METAFORA DALAM ALQURAN MENGGUGAH JIWA

Oleh:  Ma’ruf Zahran Sabran

Pilihan diksi dari ayat Alquran merupakan mukjizat, ditinjau dari sudut manapun. Dia laksana mutiara murni yang bila diasah akan menyinarkan cahaya disetiap bagian. Sinar dari syiar yang dikandung, baik metafora Alquran maupun non metafora akan membawa si pembaca dan pengkaji pada wisata (rihlah) langit dan bumi, bahkan destinasi surga dan neraka, serta destinasi negeri-negeri akhirat. Merasakan bagi orang dirasakan, dipahamkan untuk orang yang dipahamkan. Kuncinya adalah sabar bagi orang yang disabarkan, perlahan dan jangan tergesa-gesa. Sebab, telah menjadi kewajiban Kami untuk menjelaskan (tsumma inna ‘alaina bayanah). Jangan cepat-cepat membacanya, simak bacaan Kami, kemudian ikutilah. Sebab, Kami yang membacakan, mengajarkan dan menjelaskan. Kemudian berhukum kepada Alquran, menghalalkan apa yang dihalalkan, mengharamkan apa yang diharamkan. Kitab suci jangan diputar-balik, jangan dilawan-arah.

Metafora, atau istilah amsal (amtsal) dalam ilmu-ilmu Alquran berupa permisalan, perumpamaan. Amsal sangat mendorong akal sehat untuk berpikir. Amsal sangat menggugah hati untuk memahami, dan menyentuh roh (jiwa) untuk merasa. Apakah engkau meragukan Tuhan yang ada pada dirimu (fitrah bertuhan). Menyangsikan sang pencipta dan kepada-Nya, kamu semua dikembalikan. Sungguh jika demikian, maka mereka mendustakan diri mereka sendiri. Tiada yang lebih sakit, kecuali mendustai diri sendiri. Tiada yang lebih sempit, selain mengingkari fitrah bertuhan esa saat roh ditiupkan-Nya, Aku yang meniup kepada jasad, dari sebagian roh-Ku (wanafakhtu fihi min ruhiy).

Beragama kedalam diri, bertuhan kedalam diri, bukan keluar. Semakin diam, semakin masuk agama. Semakin nyaring, semakin keluar agama. Pengertian ini jangan dipahami secara bahasa dan istilah, namun harus lebih dipahami secara batin. Kehidupan ditandai dengan bersatunya jasad dan roh. Keterpisahan keduanya menandai kematian. Namun kematian bukan akhir dari kehidupan. Justru memunculkan kehidupan baru dengan bentuk kejadian yang baru (khalqun-jadid). Dengan kata lain, setelah kematian di dunia, adanya kehidupan baru yang sesungguhnya di akhirat. Artinya, kematian di alam dunia hanya perpindahan ke alam akhirat. Bila di dunia banyak manusia yang melawan agama. Nanti, akan ada raja pada hari agama (maliki yaumid-din). Din (agama) pasti ditegakkan. Din dapat pula diartikan hari pembalasan, hari pelunasan hutang.

Hakekat kehidupan di dunia adalah berhutang kepada Tuhan (Rabb), minimal sebagai titipan. Akad hutang (dain) harus dibayar, akad pinjaman (rahn) wajib dikembalikan. Siapa yang pernah berhutang, terhutang-lah dia. Berhutang guna pemenuhan ego (diri), dan peningkatan status kehidupan di lingkungan keluarga, sahabat, masyarakat. Atau, perilaku suka bergadai, sesuai perjanjian waktu akan dikembalikan.

Karena, fitrah bertuhan bersifat suci, merupakan inti roh yang ditiupkan Tuhan yaitu ruhul-qudus kepada semua manusia. Benar, sudah tegas dinyatakan Tuhan bahwa setiap manusia pernah dan selalu didatangi utusan Tuhan (ruhul-qudus, Jibril). Jangan berkata hidayah (petunjuk) tidak pernah turun. Jangan bicara bimbingan (irsyad) tidak ditawarkan, melainkan diri sombong yang menolak. Hidayah, irsyadah Allah turun berulang kali, namun kebanyakan manusia tidak menyadari. Berdasarkan dalil (An-Nahl:102). “Katakan, ruhul- qudus dari Tuhan-mu senantiasa turun dengan kebenaran. Untuk meneguhkan hati orang-orang yang beriman (mukmin), sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah- diri (muslim).”

Menjalani kehidupan di dunia sederhana saja. Sederhana dalam arti, bila sekadar memenuhi kebutuhan telah dijamin Tuhan. Meniti, merangkak dan merayap kehidupan menjadi berat, jika masih menyandarkan kepada kesanggupan diri. Diri (ego) adalah sangat lemah. Selemah sarang laba-laba. Diri (ego) adalah rapuh, serapuh rumah laba-laba (innaauhanal buyut, labaitul ‘ankabut), jika kamu mengetahuinya. Metafora yang diumpama tadi, sungguh memantapkan hati, memuaskan akal.

Visual orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, diibaratkan hari ini mereka membangun rumah laba-laba. Ditiup angin, rumah akan roboh dalam waktu sekejap. Artinya, kepercayaan, peribadatan, kemasyarakatan yang dibangun atas dasar kesyirikan adalah kelemahan, bukan kekuatan. Bahkan, ditolak sebuah kepercayaan yang didasarkan atas syirik. Dibuang bila sebuah peribadatan bercampur syirik. Metafora yang diungkap kitab suci (Al-Haj:31). “Beribadah-lah dengan ikhlas kepada Allah (tauhid). Jangan mempersekutukan-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. Atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”

Metafora yang dipaparkan kitab suci Alquran menjadi bagian dari mukjizat (keistimewaan) sejak dia diturunkan sampai hari kiamat. Malah, Alquran akan menjadi saksi yang berargumen (berhujjah) di hadapan Tuhan. Alquran menjadi standar kebenaran, Alquran dapat memuliakan seseorang atau menghinakan. Alquran berfungsi sebagai dalil yang dapat membela seseorang di akhirat, atau menjerat seseorang dengan hukum yang dikandung-nya. Alquran bisa menjadi sahabat di alam kubur yang menghibur, atau menjadi musuh yang mencaci. Alquran dapat menjelma menjadi cahaya yang menerangi alam kubur, atau menjadi kegelapan yang meliputi. Alquran dapat menjadi pendekat menuju surga, atau menjadi pelancar menuju neraka. Sebab, dia adalah dalil bagi semua makhluk di langit dan di bumi.

Sebelum Tuhan menanyakan mengapa tidak beriman, terlebih dahulu Tuhan membentangkan ayat-ayat di langit, di bumi, di darat, di laut, di sungai, matahari, bulan, siang, malam. Semua atribut (ayat) Tuhan di atas adalah untuk manusia. Supaya manusia bersyukur, namun kebanyakan manusia menganiaya diri lagi durhaka kepada Tuhan. “Allah yang menciptakan langit dan bumi, menurunkan air hujan dari langit, dengan air hujan tersebut menjadi embrio kehidupan (hayati) sebagai rezeki. Dia yang menundukkan kapal-kapal yang berlayar di lautan untuk-mu. Dan Dia yang menundukkan untuk-mu sungai-sungai yang mengalir. Dia yang menundukkan untuk-mu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar. Dan Dia telah menundukkan malam dan siang untuk-mu.” (Ibrahim:32-33).

Jelas, kunci pembukaan pintu hati sama artinya membuka pintu petunjuk (hidayah). Kuncinya adalah iman, jujur, takwa. Kunci pembukaan pintu surga adalah rendah hati (tawadu’). Sedang penutup pintu-pintu langit adalah keingkaran, mendustakan ayat-ayat Allah. Penutup pintu-pintu surga adalah kesombongan (takabur). Metafora yang diumpama Alquran terdapat dalam kitab suci (Al-A’raf:40). “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat- ayat Kami dan menyombongkan diri terhadap-nya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit untuk mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, sehingga unta bisa masuk ke dalam lubang jarum. Demikian Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.”

Setelah diketahui betapa penting kebaikan iman tauhid, dan betapa rusak keburukan syirik (mempersekutukan Tuhan). Jangan sampai perjanjian tauhid yang sudah dirajut esa di alam roh, lalu tercerai berai saat kini di alam dunia. Kemudian menuhankan dinamisme, animisme, politheisme dan helenisme. Lupa dan lalai terhadap isi ikrar perjanjian, kesaksian primordial (Al-A’raf:172). “Dan ingatlah ketika Tuhan-mu mengeluarkan kamu dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam. Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka: Bukankah Aku ini Tuhan-mu? Betul, kami menyaksikan. Jangan sampai ke akhirat nanti, kamu mengatakan kami lalai dengan perjanjian ini.”

Namun dalam kenyataan, banyak manusia yang lalai setelah berada di muka bumi. Seakan mereka tidak pernah menyaksikan dan disaksikan. Metafora yang dikemukakan kitab suci, ibarat seseorang yang membongkar hasil tenunan yang sudah rapi. Maksudnya, membuang tauhid, mengundang syirik, untuk meraih halu kemenangan, karena terpikat dengan jumlah yang banyak. Mengusir taat, menyisir maksiat untuk tujuan rela dipekerjakan agar dipuji. Pepatah mengatakan, “biar tekor asal tersohor.”

Kalimah tauhid menghimpun kekuatan (qawi), kekokohan (matin), kebenaran (haq) yang dimetafor kitab suci seperti pohon yang baik. Akarnya terhunjam dalam ke bumi, dahannya menjulang tinggi ke langit. Dengan izin Tuhan, berbuah lebat, tiada putus dan tiada larangan untuk memetik. Dahannya bercabang-cabang dengan buah yang banyak. Demikian Allah membuat perumpamaan untuk manusia, semoga mereka selalu ingat. Adapun metafor tentang kalimat yang buruk adalah umpama pohon yang buruk. Akarnya tercabut dari permukaan bumi, tiada mampu tegak (baca Ibrahim:24-26).

Ingat, setelah beriman (percaya) kepada Allah, lalu bertakwa. Jangan sampai dibatalkan dengan kedurhakaan. Seperti metafor yang Tuhan bentang: “Dan jangan kamu seperti perbuatan perempuan mengurai benang yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi bercerai-berai.” (An-Nahl:92). Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *