Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Kebenaran dapat dipisah menjadi tiga bagian. Kebenaran ilmu pengetahuan, kebenaran filsafat, kebenaran agama. Kebenaran ilmu pengetahuan bersumber dari penelitian dan pengamatan (research). Kebenaran filsafat berasal dari perenungan (kontemplasi). Kebenaran agama berasal dari wahyu. Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat bisa dipecahkan, karena materi. Dan kebenaran ilmu dan filsafat bersifat relatif dan temporer. Sedangkan kebenaran agama adalah mutlak (absolut), karena berdasarkan wahyu Tuhan yang diwahyukan. Kebenaran agama bersifat abadi. Sampai hari ini, banyak kalam Tuhan yang belum dipecahkan rahasia-nya. Disamping terlalu kecil otak manusia untuk memikirkan Tuhan, Dia maha besar. Artinya, mengecilkan diri sajalah, dan masuklah ke dalam diri-Nya yang besar, melalui meditasi ibadah yang ikhlas, atau melalui donasi kemanusiaan yang ramah. Meyakini Dia yang maha mulia, menghinakan diri sajalah. Kemudian dengan kehinaan hamba memasuki ruang diri-Nya, di sisi-Nya dengan cara keseluruhan (totally). Mengimani Dia yang maha tinggi, merendah diri sajalah. Sebab, tidak ada yang kita miliki, kecuali milik-Nya. Tidak ada kekuatan, kecuali Dia. Tidak ada kerajaan, kecuali Dia. Tidak ada ketundukan, kecuali Dia. Tidak ada kepatuhan, kecuali Dia. Tidak ada kebaikan, kecuali Dia. Paradigma (cara pandang) ketuhanan yang maha esa ini, melandasi seluruh etika, moral dan akhlak mulia.
Banyak hari ini, orang beragama, namun tidak masuk ke dalam agama. Maksudnya, beragama hanya di luar diri, bukan ke dalam diri. Padahal, perintah agama, masuklah. Lalu menyatulah dengan Tuhan (unity of Devine). Banyak umat yang mengakui Tuhan, namun tidak mau masuk ke dalam rumah Tuhan. Maka, barang siapa yang masuk ke dalam rumah Tuhan, niscaya dia akan aman. Dimanakah rumah Tuhan, rumah Tuhan beralamat pada diri yang selalu sabar lagi tenang, dan pada hati yang selalu sadar bersama-Nya. Masuk dan menyatulah dengan diri-Nya, masuk dan menyatulah dengan hati-Nya. Jangan terpisah lagi untuk selamanya. Aku adalah engkau. Engkau adalah aku. Lalu, masih sanggup-kah mengkhianati persatuan dan kesatuan yang sudah terpatri. Kesatuan yang dimaknai bahwa semua pemikiran adalah pemikiran-Nya. Lalu, masih maukah culas dalam berpikir? Kemauan adalah kemauan-Nya, tegakah mengikuti ajakan Iblis dan hawa napsu? Perasaan adalah perasaan-Nya, sudikah menerima roh jahat menghampiri medan perasaan? Bila belum menyatu dengan-Nya, mungkin! Sebab, masih ada sekelumit rasa takut, terancam. Atau masih berharap kepada yang selain esa!
Demikian cara Tuhan mengajarkan, ada Aku di hati-Ku. Karena semua adalah milikKu. Lantas, kemanakah kamu akan pergi? Kecuali peringatan bagi seluruh alam. Bagi orang yang ingin menempuh jalan lurus. Kamu tidak sanggup menempuh, kecuali bagi siapa yang Dia dikehendaki.
Betapa kuat kuasa Tuhan terhadap makhluk. Tiadalah sampai orang yang sampai kepada-Nya, kecuali Dia yang menghendaki. Dia menghendaki petunjuk untuk siapa yang Dia beri petunjuk. Dan Dia menyesatkan bagi siapa yang Dia sesatkan. Agama, sebelumnya telah mendiami rumah dan wilayah yang sama. Kota Madinah pada masa Muhammad sang utusan Tuhan, ditempati oleh umat Islam, umat Yahudi, dan umat Nasrani Najran. Dan kota Palestina bagi tiga penganut agama, Yahudi, Nasrani, Islam.
Logika person Tuhan yang berbeda dengan makhluk, mengidentifikasi bahwa makhluk kuasa adalah keliru dalam tinjauan filsafat ketuhanan. Sebab, di alam semesta ada Dia yang menciptakan. Filsafat ketuhanan mengatakan bahwa Dia tinggi, niscaya Dia tidak bisa dijangkau. Kecuali, Dia yang menjangkau. Namun, Dia tidak jauh dan tidak dekat. Dia esa yang pertama, tetapi Dia bukan sebutan yang awal (Dia bukan alfa, bukan alif). Dia bukan omega (akhir). Dia tidak sanggup didekati, kecuali Dia yang menghendaki. Namun, Dia bukan jauh (la ba’id), Dia bukan dekat (la qarib), tetapi maha. Sehingga Dia tidak mampu dipandang.
Disitulah, kemaha-esaan Tuhan dan ketuhanan yang maha esa dilandaskan secara teologi-rasional. Bahwa Tuhan berbeda dengan seluruh makhluk (diferensiasi ketuhanan). Secara filosofi, Tuhan bukan ilmu (de-epistemologi), Tuhan bukan alam (de-ontologi), Tuhan bukan nilai (de-aksiologi). Tuhan pasti (aksioma) bukan yang mampu dipikirkan manusia. Ketiga cabang filsafat tersebut merupakan upaya pengantar untuk mengenal Tuhan yang
sebenarnya.
Begitu pula prinsip-prinsip ilmiah, objektif, akurat, universal, utilitas, rasional, sistematis. Nilai-nilai tersebut sangat berguna bagi menopang kehidupan bersama secara damai, bebas-bertanggungjawab. Peduli bukan berarti usil. Semua wajib didasari oleh ketulusan dalam bertuhan yang maha esa. Semoga.