Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran
Varian beragama memang mengandung nilai inklusivisme, namun dalam perkembangan sejarah, doktrin agama terlibat pada percaturan dan lalu-lintas paham dan gerakan yang beragam. Kondisi ini, selayaknya agama memberi solusi, minimal bahan pertimbangan dari perspektif agama. Misal, semua para utusan, syariat mereka berbeda. Tetapi, tauhid mereka sama.
Tentu yang diikuti adalah doktrin agama terakhir. Sebab, yang terakhir itulah yang terbaru. Namun, generasi baru sekarang tidak sedikit bila diingatkan dengan Alquran, mereka mengatakan ajaran tauhid (keesaan) hanyalah kisah-kisah terdahulu (illa asathirul awwalin).
Musa, Nabi yang sangat banyak dikisahkan oleh Alquran. Musa dalam banyak hal muncul sebagai sosok yang dapat diambil pelajaran tentang kesabaran. Terutama kesabaran dalam menghadapi Fir’aun dan menghadapi kaum-nya, Bani Israel.
Bentangan sejarah para utusan Tuhan merupakan respon untuk kaum yang memiliki pandangan. Ambillah pelajaran wahai kaum yang masih mampu melihat (fa’tabiru ya ulil abshar). Bahkan, bentangan alam semesta, bentangan sejarah adalah muatan nilai yang sangat berharga. Justru diri sendiri adalah bahan pelajaran bagi orang yang mau menengok perjalanan hidup-nya. Diperlukan sedikit rasa rendah hati (tawadhu’). Kitab suci selalu mengingatkan bahwa manusia saat diberi nikmat, mereka lupa kepada Allah. Ketika diberi sentuhan musibah, mereka berdoa siang-malam.
Namun ketika dihilangkan musibah padanya, mereka mempersekutukan- Nya. Mereka takut rugi, takut pailit, malah takut mati. Mereka menuhankan diri, menuhankan pangkat, harta dan keluarga. Watak asli manusia, kufur ketika diberi nikmat, kafir ketika disentuh bala’.
Sebenarnya, semua yang kita lewati adalah pelajaran, jangan sampai dibiarkan begitu datang dan begitu pergi. Nikmat, bala’, taat, maksiat, semua mengandung hikmah yang besar. Bertujuan menata kembali hidup yang lebih baik. Terutama bala’, betapa banyak orang yang mendapat hidayah dengan asbab musibah. Namun tidak sedikit yang mengingkari Allah, ketika sudah selamat dari musibah.
Pergiliran sehat-sakit, muda-tua, kaya-miskin, hidup-mati, adalah permainan. Bagi orang-orang yang mempermainkan nama Allah, kenapa mereka dapat dipalingkan dari jalan yang benar. “Ketika ditanya kepada mereka, siapa yang menurunkan air hujan dari langit. Lalu dengan air itu, Dia menghidupkan bumi setelah matinya? Pasti mereka menjawab Allah! Katakan (Muhammad), segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti.” (Al-Ankabut:63). Meniadakan Allah bersama tuhan-tuhan yang lain, ternyata menjadi tugas paling penting hari ini. Dia sebutkan sebanyak lima kali dalam surah Annaml, adakah tuhan bersama Allah (a-ilahum ma’allah). Sedang dalam surah Alqasas ditanya, adakah tuhan selain Allah (a-ilahun ghairullah).
Jelas, Tuhan peringatkan, jangan tersilau dan tersihir mata dengan dunia sebagai medan ujian iman. Sementara akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya. Orang yang menghamba kepada dunia, bercirikan hamba keadaan. Ketika musibah di depan mata, mereka ikhlas beribadah (berdoa). Namun berpaling dari- Nya, setelah diselamatkan. Tuhan memberi tunjuk-ajar tentang kehidupan dunia. “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, kecuali senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya kehidupan akhirat ialah kehidupan yang sebenarnya. Jika mereka mengetahui. Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa dengan ikhlas. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, lantas mereka kembali mempersekutukan Allah.” (Al-Ankabut:64-65).
Hari ini, berapa banyak kita saksikan orang-orang yang terbaring di rumah sakit, mereka hanya menyeru Allah. Tatkala Allah singkap tabir mudarat, mereka ingkar sambil bersenang-senang. Bahkan mempersekutukan Dia. Lupa saat sakit dahulu, sebab sekarang sudah sehat. Tuhan ingatkan dalam firman: “Biarkan mereka mengingkari apa-apa yang Kami anugerahkan. Nanti (di akhirat) mereka mengetahui akibatnya.” (Al-Ankabut:66).
Kondisi mudah melupakan nikmat Tuhan tanpa mau introspeksi diri, adalah penyakit rohani yang bernama takabbur (sombong). Ingatlah nikmat Allah kepada-mu, ketika dahulu (masa jahiliyah) kamu bermusuhan. Maka Allah melembutkan hati diantara kamu. Dan mencairlah kamu dengan nikmat-Nya, saling bersaudara. Bukan-kah dahulu, kamu berada di tepi jurang (bibir) neraka, maka Allah menyelamatkan kamu dari neraka (baca Ali Imran:103). Muhammad, Tuhan-mu tidak pernah mengabaikan-mu. Muhammad, Tuhan-mu tidak pernah mengecilkan arti dirimu. Jika semula berawal engkau (Muhammad) bersusah- payah. Pasti akhir lebih baik dari pada awal (optimis). Dia dapati engkau (Muhammad) yatim, lalu Dia sempurnakan (kasih sayang). Dia dapati engkausesat, lalu Dia beri hidayah (petunjuk). Dia dapati engkau kekurangan, maka Dia kayakan. Maka terhadap anak yatim, jangan engkau menghardik. Adapun terhadap orang miskin, jangan engkau membentak. Dan adapun terhadap nikmat Tuhan-mu, hendaklah selalu engkau sebut dengan bersyukur (baca Ad-Duha:3-11).
Ayat Tuhan berlaku sepanjang masa, dahulu, kini dan hadapan. Spesifik, Mekah disebut kota suci dan aman (harama-amina). Pemahaman panjang dari ayat-ayat ini, akan membuktikan kebenaran kalam suci-Nya. “Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan negeri Mekah yang suci dan aman. Sedang manusia disekitar (Mekah) dalam keadaan sengsara. Mengapa mereka masih percaya kepada yang batil (sesat), dan mereka ingkar kepada nikmat Allah?” (Al-Ankabut:67). Jamak dalam ayat, Tuhan menyindir mereka secara halus, bukan-kah kamu dahulu berada dalam kesesatan yang nyata? Wallahu a’lam.