TERSADAR SEBELUM PENGADILAN AKHIRAT DIGELAR

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Adam dan Hawa pernah tersalah, namun mereka bertaubat kepada-Nya. Pemantik sifat taubat ialah kesadaran, lalu tersadar. Kewafatan orang-orang yang taubat (kembali kepada Allah setelah berbuat salah), lebih dicintai oleh-Nya dari pada orang-orang yang tidak pernah menyadari kekeliruan diri. Allah menerima taubat dari hamba yang bertaubat, dan Dia maha penerima taubat. “Dan siapa yang berbuat jahat atau menganiaya diri sendiri, kemudian dia memohon ampun kepada Allah, dan engkau akan mendapati Allah yang maha pengampun, maha penyayang.” (Annisa’:110)

Sebelum pengadilan akhirat digelar, sisa hidup yang masih berjalan ini adalah melunasi hutang. Hutang itu adalah beban diri berupa dosa. Artinya, orang yang baik itu, bukan orang yang tidak pernah berdosa. Namun orang yang berdosa, kemudian menyadari dosanya, lalu melambungkan amal kebaikan, sehingga melebihi kadar sebelum dia berdosa.

Bukan berarti harus berdosa terlebih dahulu, baru bertaubat. Sebab dikhawatirkan “lama” menikmati dosa, lengah dari bertaubat. Oleh karena itu, disuruh bersegera, bergegas menuju ampunan Tuhan-mu dan kepada surga seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.

Bila ada kemauan, pasti ada jalan. Bila mau, ada seribu jalan, bila tidak mau, ada seribu dalih. Takwa demikian juga, ada jalan dengan ciri-cirinya. “Orang yang bertakwa adalah orang- orang yang menafkahkan (dengan jiwa dan harta) di waktu lapang dan sempit. Menahan amarah- nya, memaafkan manusia, Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Ali Imran:134). Emergency exit yang diberikan Tuhan demi rehabilitasi dan amnesti yaitu pintu taubat.

Taubat, adalah kesadaran untuk kembali kepada-Nya, dengan ijin-Nya dan Dia pula penerima taubat, siklus ketuhanan dalam pertaubatan. “Tuhan mengajar Adam kalimat taubat. Maka Adam bertaubat kepada-Nya, sesungguhnya Dia maha penerima taubat lagi maha penyayang.” (Albaqarah:37). Tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap orang pasti berdosa, pasti lupa, pasti lalai. Namun, Allah tidak menghukum mereka, sampai waktu ajal kematian yang sudah ditentukan di sisi-Nya (ila ajalim-musamman ‘indah).

Sebelum menjadi pesakitan di akhirat, bertaubat-lah dahulu. Dengan tanda taubat nasuha (taubat yang diterima), adalah mereka yang segera mengingat Allah saat berdosa, bukan menunda. Dan tidak akan mengulangi dosa untuk selamanya, sedang mereka mengetahui (baca Ali Imran:135). Di akhirat, orang-orang yang disiksa adalah mereka yang mati tanpa sempat bertaubat di dunia. Artinya, mati membawa kedurhakaan, kedurhakaan yang dihadapkan kepada Allah. Mati membawa dosa, dosa pribadi yang dipikul dan memikul dosa-dosa orang lain (pengikut) yang mematuhinya.

Sidang pengadilan akhirat yang tidak sama, ruang, waktu dan keadaan. Berbeda antara penghuni neraka dan penghuni surga. Kepada penghuni neraka (Annahl:29), diseru dengan firman: “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, mereka kakal didalamnya, (Jahannam) pasti seburuk-buruk tempat tinggal untuk orang-orang yang sombong” (fadkhulu abwaba Jahannam, khalidina fiha, falabiksa matswal mutakabbirin).

Karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah, tidak beriman kepada akhirat, mengingkari keesaan Allah, dan berlaku sombong. Akumulasi keingkaran mereka berakhir pada kematian tanpa iman, tanpa taubat.

Sebaliknya, seruan masuklah ke surga dari arah pintu mana saja yang kamu kehendaki, karena iman yang benar, amal yang benar. Mereka adalah sebaik-baik makhluk. Balasan dari Tuhan mereka ialah surga Aden yang mengalir sungai-sungai dibawahnya, mereka kekal di surga selamanya. Tuhan ridha kepada mereka, dan mereka ridha kepada-Nya. Demikian balasan rahmat Allah bagi orang-orang yang takut kepada-Nya (baca Albayyinah:7-8).

Akhirnya, kedok, tipu daya syaitan akan terbongkar ketika usai putusan Tuhan. Syaitan berlepas tangan atas janji-janji muluknya di dunia. Di akhirat, dia cuci tangan (wash-hand), dan menumpuk kesalahan kepada manusia. Mengapa manusia mau mengikuti ajakannya? Sebenarnya, syaitan takut kepada Allah pada hari ini, pengadilan akhirat. Wallahu a’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *