TAUHID MEMPERKOKOH PONDASI KESADARAN BERTUHAN

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Tauhid merupakan jalur aman menuju keesaan Tuhan, jangan tanyakan apa yang Dia lakukan. Namun, manusia akan ditanya setiap yang mereka lakukan (baca surah Al-Anbiya’:23). Sebab, hanya Allah yang menciptakan kamu, dan apa-apa yang kamu lakukan. (Ash-Shaffat:96). “Mahasuci Tuhan-mu, Tuhan yang maha mulia dari apa-apa yang kamu sifatkan (pada-Nya). Dan kesejahteraan (salam) atas semua utusan Tuhan (mursalin). Dan segala puji bagi Allah, Tuhan penguasa alam.” (Ash-Shaffat:180-182).

Jamak manusia beragama tanpa Tuhan. Bagi orang yang mempersekutukan Allah, agama yang dipeluk mereka, bisa menjadi hijab (penghalang) antara kemanusian (insaniyah) dengan ketuhanan (ilahiyah). Sedang Tuhan tidak pernah terhijab bagi manusia tauhid (muwahhid). Apa yang menghijab (mendinding) Tuhan selama ini, adalah kesombongan (arrogant) kekuatan organisasi, ego diri, ego keluarga, termasuk ego agama.

Ketahuilah, paling dimurkai Allah adalah orang-orang yang mempersekutukan-Nya (musyrikun). Mengadakan sekutu-sekutu bagi-Nya, yang dibuat-buat oleh manusia. Sungguh syirik adalah dusta dan dosa yang besar (itsmun ‘adzim). Allah mengampuni semua dosa, kecuali dosa mempersekutukan-Nya (dosa syirik).

Wajib, sembahlah Allah hanya dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (esa). Jangan mempersekutukan-Nya. Orang yang mempersekutukan-Nya ibarat jatuh dari langit, kemudian disambar burung, dan diterbangkan angin ke tempat yang jauh (baca surah Al-Hajj:31). Berdasar ayat tersebut, syirik adalah barang asing. Potensi yang terdapat pada setiap manusia adalah tauhid (keesaan). Ketika tauhid dibuang, artinya manusia telah membuang anugerah terbesar dalam hidupnya. Lalu menjalani hidup dengan banyak Tuhan (syirik). Ibarat membuang intan, memungut sampah (kotoran). Semula (fitrah) setiap manusia adalah tauhid. “Maka tegak-berdirilah berketetapan (hati) pada agama yang hanif (tauhid). Fitrah Allah (iman-tauhid) landasan penciptaan semua alam. Tidak terdapat perubahan pada penciptaan Allah (potensi bertauhid). Demikian itu agama yang lurus. Dan, melainkan kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum:30).

Kesadaran bertuhan itu penting. Buktinya, Ibrahim kembali membangun rumah -Nya dengan mendirikan pondasi yang sudah dibangun oleh Adam, keduanya (Adam dan Ibrahim) adalah utusan Tuhan. Membangun rumah Tuhan bukan sekedar menyusun batu bata. Tetapi membangun pondasi tauhid, supaya generasi yang akan datang tidak kehilangan obor (panduan). Sebagai petunjuk bagi manusia. Didalam-nya (hati) terdapat ayat-ayat (tanda) yang menjelaskan maqam Ibrahim. Siapa yang masuk kedalaman-nya (maqam Ibrahim) dijamin dalam keadaan aman. Dimanakah hakikat maqam Ibrahim? Di hati yang mentauhidkan Allah Jalla wa ‘Ala.

Ketundukan (ibadah) memperkuat tauhid. Tauhid memperkokoh basis kesadaran bertuhan. Kesadaran bahwa Tuhan berbeda dengan makhluk, seperti yang Dia firman-kan: ” … Laisa kamislihi syai-un wahuwas-sami’ul bashir” (Bukan semisal Dia dengan sesuatu, dan Dia maha mendengar, maha melihat). “Dia tidak dapat dipandang oleh mata. Namun Dia dapat memandang semua pandangan. Dan Dia maha halus, maha mengenal.” (Al-An’am:103).

Tauhid (esa) dalam mengimani-Nya, maknanya, tidak tegak egoisme diri, bahkan mati (maut). Adalah kunci menembus tujuh lapis petala langit. Bukankah, manusia bisa menembus-nya, ketika sudah wafat. Keharusan mewafatkan diri sendiri sebelum wafat, matikan diri sendiri sebelum mati sebenarnya (mutu qablaan tamutu), adalah pasword menuju maqam Ibrahim yang esa, dan iman-tauhid (masya Allah-la quwwata illa billah) menjadi akun masuk ke haribaan-Nya. User name adalah Muhammad Rasulullah. Kemudian, musnah diri sebelum pemusnahan alam. Lalu, hitung diri-mu sebelum engkau dihitung oleh Tuhan (hasibu anfusakum qabla an tuhasabu). Terjamin, selamat ketika masuk ke dunia, dengan masuk yang benar. Ketika keluar dari bumi, keluar dengan benar. Dan jadikan untuk-ku, dari sisi-Mu, kekuatan yang menolong (iman-tauhid).

Jangan-kan tidak berdoa, rahasia hati dikenali Tuhan. Ketika sudah paham betul tentang Dia yang tidak memerlukan makan-minum, karena sifat-Nya yang maha kaya-raya. Malah Dia yang memberi makan-minum (huwa yuth’imu wala yuth’am). Maka, semua jenis pemberian-mu kepada-Nya, adalah penghinaan terhadap-Nya. Salat-mu bukan untuk memuji-Nya, Dia sudah sempurna dalam pujian. Kegunaan pujian hanya untuk diri-mu, untuk membangun kesadaran manusia dalam bertuhan. Maha suci Allah, Tuhan tidak pernah meminta untuk disembah. Meminta adalah sifat kerendahan, sifat kekurangan. Kekurangan adalah sifat mustahil bagi-Nya. Terus, beriman sajalah, berserah-diri sajalah. Kelak, Dia akan memberi rezeki dari jalan yang tidak diduga, dan memberi ilmu berupa kemampuan membedakan antara yang benar dan yang salah (furqan).

Setelah mengetahui-nya, sedekah untuk sesama yang memerlukan adalah akhlak terpuji (mahmudah). Tuhan tidak mengambil untung dari zakat, wakaf, infak, hibah dan sedekah hamba-Nya. Namun, karena Tuhan maha santun dalam berkalam, Dia firman-kan, barang siapa yang mau meminjamkan pinjaman untuk Allah, Allah akan memberikan balasan yang lebih banyak kuantitas-nya, dan lebih baik kualitas-nya (hasana). Bahkan, Tuhan melipat-gandakan pahala, dan pahala di sisi Tuhan-mu tidak terbatas (‘atha-an ghairu madz-dzudz). Jadi, pondasi tauhid yang kokoh berimplikasi (berdampak) pada nilai kemanusiaan, dan berkasihsayang (marhamah), bukan peperangan (malhamah). Semoga literasi ini, setidaknya menambah daya dorong (motivasi) bagi kepedulian sesama (sejati). Bukan menyuburkan perundungan (bullying), dan bukan pembunuhan karakter. Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *