang sikap mendustakan, aniaya, kasar, sombong, adalah sikap yang a-sinkronus dengan teks suci (syirik). Artinya, tauhid adalah kekuatan, kekuatan yang menyembah dan disembah, maknanya kejujuran. Syirik (mempersekutukan-Nya) adalah kelemahan, kelemahan yang menyembah dan disembah, maknanya kebohongan.

Berdasarkan firman- Nya: “Wahai manusia, telah dibuat sebuah perumpamaan untuk mereka, maka dengarkan-lah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah. (Selain Allah) tidak dapat menciptakan seekor lalat-pun. Walaupun mereka bersatu untuk menciptakan-nya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka. Mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemah-nya yang menyembah dan yang disembah.” (Al-Haj:73). Permisalan juga Dia sebutkan dalam surah Al-Ankabut:41. “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling rapuh yaitu rumah (sarang) laba-laba, sekiranya mereka mengetahui.”

Juga, mereka yang mengingkari Allah seperti bersandar pada pohon yang lapuk. Amal mereka seperti debu yang ditiup angin. Amal orang-orang yang mempersekutukan-Nya, seperti abu yang tidak meninggalkan bekas. Surah Ibrahim:18, mewartakan hari ini, supaya tidak ada penyesalan pada hari itu (kiamat). “Perumpamaan orang yang ingkar kepada Tuhan-nya, perbuatan mereka seperti abu yang ditiup oleh angin, pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mendatangkan manfaat dari usaha mereka. Demikian itu, adalah kesesatan yang jauh.” (Ibrahim:18).

Sebelum menyesal, literasi teks kitab suci wajib dipublish. Peringatan demi peringatan selalu datang, sebelum datang-nya hari kesaksian (yaumul-asyhad). Nama-nama yang dianggap Tuhan, seperti pohon yang lapuk, tercerabut dari akarnya. Kemudian, ringkih, dan tidak bisa tegak sedikitpun (baca Ibrahim:26). Surah ini juga, mengancam orang-orang zalim, meski penangguhan waktu diberikan kepada mereka, dengan firman: “Dan jangan-lah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat orang-orang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai pada waktu mata mereka terbelalak.” (Ibrahim:42). Sepuluh ayat dalam surah itu merupakan ancaman keras bagi orang yang zalim (semena-mena) terhadap sesama. Lantas ditutup pada ayat terakhir (52): “Ini adalah penjelasan untuk manusia, dan sebagai peringatan dengan-nya (Al-Quran), agar mereka mengetahui. Sungguh hanyalah Dia, Tuhan yang maha esa, dan yang dapat mengambil pelajaran adalah orang yang berakal (ulul-albab).”

Simpulan, dialektika teks suci yang menyentuh pembaca, pendengar dan lingkungan, tetap digelorakan, demi kehidupan yang lebih berkualitas. Mendialogkan teks dengan sejarah, mendialog-kan sejarah dengan masa kekinian. Ternyata, memiliki kesamaan dan kesatuan ajaran, yaitu tauhid. “Katakan (Muhammad), Dia, Allah esa. (Esa), Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada satupun yang setara dengan-Nya.” (Al-Ikhlas:1-4). Penting, keselamatan dunia dan akhirat berupa kebenaran keyakinan, lebih utama daripada segala tawaran yang relatif dan suguhan yang fana. Apa yang ada pada sisi Allah, sangat kekal, sementara yang ada pada alam adalah fana (binasa). Apa yang fana adalah pada alam sesembahan yang selain Dia. Selain-Nya, niscaya binasa. Aku tidak menyembah, apa yang kamu sembah. Dan, kamu tidak menyembah, apa yang Aku sembah. Bagi-mu adalah agama-mu. Bagi-ku adalah agama-ku. Wallahua’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *