AHAD (Kelapangan)

Oleh:  Ma’ruf Zahran Sabran

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan Dia tidak menghendaki kesukaran bagimu (baca Albaqarah:185). Prinsip umum syariat dan hakikat yang wajib dipegang dimanapun muslim berada. Apapun yang bersifat kesukaran, kesulitan, kesempitan pasti beban. Jangan jadikan kehidupan dan kematian berstatus beban, jika kamu orang yang beriman. Justru agama Islam diturunkan untuk menurunkan beban kehidupan manusia, minimal mengurangi beban (taqliluttakalif). Malah, agama Islam bertujuan menghilangkan beban (‘adamul haraj). ” … Dan tidaklah Tuhan menjadikan agama sebagai beban … ” (Alhaj:78). Berulang kali sudah Dia bahas, Allah tidak membebani-mu, bertakwalah kepada Allah semampu-mu. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia (manusia) mendapat balasan dari kebaikan yang dikerjakannya, dan dia (manusia) mendapat balasan dari kejahatan yang dikerjakan-nya.” (Albaqarah:286).

Sewaktu agama dipahami dalam aturan yang sangat ketat (ekstrim), tiadalah agama membawa kedamaian. Kecuali keresahan, kegelisahan, keterpaksaan. Sama dengan beragama tanpa kesadaran, semata memandang kepada halal atau haram. Sedang masih ada tiga ranah hukum Islam yaitu mubah, sunnah, makruh. Walau ada juga para mujtahid (mujtahidin) yang menambah fardu, karahah tanzih, karahah tahrim. Namun untuk tidak diperselisihkan disekitar fikih yang memberikan peluang ijtihad dan berpikir, bahwa sebaiknya tidak diperdebatkan. Memberi ruang yang luas untuk berdebat sama dengan mempersempit ruang kajian sejati (Ahad).Tuhan memuji orang-orang yang beriman (mukminin), bahwa mereka adalah kaum yang beruntung. Rasa keberuntungan berupa kegembiraan melebihi ketika mendapat intan. Sebab intan ini, lebih mahal dari dunia beserta isinya. Pantas, setelah mendapat Ahad, seseorang tidak mau mundur walau setapak, contoh Bilal dan para muallaf sedunia. Tuhan esa (Ahad) adalah perjanjian mereka di alam roh dahulu.”Alastubirabbikum qalu bala syahidna,” bukankah Aku Tuhan kalian? Mereka menjawab, benar, kami menyaksikan. (Al-a’raf:172).

Misal, Bilal dan muallaf sedunia adalah pribadi yang tercerahkan dalam menerima Islam. Sebab, kecerahan, ketenangan, kelapangan, kesejahteraan lahir dan batin adalah ciri agama Islam yang sangat menonjol, artinya dia tahu tujuan untuk hidup dan mati. Hidup bertemu Allah dan mati berjumpa dengan-Nya. Orientasi yang sangat jelas bagi kehidupan dan kematian kaum beriman, jika demikian masih adakah yang dikhawatirkan dan ditakutkan, serta diragukan?Syarah (pencerahan, pelapangan) dada dengan Islam. Islam totalitas membuang sesak di dada (rohani).

Lalu, setelah memeluk Islam, mengapa masih merasakan beban. Mungkin Islam kita adalah pemberian lingkungan, bukan Islam pemberian Tuhan. Mungkin inilah corak beragama yang banyak masalah, atau cara beragama yang salah sehingga agama yang dianut sangat akrab dengan beban. Buktinya, manusia banyak yang meninggalkan salat, puasa dan amal-amal sunnah. Agama yang benar, membuat kehidupan dan kematian menjadi mudah dan tercerah.

Manusia dipahamkan untuk memahami kehidupan yang diperjalankan Tuhan, bukan memperjalankan kehidupan. Maksudnya, setiap orang sudah dikalungkan takdir pada leher mereka masing-masing. Kehidupan bukan persoalan nasib, bukan persoalan pendidikan dan genetika. Namun mau-Nya Tuhan, bukan mau-nya manusia. Bila demikian bolehkah si-taat bangga dengan taat-nya. Si-maksiyat takut dengan dosa-nya.

Sakinah (ketenangan) hanya Allah turunkan di hati orang-orang yang beriman (qulubil-mukminin) secara bertahap namun berupa penambahan keimanan. Penambahan keimanan otomatis penambahan ketenangan. “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin yang telah beriman, untuk menambah keimanan mereka (yang telah ada). Kepastian milik Allah berupa tentara langit dan bumi. Adalah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (Alfath:4).

Semua yang dijelaskan di atas adalah tanda (ayat). Lalu, siapa yang gagal memahami tanda (ayat), niscaya gagal memahami Ahad. Surah Al-isra’ ayat 72 sudah menerangkan: “Barang siapa yang buta (mata hati-nya) di dunia ini, pasti lebih buta di akhirat, dan lebih sesat jalan.” Tanda-tanda tersebut sudah sangat lahir, disamping batin. Tiga ayat yang dibentangkan, ayat kauniyah (alam), ayat qauliyah (kitab), ayat sirriyah (rahasia).

Tanda-tanda tersebut bisa dilihat oleh mata lahir dan batin. Dapat didengar oleh telinga lahir dan batin, semuanya bermuara di hati (fi qalbi). Saat gagal merenungi-Nya (tafakkur minallah, billah, fillah, ilallah) pasti gagal memandangNya di dunia dan di akhirat. Karakter pemarah dan tidak sabar dengan keadaan adalah sifat ilmu pengetahuan yang tidak ridha. Orang yang berilmu tanpa mengenal Ahad adalah penyembah diri yang lemah. Tidak puas hati dengan keadaan yang dihadapi merupakan ciri manusia berdosa. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan berbuat baik sebelum kematiannya.

Mereka yang berada dalam kepastian siksa, pasti menolak Islam. Menolak Islam sama dengan menolak kelapangan, menolak kemudahan dalam berhidup. Sedang menerima Islam berarti menerima kelapangan, kemudahan. Firman Tuhan: “Apabila seseorang dikehendaki Allah hidayah, Dia (Allah) akan membukakan dada-nya (hamba) untuk menerima Islam. Dan siapa yang dikehendaki-Nya sesat, Dia (Tuhan) jadikan hatinya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit (sempit dada). Demikian Allah menimpakan siksa kepada kaum yang tidak beriman.” (Al-an’am:125). Jadi, bagi yang mengimani Ahad, tidak takut dan tidak gentar, tidak bersedih dan berduka selamanya. Wallahua’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *