PERINGATAN SERATUS TAHUN (SATU ABAD) MASJID BATU DAN HAUL TUAN GURU HAJI ISMAIL MUNDU

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Berbicara tentang sang guru haji Ismail Mundu bin Daeng Abdul Karim (lahir: 1870, wafat: 1957), seakan tidak pernah habis. Selain mengkaji kitab yang beliau tinggalkan, terutama Ushul Tahqiq, maupun bahasa pitutur yang menjadi buah bibir dari murid beliau, seakan telaga yang tidak pernah kekeringan air. Dikisahkan menjadi data bahasa lisan, dituliskan menjadi data bahasa tulisan. Tulisan tentang sang guru sudah banyak, skripsi, tesis, disertasi. Tidak ketinggalan, Ubaidillah Riyadhi juga menulis buku tentang beliau. Sungguh,umur spiritual beliau, melampaui umur biologisnya.

Maksud umur spiritual adalah ajaran Ahadiyah yang beliau ajarkan, sampai detik ini masih bergelora di hati para murid, di hati para muhibbin, pemerhati dan peneliti dunia batin tasawuf. Berskala dalam dan luar negeri. Nasehat dan tulisan beliau tidak akan lapuk karena hujan, tidak akan lekang oleh panas. Pengaruh nasehat beliau tidak ada yang dapat membatasi keadaan, melainkan melintasi ruang dan zaman. Ajaran beliau yang utama adalah agama rahasia. Sebab, rahasia-mu adalah rahasia-Ku. Rahasia-Ku adalah rahasia-mu. Untuk mendapatkan rahasia-Ku (sirrullah), sangat tergantung kepada perkenan hidayah dari-Nya. Kecuali itu, ajaran guru berbasis kasih-sayang, cinta dan kelembutan. Beliau lebih banyak mencontoh nama Allah Arrahman (pengasih), ciri Islam pengasih yang guru sebarkan. Arrahim (penyayang), identitas Islam penyayang sudah guru berikan. Alwadud (pencinta), arahan Islam yang menyayangi beliau utamakan. Alhalim (penyantun), agama penyantun yang guru contohkan. Arrauf (pengasuh), guru tauladan dalam mengasuh murid-murid, sampai murid mengenal Tuhan yang sejati. Allatif (lemah-lembut), guru tidak menyukai kekerasan. Ciri Islam kelembutan yang guru bentang dalam ajaran dan perbuatan. Sehingga detik ini, nama guru tetap abadi di hati para murid, dan pemerhati agama kasih-sayang, agama kelembutan.

Asal satu (esa), dimensi hakikat. Akan tetapi corak esa ke bumi menjadi beragam, dimensi syariat. Asal menyadari bahwa kita (saya, engkau, dia) berasal dari diri yang esa, cukup tahu. Nasehat guru, jangan berdebat. Bersabar jauh lebih baik daripada berdebat. Akibatnya, guru dicintai oleh semua kalangan, muslim dan non muslim.

Berupaya guna mencari justifikasi dari agama rahasia seperti yang sering guru katakan sir. Adalah dokumen kitab suci Alquran yang diturunkan 15 abad yang lalu menyebutkan pada surah Alhujurat ayat 17-18. “Mereka merasa berjasa terhadap keislaman mereka. Katakan (Muhammad), jangan engkau merasa berjasa terhadap keislaman-mu. Melainkan Allah yang menginginkan kamu kepada hidayah iman. (Terangkan), jika kamu orang-orang yang benar.”

Guru tidak menyalahkan siapapun, sehingga guru bisa diterima oleh semua kalangan. Contoh, ingin mencapai angka sepuluh dengan berbagai jalan (cara). Melalui penjumlahan, penambahan, pengurangan, pengalian, pembagian. Meski cara hitung beda, tetapi jumlah akhirnya sama.

Peninggalan guru, selain kitab karangan beliau (Terjemah Alquran Bahasa Bugis),
Ushul Tahqiq, Mukhtsarul Manan, Jadual Nikah, Majmu’ul Miratsa, Konsep Khutbah, Faidah Istighfar Rajab, Zikir Tauhidiyah). Juga karya berupa bangunan rumah Tuhan yaitu Masjid Batu Nasrullah di Teluk Pakedai. Masjid Batu Nasrullah didirikan pada tahun 1924. Sebelumnya, beliau telah belajar di Mekah Almukarramah. Sepulang dari kota suci Mekah, beliau diangkat menjadi Mufti Kerajaan Kubu. Memegang jabatan Mufti Kerajaan Kubu sejak tahun 1907.

Mengenang ajaran tauhid dalam kitab Ushul Tahqiq, beliau sudah mengajarkan tauhid sejati. Sejatinya Tuhan bukan banyak Tuhan. Para murid tentu sudah paham. Wasiat beliau kepada para murid sebelum wafat: “Kalau engkau dapati sama pelajaran dari-ku, bersama- samalah kamu. Kalau berlainan, kamu pikirkan lebih dahulu.” Amanah guru dapat bermakna, bersepaham-lah kamu dengan orang-orang yang sepaham dengan pengajaran-ku. Bila berlainan, berpikirlah. Setelah itu, beliau mengucap dua kalimah syahadat. Wafat: Kamis, 10.00 WITA tahun 1957 M (bersamaan dengan 11 Jumadil Akhir 1377 H) di Teluk Pakedai.

Ajaran guru kepada para murid adalah larangan bertengkar, meskipun benar. Hakekat kebenaran adalah milik Allah. Berdebat dengan cara yang lebih baik (ahsan), dan membalas secara seimbang (adil), dibolehkan Tuhan. Namun, bersabar itu lebih baik bagi orang yang sabar. Karena, sabar adalah ilmu rahasia yang bertujuan membenahi diri sendiri, bukan membenahi diri orang lain. Pertanggungjawaban nanti di akhirat adalah diri dengan diri (nafsi-nafsi). Artinya, pendidikan dari guru bersifat rahasia, cinta, kasih-sayang dan lemah-lembut. Sasaran nasehat agama bertujuan mendidik diri yang di dalam, bukan di luar. Capaian yang ingin dicitakan guru ialah kemampuan murid menyabarkan (pengendalian diri) . Sabar adalah sifat Muhammad yang senantiasa bersama Ahad. Ahad beserta orang-orang yang sabar. Ciri sabar adalah takwa dan berbuat baik. Kesabaran diri karena pertolongan Allah semata, sehingga ajaran guru telah membuang rasa sempit, takut, duka, bersedih terhadap tipu daya orang-orang yang jahat. Tuhan menolong dan menyokong orang-orang yang sabar. Dalam firman: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang takwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Annahl:128). Kedua sifat itu (takwa dan baik) terhimpun di dalam zat sabar dan kesabaran.

Seluruh pengajaran dan pendidikan dari guru berbasis keesaan Tuhan. Tuhan sebagai guru sejati, Dia yang mengajarkan lewat ilham hati. Tunduk patuh tanpa bantahan (takwa) adalah saat para murid lepas dari semua ketergantungan kepada alam semesta (makhluk). BilaTuhan yang berkuasa penuh, maka Dia yang esa (mengajar dan diajar). Tuhan yang tiada berbayang dan tiada bercerai-berai. Tiada berselisih antara yang menerima dan diterima. Kesepadanan antara yang menyembah dan disembah. Jika tidak, maka terpisah atau tercampur, bukan esa. Artinya, terdapat dua entitas, bahkan banyak entitas. Pencampuran ini, oleh ilmu tauhid disebut syirik. Ibadah yang mengandung unsur syirik, menyebabkan kelemahan antara yang menyembah dan yang disembah (dhaufath-thalib wal mathlub). Atau, percampuran kuasa makhluk yang menyembah dengan kuasa khalik yang disembah (baca Alhaj:73).

Tauhidiyah Ahadiyah merupakan materi (maddah) dan metode (manhaj) uraian guru, guna para murid sampai kepada Tuhan yang sebenarnya. Bukan menyembah berhala (ego) diri, ego jabatan, ego keluarga. Justru sia-sia doa dari orang-orang yang sombong. Guru mementingkan bukan lisan yang berdoa, tetapi hati yang berdoa. Sebab, doa dari hati yang lalai, pasti ditolak-Nya. Doa dari orang yang syirik, niscaya diabaikan Tuhan. Telah Dia sampaikan dalam firman: “Hanya kepada Allah, tertuju doa yang benar. Mereka berdoa kepada yang selain Allah tidak dapat mengabulkan apapun permohonan mereka. Tak ubahnya seorang yang membuka kedua telapak tangannya ke dalam air. Dengan harapan agar air masuk ke dalam mulutnya. Padahal air tidak pernah sampai ke mulutnya. Dan tiadalah doa (dari hati) orang-orang yang ingkar, melainkan kesesatan.” (Arra’du:14).

Guru memberi tunjuk-ajar, bila hanya ada Dia di hati (Ahad), Dia yang berbuat. Uraian guru selalu berbasis hikmah Alquran dan berkah sunnah. Misal, bukan engkau (Muhammad) yang melempar, ketika engkau (Muhammad) melempar. Melainkan Allah yang melempar(baca Al-Anfal:17).

Bahkan, cermin besar perjalanan kehidupan guru, tidak hanya diteladani oleh para murid, bahkan oleh semua tokoh lintas agama dan lintas etnis. Saksi bisu sejarah dan alam menyimpan data. Betapa kerukunan umat beragama sangat nyata. Menyata dalam hubungan harmonis antar umat beragama dan hubungan selaras antar suku, ras dan golongan. Teluk Pakedai, Sungai Kakap, Padang Tikar, Batu Ampar, Rasau Jaya, Wajok, Jungkat sampai ke Johor, masyarakat hidup berdampingan dengan rukun, aman dan damai. Sebab, masing-masing diri menjaga dirinya. Lebih-lebih ajaran kasih-sayang guru, terutama nasehat agama dapat memelihara diri dari kejahatan. Dengan kata lain, setiap diri wajib menjadi polisi bagi dirinya. Setiap diri harus menjadi penasehat bagi dirinya.

Konsep Tuhan, Muhammad (zahir) dan Muhammad (batin), serta Adam. Sudah jelas dalam tulisan kitab Ushul Tahqiq. Peletak dasar paham Tauhidiyah Ahadiyah dengan arus- utama pada rahasia hati, paham yang telah disampaikan secara turun-temurun. Dampak tauhid adalah, bila hati telah takwa, maka Tuhan menjadi pengajar sejati. Niscaya berbantuan dengan makhluk telah putus. Keputusan ini, sudah Allah SWT kalamkan dalam kitab suci-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, pasti Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan yang batil) kepada-mu. Menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah memiliki karunia yang besar.” (Al- Anfal:29).

Banyak pengalaman spiritual yang didapat para murid. Sangat tergantung kepada kecil besar daya tampung (wadah) untuk menerima rahmat dan rahasia batin-Nya. Selain furqan, Tuhan juga membuka hijab (dinding) ayat-ayat suci. Keterbukaan (futuhat) dinding antara diri dengan hati, seperti yang Tuhan ajarkan: “Jangan engkau tergesa-gesa membaca Alquran. Sesungguhnya kewajiban Kami menghimpun (Alquran) di hati-mu, dan (Kami) yang membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, ikuti bacaannya. Sungguh, kewajiban Kami ialah menjelaskannya.” (Alqiyamah:16-19).

Ahadiyah yang sudah guru ajarkan, sangat fungsional bagi kehidupan sehari-hari. Selalu bersama-Nya, niscaya tidak ada lagi rasa takut. Putus urat takut kepada makhluk. Selalu bersama-Nya, tidak lagi berharap kepada makhluk. Lepas rasa harap kepada makhluk. Takut dan harap merupakan beban diri. Guru bercita-cita, keduanya (takut dan harap) musnah pada diri makhluk. Itulah esensi (inti) kemerdekaan yang sejati.

Meski demikian, bahan kajian dan materi pengajaran guru tentang fikih, tauhid, tasawuf. Ketiganya tidak terpisahkan. Menyatu dan saling menguatkan. Pola kesatuan tersebut yang disebut Ahadiyah. Tercapai pada makam Ahadiyah, damai hidup seseorang, dunia dan akhirat. Penyerahan total diri kepada-Nya, dan aku termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang berserah diri (wa ana minal muslimin). Dan aku bukan kelompok orang-orang yang mempersekutukan-Nya (wama ana minal musyrikin). Apa yang ditulis guru merujuk kepada Nabi Muhammad Rasulullah.

Tidak usah heran, ajaran Ahadiyah adalah level tertinggi dari tujuh kedudukan (maqamat) tanazzul. Tentu, literasi ini tidak cukup ruang untuk membahas. Adapun yang telah ditulis guru tentang syariat, tarikat, hakikat, makrifat adalah relasi Nur Muhammad dengan Tuhannya, sehingga rahasia menjadi cirinya. Sedang ke-empat ranah keesaan adalah satu kesatuan (tauhid) yang ingin kembali kepada Ahad. Keesaan asma’, af’al, sifat, dan zat ingin  kembali ke Ahad. Keempat mereka menuju kepada yang tiada bersurat, tiada berisyarat.Artinya, Dia yang tiada suara (la shaut), tiada kalimat (la kalam), tiada gambar (la mushawwir). Jangankan Dia, Ahad (maha tunggal) pasti tidak bisa dilihat. Sementara kenikmatan surga(jannah berasal dari kata jin, janin) yang artinya tersembunyi (pada level makhluk). Bagaimana dengan yang menciptakan surga (jannah), jin dan janin (pada level khalik). Tentu, Ahad lebih tersembunyi lagi (ghaibul-muthlaq).

Akhirnya, selamat kepada para murid, muhibbin (pencinta) dunia batin tasawuf, penikmat, pemerhati ajaran-ajaran dari guru yang berkesempatan menghadiri haul guru, dan peringatan satu abad masjid batu Nasrullah (1924-2024). In sya Allah bertepatan pada hari Ahad, 8 September 2024, 07.00 WIBA – selesai. Bertempat di area masjid batu Nasrullah Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Acara dirangkai dengan peringatan maulid N abi Muhammad SAW tahun 1446 H. Haul kali ini, memetik tema: “Bakti pada Guru – Bakti pada Masjid Batu.” Semoga rindu kepada guru, bisa terobati. Selamat dan sukses.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *