Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Minimal, jumu’ah sebutan dalam Alquran bisa menampung banyak jamaah, terkhusus dapat menyatukan hati umat yang terberai, dan merekatkan batin mereka yang retak. Meski dalam sejarah, khutbah jumat pernah disalah-artikan sebagai panggung politik. Khatib di masjid Muawiyah bin Abi Sufyan menghina kelompok Ali bin Abi Thalib, demikian pula sebaliknya. Ketika itu, khutbah jumat sempat menjadi ajang untuk menghasut, umat membenci. Bahkan, memberontak kepada pemerintah yang sah. Masjid di kalangan syi’ah, menjadikan salat jumat sebagai ring untuk membegal sunni. Demikian juga perlakukan sunni terhadap syi’ah, penuh dengan muatan politis.
Dalam sejarah Arab, materi khutbah mengalami kekacauan sunnah adalah pasca khalifah Ali bin Abi Talib sebagai dampak perang Siffin. Perang antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan dengan kubu Ali bin Abi Talib, keduanya adalah sahabat Rasul dari suku Qurais.
Perang Siffin berakhir pada tahkim (arbitrase). Namun tahkim yang tidak ditepati..Singkatnya, dampak perang tersebut menjadikan umat terbelah menjadi empat. Pro Ali bin Abi Talib (kubu Ali), pro Muawiyah bin Abi Sufyan (pro Muawiyah), kontra Ali dan Muawiyah (khawarij). Khawarij awalnya adalah kelompok Ali bin Abi Talib, mereka kecewa terhadap proses tahkim, akhirnya keluar dari kelompok asalnya. Satu lagi, kelompok yang jarang dibahas dalam sejarah, kelompok netral. Jarang dibahas, sebab kelompok ini jumlahnya sedikit.
Aksi dukung atau tolak penguasa ikut menjadi materi khutbah. Layaknya orasi politik, padahal saat berkhutbah. Dalam kenyataan sejarah, kondisi perang ide adalah konflik yang tak terelakkan.
Tesis masjid syiah berorasi menyudutkan sahabat Abu Bakar, Umar, Usman, danbAisyah (istri Nabi), kecuali Ali. Bahkan syi’ah Saba’iyah mengangkat Ali bin Abi Talib sebagai Tuhan. Konflik meruncing ketika kekuatan faksi politik bertikai meminjam kesucian agama sebagai tameng. Pada masa awal pemerintahan Umayyah, konflik juga dipicu oleh rasisme, Arab dan non Arab (‘ajam atau mawali).
Anti tesis khutbah sunni adalah orasi meng-update nama-nama sahabat, terutama sahabat empat. Wardhallahumma’ala arba’atil khulafair-rasyidin, sayyidina Abi Bakrin, wa Umar, wa Usman, wa Ali. Wa’ala baqiyyatish-shahabati Rasulillahibajma’in. Wat-tabi’in.Wat- tabi’it-tabi’in. Waman tabi’ahum bi-ihsanin ila yaumid-din. Komulatif memuliakan semua sahabat, termasuk ummahatul mukminin, menjadi ciri khutbah ahlus-sunnah. Juga, menghormati semua ibunda kaum beriman (ummahatul-mukminin). Mereka yang mulia adalah sayyidatuna Khadijah Al-Kubra, Aisyah Ar-Ridha’, Fatimah Az-Zahra’.
Kemudian pada masa Umar bin Abdul Aziz, diantara khalifah Dinasti Umayyah, khutbah jumat ditertibkan menurut rukun dan materi (naskah) penyampaian yang diseleksi. Saat ini, materi (maddah) khutbah, tausiyah, ceramah, orasi, khusus di Indonesia sangat longgar. Mungkin kalau disensus, negeri ini paling banyak demonya. Demo mahasiswa, buruh, petani, nelayan, pedagang, pelaku usaha, guru, dokter, perawat, apoteker, siswa dan sebagainya. Indikator bagi majunya demokrasi serta kebebasan menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh undang-undang.
Namun, semakin menguat kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat, tatkala media sosial merambah pada semua lini, dan seluruh netizen. Sehingga, konflik menjadi isu global, bukan lagi isu lokal. Ilmu pengetahuan terhubung satu sama lain secara take and give. Akhirnya, ciri kosmopolit tidak mampu dijauhi.
Kini, generasi milenial ikut kontak dalam hubungan kosmopolit ini. Pemahaman agama mereka sudah menjadi trans-nasional. Paham-paham luar (import) menjadi bagian dari lalu- lintas pemikiran global. Bahkan, ajaran agama bukan varian tunggal. Namun, multi varian adalah trend abad ini. Selayaknya, ceramah, tausiyah, orasi, khutbah berwawasan kekinian, memberikan pertanyaan dan jawaban tentang masa-nya. Serta prediksi masa depan. Artinya, sejak dini, sudah dipahami tantangan masa sekarang dan masa hadapan. Diantara tantangan itu adalah sindikat narkoba yang spiral komplotan kejahatan-nya. Sangat merugikan bangsa karena menciptakan generasi yang lemah. Lemah zikir, lemah pikir, lemah ilmu, lemah iman, lemah amal. Sebab, narkoba merusak pusat saraf manusia, guna berpikir tidak normal.
Naskah khutbah, tausiyah, ceramah tentang dimensi akhirat penting, niscaya ceramah tentang dimensi dunia juga penting. Dunia adalah sawah ladang (mazra’ah) akhirat, dunia merupakan jembatan akhirat. Maksudnya, membenahi dunia kita, sama dengan membenahi akhirat kita. Benahi iman, ilmu, amal akan selamat di dunia dan di akhirat. Tidak membenahi- nya, niscaya celaka dunia dan akhirat. Wallahua’lam.