KEUTAMAAN SEPULUH MALAM TERAKHIR RAMADAN

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Jadikan sepuluh hari terakhir Ramadan sebagai wahana rehabilitasi diri yang selama ini banyak berdosa kepada Allah SWT. Manusia yang sering menyalahkan Tuhan, atau beranggapan salah terhadap-Nya, namun merasa telah berbuat baik. Alasan logika yang paling masuk akal untuk melawan Tuhan, dan alasan logika pula untuk membenarkan perilaku bakhil, korup dan tidak mau membantu. Logika sangat ampuh untuk dijadikan alat bagi mendurhakai Tuhan-nya. Penting untuk mempuasakan logika dari jumawanya, mempuasakan kecerdasan akademik dari kesombongannya. Menyerahkan kecerdasan logika, bahkan mematikan aktivitasnya dihadirat Penciptanya, Al-Khaliq. Dalam firman menunjukkan bahwa kaum yang telah dicerdaskan Tuhan, namun banyak melawan Tuhan.

Jamak didapati orang-orang yang berpuasa secara fisik, tetapi akalnya belum berpuasa, dalam arti akal yang liar. Walau sudah banyak melakukan puasa, bahkan puasa yang dilakukan menjadi alat untuk mendebat Allah. Firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam AlQur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah yang paling banyak membantah.” (Al-Kahfi:54).

Jamak pula ditemukan orang-orang yang berpuasa secara fisik, namun iman (kepercayaan) belum berpuasa dalam arti kepercayaan yang belum tunduk kepadaNya. Oleh sebab itu, firman Tuhan memperingatkan: “Wahai orang-orang yang beriman, beriman-lah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada kitab Al-Qur’an.” (An-Nisa’:136). Selalu-lah memohon kepada Tuhan untuk ditetapkan iman secara kamilah (Allahummaj ‘alna bil imani kamilin).

Momen sepuluh malam terakhir sangat bernilai bagi insan yang ingin meraih fase terakhir yaitu itqun minan-nar atau pembebasan dari api neraka. Pembebasan dari api neraka indikatornya adalah melepaskan diri dari seluruh yang mengikat dan memenjarakannya seperti hawa napsu, akal, dan semua karya yang dihasilkan manusia saat menjadi hijab bagi Allah SWT. Tertuju hanya kepada Allah SWT dan selain Dia adalah makhluk (ciptaan). Hakikat ciptaan adalah mati, kecuali dihidupkan oleh yang maha memberi kehidupan. Maka kehidupan itu menipu, sebelum mengenal yang memberi kehidupan.

Sebenarnya manusia itu mati, kecuali dihidupkan oleh sang maha hayat, sesungguhnya manusia adalah tidak tahu (jahil), kecuali diberitahu oleh-Nya, al- ‘Alim. Maka jangan sembarangan dalam hidup, sebab hidupnya manusia dari roh, induk segala roh adalah Nur Muhammad, Nur Muhammad tiada berselisih dengan Nur Allah SWT. Demikian pula ilmu, Tuhan berikan cahaya ilmu kepada Muhammad SAW, Muhammad SAW sampaikan cahaya ilmu kepada umat.

Pengenalan terhadap sifat Allah SWT yang maha wujud dan hadir, lagi tsabit (tegak) adalah kunci (miftah) untuk menggapai malam kemuliaan. Mengenai waktu, para ulama berbeda pendapat dalam penentuan malamnya. Menurut pendapat yang muktabarah, lailatul qadar turun pada malam-malam ganjil, malam 21, 23, 25, 27, 29. Adapun pada saat sekarang dimana penentuan malam ganjil dan genap berbeda, sebab perbedaan dalam penentuan tanggal 1 Ramadan. Auto perspektif malam ganjil dan malam genap akan berbeda, sesuai metodologi yang mereka gunakan, rukyat atau hisab. Dua domain yang berbeda, dapat pula digunakan metode konvergensi. Metode rukyat mengkonfirmasi (memperkuat) hasil hisab, atau metode hisab mengkonfirmasi (memperkuat) hasil rukyat. Keduanya dibuktikan kebenarannya dalam kitab suci.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, anugerah akhir zaman yang dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW berkat tasamnuh (toleransi) sesama umat yang berhaluan versi rukyat dan umat yang berhaluan versi hisab. Sehingga setiap malam bisa menjadi malam ganjil. Mungkin anugerah ini tidak dimiliki oleh bangsabangsa lain di dunia. Indonesia didapati sebagai yang paling toleran sesama umat beragama, antar umat beragama, dan toleransi pemerintah dengan umat beragama. Keragaman sudah bisa menjadi parameter kekuatan bagi peradaban bangsa ini. Bahkan menjadi perekat kemanusiaan, kebangsaan, keislaman.

Dalam firman dituliskan: “Demi waktu fajar. Demi malam yang sepuluh. Demi yang genap dan yang ganjil.” (Al-Fajar:1-3). Dalam kitab Durratun-Nashihin (mutiara nasehat) ditulis keutamaan tarawih setiap malamnya. Mengingat pentingnya sepuluh malam terakhir, dalam kitab tersebut sebagai perkataan ulama, penulis nukil yaitu keutamaan salat tarawih pada malam kedua puluh adalah diberi pahala seperti pahala orang yang syahid di jalan Allah dan wafat sebagaimana kewafatan orang-orang yang saleh.

Keutamaan malam ke-21 Ramadan, bahwa Allah SWT akan membangun untuk hamba-Nya rumah di surga yang terbuat dari cahaya. Pada malam ke-22, Allah SWT menyelamatkan hamba-Nya dari segala kesusahan dan kebimbangan hari kiamat. Malam ke-23 Ramadan, keutamaan tarawih adalah bahwa Allah SWT akan membangun kota di surga untuk hamba-Nya. Keutamaan tarawih malam ke24 akan memperoleh 24 doa terbaik dan mustajabah. Keutamaan tarawih malam ke-25, Allah SWT menghilangkan siksa kubur untuk-nya. Keutamaan tarawih malam ke-26, Allah SWT meningkatkan pahala selama 40 tahun. Keutamaan tarawih malam ke-27, sesungguhnya di hari kiamat kelak, dia melewati jembatan shirathal-mustaqim seperti kilat. Keutamaan tarawih malam ke-28, Allah SWT mengangkat seribu derajat baginya di surga. Malam ke-29, Allah SWT memberikan pahala 1.000 ibadah haji yang diterima. Terakhir, malam ke-30, Allah SWT berfirman: Makan dan minumlah di surga dengan enak. Mandilah dengan air sungai Salsabila. Minumlah di telaga Al-Kautsar. Aku Tuhan yang penyayang, dan kamu semua adalah hamba-Ku. Mengingat serta menimbang banyaknya keagungan yang diberikan Tuhan kepada Ramadan bulan mulia, sebab didalamnya pula memuat keutamaan satu malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Bagaimana ingin meraihnya dengan perhatian dan penjagaan yang serius?

Berdasarkan pengalaman spiritual, ada ulama yang mengalami malam AlQadar. Lalu mereka menulis waktu di sepuluh malam terakhir berdasarkan pengamatan dan pengalaman bertahun-tahun. Walau disini, ulama berbeda pendapat tentang malam turun Al-Qadar. Ada yang mengatakan Al-Qadar turun setiap malam, di dalam dan di luar Ramadan. Artinya, Al-Qadar disamakan dengan hidayah (petunjuk).

Ada pula yang mengatakan malam Al-Qadar turun di bulan Ramadan tanpa menghitung genap atau ganjil. Pendapat yang muktabarah adalah Al-Qadar turun pada malam 21, 23, 25, 27, 29 Ramadan. Namun ada pula berdasarkan penentuan tanggal dan hari awal Ramadan. Al-Ghazali (lahir 1059, wafat 1111 M), Al-Qalyubi (wafat 1658 M) dan diikuti oleh beberapa sufi di Nusantara seperti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (lahir 1710, wafat 1812 M) dalam Kitab Sabilal Muhtadin dan Perukunan Melayu Besar telah memberi beberapa keterangan.

Berikut ulasan, berpendapat berdasarkan versi penentuan 1 Ramadan terdapat hubungan yang menunjukkan indikator malam Al-Qadar. Apabila awal Ramadan jatuh pada hari Ahad atau Rabu, kemungkinan Al-Qadar turun malam ke-29 Ramadan setiap tahun. Bila awal Ramadan pada hari Jumat dan Selasa, maka kemungkinan Al-Qadar jatuh pada malam ke-27 Ramadan. Jika awal Ramadan ditetapkan pada hari Kamis, kemungkinan Al-Qadar turun pada malam ke-25 Ramadan. Jika penentuan awal Ramadan pada hari Sabtu, maka kemungkinan AlQadar turun pada malam ke-23. Dan jika penetapan awal Ramadan pada hari Senin, maka kemungkinan Al-Qadar turun pada malam ke-21 Ramadan. Demikian para ulama berbeda pendapat, Nabi dan para sahabat semasa hidup mereka menemukan Al-Qadar dalam malam-malam mulia yang dijanjikan Tuhan. Malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan.

Perlu diingatkan, ada beberapa kewajiban yang harus ditunaikan saat akan menutup bulan suci Ramadan. Diantaranya zakat fitrah, zakat fitrah yaitu pembayaran wajib agama setiap individu umat yang beragama Islam sebagai pembersih puasanya dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Pembayaran yang boleh dilakukan sejak awal Ramadan sampai akhir Ramadan. Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *