TAUHID TANDA KEUTUHAN DAN KESELURUHAN (SYIRIK TANDA KERETAKAN DAN KERUNTUHAN)

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Manusia yang dalam dirinya memiliki serpihan tanda syirik adalah suka membuat agama baru, dengan ciri memecah-belah kesatuan umat. Lalu, menganggap kelompoknya yang paling baik (kullu hizbin bima ladaihim farihun). Dan, kelompok lain salah, bid’ah dhallah. Klaim seperti ini sangat berbahaya, itu yang menyebabkan agama berpecah, agama bercerai, agama berberai. Sampai menjadi tujuh puluh tiga kelompok, hanya satu kelompok yang masuk surga. Dalam beragama, ada dua kondisi yang perlu mendapat perhatian.

Pertama, agama Islam menyuruh umat supaya berada pada fitrah. Fitrah manusia adalah bertauhid (mengesakan-Nya), tanpa terbagi-bagi dalam nama, sifat, dzat dan perbuatan. Tuhan yang tidak sama dengan makhluk. Tauhid dalam Islam menentang keras menyifati Tuhan dengan sifat manusia (antropom) atau mujassimah. Seperti Tuhan bertangan sama dengan tangan manusia, Tuhan berjalan dengan kaki, Tuhan menjalani hidup dengan napas. Tuhan memikir dengan otak. Tuhan melihat dengan mata, Tuhan mendengar dengan telinga. Tuhan berkalam dengan mulut.

Dua, larangan mempersekutukan-Nya. Hadirnya sekutu-sekutu yang selainNya, kemudian dipuja-puji, disembah, diyakini sanggup menyembuhkan, memberi kekayaan dan keselamatan, adalah bentuk penyimpangan fitrah. Hari ini, ketergantungan manusia terhadap alam sangat tinggi. Meski mereka menyembah Tuhan, tetapi jika tanpa tauhid, sia-sia amal mereka, menyembah kelemahan. Lemah yang menyembah dan lemah yang disembah (baca Al-Haj:73).

Banyak dalam ayat dipernyatakan bahwa mempersekutukan-Nya adalah dosa tak terampuni, lalu pelakunya (musyrik) dipenjara dalam neraka Jahannam yang paling dalam. Sebab, sesungguhnya syirik adalah dosa besar (baca Lukman:13). Tauhid (keesaan) mengisyaratkan kepaduan, kesatuan, keutuhan, tidak bercerai-berai. Runtut, dari Adam hingga Muhammad secara berjenjang mewasiatkan tauhid. Bukan persoalan menyembah, tetapi siapa yang disembah. Ya’kub menanyakan kepada putera-puteranya tentang siapa yang disembah.

Pergolakan yang terjadi di pentas bumi adalah perlawanan (perang) antara tauhid dan syirik. Dimanakah tempat (posisi) peperangan (mihrab, mihrab artinya tempat peperangan, seakar kata dengan harab yang artinya perang). Mihrab ada di hati individu masing-masing. Memenangkan tauhid dan mengalahkan syirik. Atau memenangkan syirik dan mengalahkan tauhid. Nuh, adalah contoh seorang nabi yang berhadapan langsung dengan kaumnya (vis a vis). Pemisahan yang jelas, tauhid tidak mungkin bersatu dengan syirik, dan syirik akan terpisah dengan tauhid. Meskipun istri, paman, bapak dan anak (keturunan) seorang nabi, seperti Nuh dan Lut.

Hati yang syirik (bersekutu dengan sekutu-sekutu Tuhan), akan merusak tatanan tauhid yang sudah asli dan telah rapi (fitrah hanafiyah dan samhah). Hanafiyah artinya lurus pada kebenaran, samhah artinya lapang hati menerima diktum kepasrahan dan penyerahan diri (muslim). Muslim adalah Ibrahim, dan Ibrahim adalah muslim, dua keadaan yang tidak terpisahkan. Dalam catatan, Ibrahim adalah nabi ke-tujuh, generasi beliau adalah Ismail, Ishak, Ya’kub, Yusuf, Yunus, Musa, Harun, Zakaria, Yahya, Isa putera Maryam, Muhammad putera Abdullah. Ikutilah agama bapak-mu Ibrahim (ittabi’ millata abikum Ibrahim). Bahkan, siapa yang membenci agama Ibrahim, pertanda kebodohan diri (baca AlBaqarah:130). Ibrahim, disuruh ber-islam (berserah-diri), Ibrahim berserah-diri kepada Tuhan penguasa alam (ayat 131). Tuhan Ibrahim adalah Tuhan keturunan Ya’kub, esa. Sungguh Allah telah memilih-kan agama untuk mereka. Maka jangan mati, kecuali kamu berada dalam kepastian muslim (agama penyerahan diri). Hadirkah kamu sebagai saksi pada detik-detik menjelang kematian Ya’kub (ayat:132-133). Tauhid adalah wasiat utama dan pertama para nabi. Wasiat kedua untuk mengimani Ahmad (Muhammad), lalu beriman pada-nya (Muhammad). Dalam syahadat tauhid dan syahadat rasul. Dengan rukun syahadat, berikrar dilisan, pembenaran kesaksian di hati, dibuktikan melalui amal (perbuatan). Aku bersaksi tiada Tuhan kecuali Allah. Dan aku bersaksi Muhammad benar, utusan Allah.

Dan ingatlah ketika Tuhan berfirman kepada Ibrahim: berserah-dirilah! Ibrahim menjawab: Aku berserah-diri kepada Tuhan alam semesta. Lalu Ibrahim mewasiatkan tauhid kepada putera-puteranya (Ismail dan Ishak), demikian pula Ya’kub (bin Ishak). Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama (Islam, agama berserah-diri) untuk kamu. Maka jangan kamu mati, kecuali dalam posisi muslim (berserah-diri). Apakah kamu menjadi saksi saat (menit-menit) kematian Ya’kub. Ketika dia bertanya kepada anak-anaknya: Apa yang kamu sembah setelah aku wafat? Mereka menjawab: Kami akan menyembah Tuhan-mu, dan Tuhan moyang-mu (Ibrahim), Ismail, Ishak. Tuhan yang maha esa (tidak memiliki istri dan anak). Tuhan yang kepada-Nya, kami berserah-diri (wanahnu lahu muslimun)”. (Al-Baqarah:131-133). Demikian pula agama tauhid Yusuf, muslim, agama tauhid Daud, muslim. Agama tauhid Sulaiman, muslim. Agama tauhid Musa dan Harun, muslim. Agama tauhid Zakaria, Yahya, Isa putera Maryam, mereka semua adalah muslimun (wa antum lahu muslimun). Dan kami (umat Muhammad) adalah umat yang berserah-diri (wa nahnu lahu muslimun). Tauhid utuh-menyeluruh, awal dan akhir, lahir dan batin.

Tegas, di dunia dan di akhirat, manusia paling beruntung, dialah manusia yang mentauhidkan Allah (muwahhid). Ibrahim, Muhammad, dan orang-orang yang mengikuti jejak-langkah tauhid-nya. Mengesakan Allah bukan pada ayat, surah, dan nama. Jangan seperti kaum musyrikin Mekah dahulu, mereka tawaf mengelilingi Baitullah (rumah Allah), dengan nyanyian dan siulan di mulut saja. Ibadah salat dan tawaf mereka tidak sampai ke hati. Atau mereka menjadikan agama sebagai bahan olok-olok dan senda-gurau. “Dan tidak-lah salat mereka di sekitar Baitullah, kecuali siulan, nyanyian dan tepuk-tangan. Maka rasakan azab (siksa), sebagai akibat kedurhakaan (kekafiran) mereka.” (Al-Anfal:35).

Tidak sampai kepada tauhid, artinya belum utuh dan belum menyeluruh untuk mengesakan-Nya. Melainkan syirik dalam bentuk tuhan-tuhan yang banyak (poli-theis). Seperti tuhan salat, tuhan tawaf, tuhan infak, tuhan wakaf, tuhan zakat. Kemudian tuhan memiliki tempat (ruang), di Mekah, Madinah, Palestina. Mentauhidkan-Nya, lambang keutuhan, keseluruhan dan kesatuan (mani’ jami’), tidak bercerai-berai. Keretakan dan keruntuhan terdapat pada sekutu-sekutu tuhan dan orang-orang yang mempersekutukan-Nya (musyrik, jamak musyrikun). Sungguh, mereka yang membangun sekutu-sekutu bagi Allah, sekutu-sekutu itu, akan hangus dan hancur. Karena inilah, maka masjid-masjid tua di Nusantara tidak ada gambar, tidak ada kaligrafi. Justru kaligrafi ayat-ayat, dapat menghijab Allah, Tuhan yang sebenarnya. Telah Dia larang, menyebutkan sekutu-sekutu bagi-Nya di dalam masjid. Menyanyi untuk mempersembahkan pujian kepada makhluk yang ringkih dan mati. Atau memuja kebaikan makhluk yang telah berjasa. Larangan Tuhan adalah: “Dan sesungguhnya, masjid-masjid Allah, maka jangan kamu memanggil seseorang bersama (sekutu-sekutu) Allah yang maha esa (ahad).” (AlJin:18).

Jadi, sangat berat dan sangat sakit resiko yang diambil, bila detik ini masih mempersekutukan-Nya. Ada tuhan harta yang memberi makan, ada tuhan satpam yang menjaga tidur malam, ada tuhan-tuhan yang banyak. Ahad sangat marah kalau Dia dijamakkan, atau diserupakan dengan alam baharu yang diciptakan. “Dan katakan, segala puji milik Allah yang tidak memungut anak laki-laki (sebagai putera). Dan tidak ada sekutu-sekutu dalam kerajaan-Nya, Dia tidak memiliki penolong dari kehinaan. Dan agungkan Dia, se-agung-agungnya.” (Al-Isra’:111). Bagaimanapun banyaknya ibadah (kuantitas), jika tanpa mutu ibadah (kualitas), niscaya musnah amal. Kualitas ibadah bertumpu pada iman-tauhid (ahad). Surah Al-Kahfi ditutup dengan: Jangan persekutukan Dia dalam ibadah (baca AlKahfi:110). Wallahua’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *