JALAN BARU MILENIAL ISLAM INDONESIA

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Akselerasi (percepatan) pemahaman Islam modern yang ditawarkan pada perguruan tinggi umum dalam dan luar negeri tentang visi, misi, orientasi dunia mendatang, lebih laju pemahaman mereka daripada sekadar pemahaman Islam abad pertengahan (the midle age). The midle age (700-1400 Masehi) adalah situasi dan kondisi perang, perebutan kekuasaan, jatuh bangun dinasti, sampai perampasan hak-hak sipil. Dimana agama dalam konteks ini adalah teologi. Teologi telah ikut mewarnai bangunan kepercayaan beragama individu dan komunitas. Teologi sebagai faktor dominan keagamaan masa itu. Sebut Muktazilah, Jabariyah, Ahlussunnah bercabang dua; Asy’ariyah dan Maturidiyah. Kemudian ditambah Syi’ah dari faksi radikal, konservatif, dan moderat.

Indonesia yang pernah menempati posisi papan atas sebagai agama terbanyak. Islam, adalah Islam sebagai agama yang dianut oleh bangsa Indonesia, 84 persen hari ini. Membuat para pakar dan kaum cendekia menerjemahkan ajaran Islam dalam konteks keindonesiaan dan kemanusiaan. Bahwa wajib ada, tafsir dan terjemah Islam keindonesiaan di tengah giat Islam kesemestaan. Prof. Azyumardi Azra menggagas dan menawarkan paham Islam wasatiyah. Apakah Islam wasatiyah itu?

Inisiasi Azra membuat dan memasarkan Islam wasatiyah telah disambut oleh kaukus negara-negara Asia Tenggara. Bahkan dijadikan pilot project sebagai percontohan (patronase) bagi nilai-nilai moderasi, toleransi. Atas dasar saling kepercayaan dan keterbukaan. Tidak ketinggalan Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Kuwait, Mesir ingin mempelajari implementasi wasatiyah di bumi persada Indonesia. Tawaran yang mendapat market di bursa pemikiran abad ke-21.

Azra bukan pendatang baru. Sebelumnya, telah ada Buya Syafi’i Ma’arif dengan konsep toleransi, Nurcholish Madjid (Cak Nur) dengan ide Islam peradaban, keindonesiaan dan kemanusiaan. Kajian Islam transformatif oleh Muslim Abdurrahman, Zakat dan Pajak oleh Masdar F. Mas’udi, Islam Persamaan Derajat digagas oleh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Emha Ainun Najib dengan memperkuat Islam berbasis budaya lokal, semua mereka ingin menjadikan agama Islam lebih membumi. Tidak ketinggalan, M. Quraish Shihab dengan Lentera Hati dan PSQ.

Terus, siapa lagi. Adakah generasi milenial ketiga (kelahiran tahun 2000) menyambut dan memegang tongkat estafet yang sekarang berada di tangan mereka? Ide Islam apa yang akan mereka usung di bursa jurnal kajian Islam hari ini? Islam peramah (marhamah) atau Islam pemarah, perang (malhamah)?

Atau generasi milenial hanya mengkonsumsi pemikiran abad pertengahan tadi. Zaman, masa telah berubah. Diperlukan lagi pembaharuan untuk melihat aspek Islam abad digital. Adopsi untuk proyeksi masa depan yang gemilang,

sejahtera lahir batin. Bukan diperbudak materi yang semakin hari menambah pesona penampilan daripada isi. Malas berpikir, berhentilah berislam. Berhenti berislam, matilah Islam. Sebab, ilmu adalah kehidupan Islam (al-‘ilmu hayatul Islam). Mati saat berjihad adalah satu kali syahid, mati saat berijtihad adalah berkali-kali syahid. Hidupkan umat manusia dengan ilmu, dengan ijtihad. Sedang matikan umat manusia dengan kebodohan dan kebohongan, supaya mereka terjajah dan tertindas. Hentikan penjajahan! Baik penjajahan dari bangsa asing maupun penjajahan dari bangsa sendiri (korupsi, judi, prostitusi). Dengan ilmu, kesejahteraan merata, kemakmuran sama, keadilan terjaga. Cita ini, adalah cita kita bersama yang hidup abad ini. Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *