MERETAS REZEKI DI LANGIT DENGAN AKHLAK DI BUMI

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Memancing rezeki di langit dengan akhlak di bumi, akhlak adalah alat pancing yang paling efektif. Engkau tidak bisa membahagiakan orang lain dengan harta, bila pemberian atas dasar kebencian. Engkau akan bisa membahagiakan orang lain dengan tutur kata yang baik dan pemberian maaf yang tulus (qaul ma’ruf wa maghfirah).

Sungguh ringan media peretas rezeki di langit, adalah dengan sedekah di bumi. Benar,Ndalam hal ini, filosofi ucapan terimakasih sangat berarti. Maksudnya, setelah terima, kasih-kan lagi. Pasti, apa yang kamu terima, lalu kembali dikasihkan (kepada yatim, fakir, miskin), niscaya kamu pasti akan menerima kasih yang lebih banyak lagi. Dimana letak rahasianya? Doa si-yatim lebih cepat menembus aurora langit. Sebab doa mereka berangkat dari ketiadaan kasih sayang ayah-bunda. Doa si-fakir untuk para penderma lebih didengar Tuhan daripada doa dari hati yang lalai. Doa si-miskin, langsung terijabah karena berangkat dari kehambaan yang berharap sesuap nasi dan seteguk air minum. Sudah menjadi janji Tuhan, bahwa Tuhanmu tidak akan pernah ingkar akan janji-Nya. Apa yang menjadi suara hati (fuadi), disitulah tahta-Nya berkuasa. Carilah Aku, didalam hati hamba-hamba yang patah.

Di langit tercatat rezeki dan apa-apa yang dijanjikan untuk-mu. Takdir sepenuh alam adalah milik-Nya, untuk menetapkan, membatalkan, menghapus, mengganti, menunda, mempercepat atau memperlambat datang dan perginya. Tugas kita hari ini, hanya berbuat baik, kapan dibalas, dimana, dan seberapa banyak balasannya, semuanya menjadi kekuasaan dalam kerajaan-Nya. Takdir ayat-Nya pasti berlaku pada semua makhluk (ciptaan). Maha pencipta menyabdakan: “Apa-apa yang Kami hapus dari ayat atau yang Kami ganti, pasti Kami datangkan yang lebih baik atau yang semisal. Tidak-kah kamu mengetahui, sesungguhnya Allah berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. Tidak-kah kamu mengetahui, sungguh milik Allah kerajaan langit dan bumi. Selain Allah, tiada pelindung dan tiada penolongmu.” (Albaqarah:106-107).

Perlu diingat, rezeki atau nikmat memiliki dua sifat, sifat karamah dan sifat istidraj. Dua sifat ini sangat tipis bedanya, setipis kulit bawang. Karena wujudnya sama-sama menyenangkan, menggembirakan, berkesepadanan dan kesesuaian dengan hawa napsu. Walhasil, sulit dikenali, kecuali oleh orang-orang yang memiliki ilmu yang dalam (ulul-albab). Biasanya, bala’ datang setelah nikmat pergi. Kadang, nikmat datang, setelah bala’ pergi. Padahal keduanya sama-sama musibah (ujian). Bedanya, ada manusia yang diperingatkan Tuhan dengan nikmat, lalu mereka bersyukur. Ada pula manusia yang diperingatkan dengan bala’, lalu mereka bersabar. Keduanya baik bagi seorang mukmin. Item yang tidak baik adalah tidak mensyukuri nikmat, tidak menyabari bala’, tidak meridhai takdir. “Barang siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku, tidak bersabar atas bala’-Ku, tidak ridha atas keputusan-Ku, keluarlah dari bumi dan langit-Ku, carilah Tuhan selain Aku.” (Hadis Qudsi).

Ternyata, tiga corak akhlak yang mampu mengundang nikmat dan menangkis bala’ (musibah). Syukur, sabar, ridha. Ketiganya bila diikat dan diperas akan menjadi ikhlas. Ikhlas pada dimensi ketuhanan (ilahiyah) adalah surah Al-Ikhlas ayat 1-4. Adapun ikhlas pada dimensi kemanusiaan (insaniyah) terdapat pada kandungan surah Al-Asyar ayat 1-4. Mutiara syukur yang terletak pada mentauhidkan Allah. Mutiara sabar yang terletak pada beribadah (berdoa) kepada Dia, tempat segalanya. Mutiara ridha, artinya menuhankan Dia yang tidak beranak dan tidak diperanakkan (lam yalid wa lam yulad). Komulatif dari semua itu adalah ikhlas. Ikhlas yang tanpa makna, tanpa warna, tanpa serupa, tanpa wajah, tanpa hujjah, tanpa siapa (walam yakullahu kufuwan ahad). Sudahkah menemukan?

Kitab suci menemukan rahasia ikhlas adalah Dia dengan Dia. “Katakan (Muhammad), Dia Allah esa.” (Al-Ikhlas:1). Sehingga, aku (makhluk) tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali dikehendaki-Nya (illa masya Allah). Jadi, bertawakkal sajalah (tawakkaltu ilaika). Telah diumum-kan oleh seorang mukmin. “Mengapa aku tidak menyembah Allah yang telah menciptakan-ku, dan yang kepada-Nya kamu semua dikembalikan.” (Yasin:22). Berbeda dengan ucapan orang-orang yang ingkar di surah yang sama, ayat 47. Tuhan berfirman: “Jika dikatakan kepada mereka, berinfaklah dari rezeki yang diberikan Allah. Orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: Apakah kami akan memberi makan kepada orang yang Allah telah memberinya makan (tanggungan Allah). Jika demikian, kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” Protes mereka hanya bermaksud berkilah saja. Dalam persoalan tauhid dan syirik, mereka juga mengelak dengan membuat alasan. Mereka berkata, bila Tuhan menghendaki kami mengesakan-Nya, pasti kami tidak mempersekutukan Allah. Padahal apa yang mereka lakukan di dunia, sudah sangat mereka sadari, bahkan mengerti sebab dan akibatnya. Mereka sadar bahwa dengan kesyirikan, ibadah dan doa mereka tidak sampai. Namun, terus mereka jalani sampai akhir hayat, karena mereka berpaling dari Alquran. Inilah yang menyebabkan rezeki jasmani (ketenangan) dan rezeki rohani (hidayah) tidak pernah menghampiri. Doa yang salah alamat, atau alamat (email) yang salah. Terputus komunikasi dari langit ke bumi (amar). Dan terputus komunikasi dari bumi ke langit (doa). Doa dari orang-orang yang ingkar, tiada lain, kecuali kesia-siaan.

Putus dari berpengharapan kepada makhluk, putus dari bercita-cita bahwa keselamatan berada di tangan makhluk, itulah tanda mukmin yang sebenarnya (mukmin haqqa). Tegas keyakinan seorang mukmin dengan firman Tuhan dalam surah Yasin ayat 23. “Apakah aku akan.mengambil Tuhan selain Dia. Jika yang maha pengasih memberi mudarat kepada-ku, pertolongan mereka tidak ada gunanya, dan mereka tidak dapat menyelamatkan-ku.” Pertolongan makhluk tanpa izin-Nya, hanyalah menyisakan penyesalan. Bantuan manusia, bila tanpa ridha-Nya, sekadar meninggalkan bekas luka yang pedih.

Penghalang utama turun-nya rezeki adalah dosa (fasik) dan mempersekutukan Allah, atau mencampur-adukkan kuasa khalik dengan kuasa makhluk. Percampuran mereka disebut syirik. Sebab, pemberi dan pemilik rezeki hanya Allah (Arrazzaq).

Dia yang merencanakan, Dia yang memutuskan, Dia yang melaksanakan, Dia yang mengantarkan rezeki (kun-fayakun). Alam semesta, sejak dahulu telah menjadi suruhan-Nya. Sehingga, sejak dini sudah menjadi ikrar mukmin sejati (mukmin haqqa). Hanya kepada-Mu, kami menyembah, dan hanya kepada-Mu, kami memohon pertolongan (iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in). Sebagai contoh bermasyarakat adalah ucapan, dari banyak kerumunan orang, hanya engkau yang aku pandang (mengabaikan yang lain). Berbeda dengan ucapan, aku memandang engkau diantara kerumunan orang banyak (yang lain ikut terpandang). Pandangan (syuhud) itu yang menentukan kualitas rezeki jasmani dan rohani, rezeki bermakna rahmat atau istidraj (ni’mah atau niqmah).

Rezeki rohani tidak akan terbuka bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami,Mdan bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Mustahil pintu-pintu langit terbuka untuk-nya, yang pasti tertutup. Demikian pula idaman surga, selamanya tidak bisa mereka masuki. Sebab pintu langit dan pintu surga tertutup, sampai seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (hatta yalijal jamalu fi sammil khiyath), mustahil. Demikian Kami memberi balasan kepada orang-  orang yang jahat (baca Al-A’raf:40).

Manusia yang mempersekutukan Allah selalu berada dalam ketakutan, khawatir, was-was (anxiety disorder). Kondisi paling parah adalah psikosomatik. Kitab suci mengumpama seperti orang yang terbang ke ruang angkasa (langit), tanpa bantuan oksigen sehingga dadanya sesak untuk bernapas. Adapun orang yang beriman, dadanya lapang karena berserah-diri (yasyrah shadrahu lil-islam).

Kemustahilan doa orang-orang yang ingkar, tidak bisa menjangkau langit, tidak mampu menggapai kebahagiaan (surga), tidak sanggup menembus rahmat. Ibarat yang disebut Tuhan dalam surah Arra’du ayat 14. Seperti orang yang membukakan telapak tangannya ke dalam air, agar air sampai ke mulutnya. Padahal, air tidak akan pernah sampai ke mulutnya. Dan tiadalah doa dari orang-orang yang ingkar, kecuali dalam kesesatan. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *