Oleh: Arief Adi Purwoko, S.Fil. M.Sc.
Peringatan hari lahir Pancasila yang jatuh setiap tanggal 1 Juni harus dimaknai lebih dari sekedar ritus seremonial. Berkaitan dengan kondisi dewasa ini, apa yang muncul di permukaan adalah fenomena sosial dinamis dan cenderung bergerak secara manasuka, sehingga pembahasan terhadap diskursus ideologi secara berkelanjutan menjadi penting dibahas sebagai nota perhatian masyarakat luas. Harapannya jelas, yakni pergerakan peradaban dalam bingkai identitas nasional dapat bergerak sesuai dengan cita-cita nasional yang tergambar pada preambule dan konstitusi.
Kenyataannya, “mantra” Pancasila justru sering muncul di tengah-tengah perdebatan di antara dua faksi politik atau lebih, untuk meneguhkan figur kekuasaan tertentu. Sementara pada kesempatan lain diskursus tersebut muncul lebih sebagai alat para oportunis; digunakan untuk menyalahkan suatu golongan tertentu, tetapi ironisnya digunakan hanya untuk menjatuhkan figur tertentu tanpa otokritik yang memadai. Pertanyaan yang layak diajukan, apakah Pancasila telah menjiwai setiap insan di Indonesia?
Membicarakan ideologi analog dengan diskusi atas hasil refleksi pada wacana yang abstrak. GW. Leibniz menyebut ideologi sebagai “one great system of truth”, sedangkan Destutt de Tracy menyebutnya sebagai “sciences of ideas” (Kaelan, 2016:2019). Artinya pembahasan tentang ideologi secara ontologis bersifat abstrak karena berada dalam alam pikiran manusia, mazhab, atau kaum tertentu.
Tantangannya yaitu bagaimana merealisasikan sesuatu yang terdapat dalam pikiran kepada praktik kehidupan manusia. Tentu saja hal tersebut tidak mudah, mengingat setiap individu maupun kelompok memiliki cara pandang epistemologis yang berbeda, dengan latar belakang kepentingan atau tujuan yang berbeda pula. Hingga taraf tersebut lah Pancasila dapat disebut sebagai ideologi bangsa dan negara. Argumennya sederhana, yakni negara membutuhkan suatu guidance sehingga cita-cita nasional terwujud.
Upaya menransformasikan ideologi Pancasila sesungguhnya telah dilakukan sejak awal kemerdekaan. Secara de facto, bangunan negara Indonesia tersusun dari kemajemukan, baik dalam perspektif etnik, ras, budaya, bahkan akar epistemologis yang mengikat ideologi masing-masing kelompok tersebut. Di era Orde Lama, kerumitan kemajemukan hingga membuat Presiden Soekarno menggagas ide “Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom).” Kemudian gagasan tersebut harus rela dikebumikan oleh karena terjadi peristiwa kudeta yang melibatkan penculikan dan pembunuhan perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Pada akhirnya ideologi komunisme yang pernah singgah di dalam konsepsi “kesatuan dalam kemajemukan” seketika berubah menjadi common enemy bagi segenap elemen bangsa.
Perubahan rezim terjadi. Era Orde Baru sebagai pengganti Orde Lama, melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1978, tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau sering disebut dengan Ekaprasetya Pancakarsa, sering dianggap oleh banyak kalangan sebagai proses transformasi ideologi yang dilakukan secara doktriner (Purwoko, 2020). Singkatnya setiap warga negara Indonesia harus mendapatkan penataran ideologis secara resmi, meskipun banyak pihak menganggap bahwa upaya represif penguasa terhadap lawan politiknya melalui doktrinasi sipil berskala massif. Hal tersebut dapat dipahami bagaimana setiap keberadaan tidak dapat bebas nilai.
Apa yang perlu digarisbawahi adalah hingga pasca gerakan reformasi tahun 1998, bentuk pengamalan ideologi Pancasila belum dapat dikatakan pada taraf tinggal landas. Hingga pada perspektif legal-formal yang diterjemahkan dalam 4 (empat) kali amandemen konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945), upaya pembumian ideologi masih jauh dari harapan.
Sumber Pustaka:
Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Purwoko, Arief A. 2020. Meretas Pendidikan Terintegratif Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri: Transformasi Ideologi Pancasila dan Deradikalisasi, Jurnal: Journal of Research and Thought of Islamic Education, Vol. 3, No. 1, 2020, Pontianak: Institut Agama Islam Negeri Pontianak.
Isi dan sumber artikel ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya penulis.