ISRA MIRAJ MUKJIZAT PADA BULAN RAJAB

Oleh: Ma’ruf Zahran

Dalam buku Rihlah Alam Semesta telah mengulas dimensi demi dimensi perjalanan nabi. Maksudnya, dalam memahami dan meyakini Isra Mi’raj, kaum beriman terbagi atas dua kelompok. Kelompok besar adalah para penganut syariat, dan kelompok kecil adalah penganut hakikat. Meskipun keduanya memiliki dalil, hujjah, lalu yang pada akhirnya tetap toleran.

Kini, jamak pemahaman peristiwa penting tersebut berbasis syariat, terlebih lagi diceramahkan tanpa bertandang ke wilayah jiran dalam menyapa ilmu pengetahuan. Ego sektoral keilmuan inilah yang menyebabkan studi keislaman mengalami stagnasi, kalau tidak mau disebut mati suri. Memang, pemahaman syariat tentang Isra Miraj lebih mendominasi dari pada pemahaman hakikat.

Dengan kemajuan IPTEK modern, publik milenial tidak lagi heran dengan kecepatan Isra Miraj yang melebihi kecepatan malaikat dalam perhitungan tahun cahaya. Bahkan, banyak publik mengalaminya baik dalam mimpi maupun dalam kenyataan.

Semuanya menunjukkan kebesaran Allah SWT. Dalam surah Al-Kahfi, kejadian pemuda gua yang tertidur 309 tahun hanya merasakan tidur satu hari atau setengah hari saja (yauman au ba’dha yaum). Dalam surah An-Naml, peristiwa seorang ilmuwan pada masa Sulaiman dapat memindahkan singgasana Balqis (ratu negeri Saba’) ke Palestina dalam waktu sekejap pada satu kali kedipan mata, singgasana Balqis telah berada di istana Sulaiman. Ilmuwan tersebut mengatakan: Ini adalah bagian dari keutamaan Tuhan-ku. Untuk menguji aku, apakah aku bersyukur atau berkufur. Sesungguhnya Tuhan-ku maha kaya, maha mulia.

Dengan berbantuan satelit, manusia bisa memasuki, meretas dan membobol kerahasiaan alam semesta. Jamak dahulu yang menjadi misteri, sekarang menjadi realita. Apalagi sekedar angka, ruang angkasa sudah bisa dijelajahi. Satu detik saja, seseorang sudah bisa berselancar pada bank-bank dunia. Dahulu dianggap mustahil. Kemudian, dimana letak Isra Miraj sebagai mukjizat?

Isra Miraj disebut mukjizat ketika tidak bisa diceritakan. Apabila bisa diceritakan, tentu bukan mukjizat, melainkan amanat. Amanat yang berkalam tentang isra, perjalanan malam yang datar di bumi. Sedang miraj adalah perjalanan malam yang mendaki ke langit.

Berita keduanya adalah amanat. Jadi, amanat perjalanan suci nabi bukan saja menerima perintah salat. Namun keseluruhan perjalanan tersebut menunjukan nilai dan arti penting pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna saat nabi singgah di thayyibah (Madinah), Madyan, Mesir. Ketiga situs bersejarah yang mengandung nilai perjuangan dan kejuangan. Melewati pusara Masyitah yang berbau harum, syahidah perempuan yang mempertahankan iman dihadapan Fir’aun. Fir’aun menjadi manusia terhina, sedang Masyitah menjadi manusia termulia. Untuk memperlihatkan sebagian dari ayat-ayat Kami (linuriyahu min ayatina).

Subhanalladzi asra bi ‘abdihi laila, juga menjadi ayat pertama surat Al-Isra’ yang menanda bahwa diawali dengan kalimah tasbih dan diakhiri dengan kalimah hamdalah, mengindikasikan sebaran ayat yang banyak memperbincangkan kemahasucian Allah (subhanallah) dari memiliki derivat zuriat. Adapun diakhiri dengan kalimah hamdalah (ayat 111) menandaskan kembali bahwa Tuhan tidak memiliki mata rantai nasab dan tidak mempunyai dampak sanad. Segala puji bagi Allah yang tidak ada persekutuan di dalamkerajaan. Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil penolong, segala puji bagi Allah dari segala kekurangan, kelemahan, kehinaan. Dan agungkan-lah Dia dengan segala keagungan.

Subhanallah justru Dia akan menampakkan, menyatakan bahwa semua yang dilihat, didengar dan dikalam merupakan ayat-ayatNya. Secara sederhana, ayat dapat dimaknai tanda atau sinyal. Sesungguhnya hakikat yang datang kepada makhluk adalah ayat (sinyal), hatta kekasih-Nya, Muhammad Rasulullah SAW. Muhammad Rasulullah SAW adalah ayat atau tanda bagi firman Tuhan yang diwahyukan. Sehingga Al-Quran adalah firman, atau kitab suci yang tertulis (kitabiyah) dan alam semesta termasuk diri merupakan kitab suci yang terbentang (kauniyah).

Kedua relasi ayat tersebut harus berjalan simultan. Ilham qudsiyah selalu Tuhan sampaikan kepada utusan-Nya dari masa ke masa. Hikmah rusydiyah sebagai capaian tertinggi para wali yang telah mencapainya. Kalau boleh dipahami isra’ berkelana pada dimensi jasmani, miraj berpetualang pada dimensi rohani. Sedang ahad pada dimensi rabbani (rahasia).

Subhanallah ahadiyah adalah jalan yang tepat. Walau jarang ditulis, tetapi Muhammad SAW sering memuji Tuhan dengan redaksi: Subnaka la nuhtsisana an ‘alaika anta, kama atsnaita ‘ala nafsika. Artinya: Maha suci Engkau, kami tidak sanggup memanjatkan keterpujian (kemahsucian) yang memenuhi diri Engkau. Maka pujian kami adalah seperti Engkau memuji diri-Mu sendiri. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *