MUHAMMAD INSAN KAMIL DIMENSI TERLUAR DARI ISRA’ MIRAJ

Oleh:  Ma’ruf Zahran Sabran

Insan kamil Muhammad sudah berhasil memadukan dan menyatukan diri terperi (Muhammad) dengan diri sejati (Allah). Sehingga Muhammad merupakan tajalli Tuhan yang utuh-sempurna. Jika Muhammad adalah tajalli-Nya. Sedang alam semesta (kosmik) adalah bekas tajalli Nur Rasulullah Muhammad SAW (atsar min atsari Nuri Muhammadi).

Muhammad insan kamil dapat berkomunikasi dengan Allah tanpa perantara, setiap detik tanpa berwaktu. Meski detik-detik akan lenyap. Informasi paling sah tentang Muhammad insan kamil adalah ayat-ayat suci Alquran. Bagaimana Tuhan berfirman langsung ke dalam hati Muhammad tanpa perantaraan gunung, seperti Musa di bukit Tursina. “Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji kepadamu. Dan Kami angkat bukit (Tursina) di atasmu. Dengan firman, pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepada-mu. Dan dengarkanlah! Mereka menjawab: Kami mendengar tapi tidak menaati! Karena hati mereka telah resap kecintaan kepada patung anak sapi, dengan kekafiran mereka. Katakan (Musa): Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh keyakinan-mu, jika kamu orang-orang yang beriman.” (Albaqarah:93).

Isra’ miraj berunsur lebih cepat daripada cahaya, bukan berarti di luar diri. Kelompok ini membenarkan isra’ miraj tanpa sanggah. Bukankah umat nabi Sulaiman (the king Solomon) pernah memindahkan singgasana ratu Balkis dari Yaman ke Palestina lebih cepat daripada sekali kedipan mata. Zabur dan Alquran memfakta dengan novelty kesalehan hamba Tuhan dengan mengatakan: “Ini adalah karunia Tuhan-ku, untuk menguji aku bersyukur atau kufur.” (Annaml:40).

Lalu, bagaimana dengan alam di atas miraj. Bila isra’ adalah sebutan, maka miraj adalah ingatan. Hemat penulis, dapat dipahami bahwa isra’ merupakan perjalanan mendatar di bumi (horizontal). Sedang miraj dapat diyakini perjalanan menaik ke langit (vertikal). Keduanya (isra’ dan miraj) adalah kosmik (jagat semesta). Alam di atas miraj bukan alam. Ruang di atas miraj bukan ruang. Sebab, batasan isra’ berdurasi perjalanan dari masjidil-haram (Mekah) ke masjidil-aqsa (Palestina). Batasan miraj mulai dari aqsa sampai sidratul-muntaha. Kemudian, dari sidratul-muntaha langsung ke hadirat Tuhan yang agung, disebut apa? Dimana Muhammad kala itu, dia diluar kosmik. Diluar deteksi malaikat Jibril. Diluar logika material, diluar intuisi spiritual. Namun Muhammad menyatu dalam pelukan diri-Nya yang esa. Tidak mungkin berada di luar kosmik, melainkan senyawa (ahadiyatullah).

Lalu, bisakah alam yang diatas miraj dinamai alam roh, dan alam jasad. Ketika diartikan isra’ adalah alam jasad, benarkah isra’ dengan jasad, namun miraj bisakah diartikan alam roh? Disini terhenti (mulai dahulu sampai sekarang) perdebatan isra’ dan miraj dengan roh saja, atau dengan jasad dan roh. Ketahuilah, ada perjalanan di luar keduanya, bukan dengan jasad dan bukan dengan roh. Alam tersebut adalah alam ahadiyah yang tidak akan sanggup untuk disebut. Tidak bisa dikotori karena bukan alam suci. Kata suci adalah lawan dari kata kotor. Bukan disebut alam mulia, karena mulia adalah lawan dari kata hina. Bukan disebut alam tinggi, karena tinggi adalah lawan dari kata rendah. Dia ciptakan yang serba berpasangan dalam rangka untuk membedakan Dia dengan yang selain Dia. Dan Tuhan-mu adalah Tuhan yang esa, tidak berpasangan. Wallahua’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *