MENCARI KRITERIA FIGUR PEMIMPIN

Oleh: Ma’ruf Zahran

JELANG tahun 2024 banyak massa yang mengapung atau mengambang (floating mass), terutama pemilih pemula dalam pemilu, disarankan memiliki standar saat menentukan pilihan. Sebab satu suara yang sangat berharga (one man one vote). Opini kali ini menawarkan kriteria umum memilih figur pemimpin yang dapat diterima oleh semua kalangan dan para pihak. Maksudnya, tenang dan ketenangan itu penting, saat Pancasila kehadiran-nya yang dijadikan panutan seluruh rakyat Indonesia. Sama artinya menentukan kriteria cerdas memilih pemimpin baik formal maupun non formal. Artinya pilihlah pemimpin yang berkarakter Pancasilais. Kriteria tersebut karena Pancasila adalah landasan ideologi, dan UUD 1945 adalah landasan konstitusi dalam berbangsa dan bernegara, NKRI. Amanah keduanya memuat nilai-nilai ajaran luhur bahwa kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Perlu disadari bahwa pemilu tahun 2024 yang sejenak lagi digelar, bukan sekedar persoalan politik dan dampak kawasan Indonesia saja, dari Sabang sampai Merauke (2024-2029). Namun juga dalam pantauan dunia internasional dan dampak global. Keterkaitan dan ketergantungan antar negara dalam kawasan regional dan global awal dari perjanjian bagi keberlanjutan dan ketersinambungan kerja sama bilateral dan multilateral dalam geo politik dan ekonomi. Landasan menjunjung tinggi asas demokrasi wajib semakin diperkuat. Jujur, adil, amanah, bebas dan rahasia memastikan terlaksana. Bukankah pemilu jaminan dari rakyat untuk rakyat, rakyat sedarah dan
setanah air yang menginginkan keamanan dan kesejahteraan. Jangan sampai terjadi intervensi pihak asing yang berniat merusak Pancasila. Merusak ketuhanan yang mahaesa. Merusak kemanusiaan yang adil dan beradab. Merusak persatuan Indonesia. Merusak kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Merusak keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bila pemilu ditilik dari Pancasila terdapat pada sila yang ke-empat. Sejak dahulu, bangsa Indonesia sudah diajarkan bahwa sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (sistemik). Pemilu juga dalam rangka merawat Indonesia yang sudah berusia 78 tahun, bermaksud sama dengan mengawal cita-cita luhur bangsa Indonesia yang merdeka (1945). Jangan sampai pemilu 2024 tercorengi oleh perilaku oknum yang tidak Pancasilais. Oknum dengan perbuatan tidak berketuhanan yang maha esa, tidak berkemanusiaan yang adil dan beradab, tidak menjunjung tinggi persatuan Indonesia, tidak berlandaskan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, tidak berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai bangsa yang telah lulus melewati masa-masa uji-kritisnya (1945-1949) dan dalam usia 78 tahun sejak hari lahir kemerdekaan-nya, serta telah berkali-kali melakukan pemilu, jadikan pemilu tahun 2024 sebagai algoritma jurdil (jujur dan adil). Jurdil akan mengundang sifat baik seperti menjalani proses pemilu dengan sangat terpercaya (integritas), dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), sesuai prosedur (kapabilitas), menjunjung tinggi aturanpemilu (sportifitas), perhitungan suara yang tepat serta tidak terdapat manipulasi (validitas), bekerja sesuai bidang penugasan pemilu (profesionalitas). Nilai mulia yang dikandung dalam pemilu inilah sebuah upaya mengedukasi rakyat berpolitik. Sebab pemilu sebagai saluran yang sahuntuk berpolitik praktis. Kecuali itu, pemilu juga menggambarkan hati nurani rakyat dan menggambarkan tingkat kepahaman mereka tentang kriteria calon pemimpin yang akan dipilih. Selain sebagai seorang Pancasilais, pemimpin juga mengikuti sifat mulia para rasul.

1. Shiddiq (jujur).
Di kalangan masyarakat, jujur sudah merupakan barang langka, terutama jujur dalam menepati janji dan jujur dalam amanah tanggungjawab tentang jiwa dengan jiwa, dan menepati kejujuran dalam harta. Ada yang tetap istiqamah dalam menepati janji, namun secara kuantitatif sedikit. Padahal pilar pertama ketahanan dan kemajuan suatu bangsa adalah kejujuran bangsa itu sendiri.

Kejujuran adalah modal dasar untuk perbaikan, karakter jujur mendidik insan untuk memperbaiki dirinya. Dalam kapasitas sebagai bangsa hanya bangsa yang jujur yang mau maju. Artinya rakyat harus jujur dengan dirinya sendiri, karakter jujur bukan bentuk kelemahan diri, melainkan kekuatan diri. Diri yang kuat ketika memandang dirinya berupa kelemahan, kelebihan, harapan, peluang dan tantangan. Dari masyarakat data yang akan diberikan lurah kepada camat,camat kepada wali kota, wali kota kepada gubernur, menteri, sampai presiden adalah data yang jujur, bukan data yang manipulatif. Dengan jujur, rakyat dan pemerintah akan selalu belajar, dan belajar seterusnya tiada henti dan menimba pengalaman tiada jeda. Bangsa yang kuat bukan bangsa yang berhenti belajar, melainkan belajar sudah menjadi icon berbangsa dan karakter bernegara. Semboyan tingkatkan SDM merupakan masa depan bangsa Indonesia, generasi emas yang gemilang (2045), seabad Indonesia kita.

Trias-politika dalam domain eksekutif, legislatif dan yudikatif kita, kita merindukan sosok Umar bin Khattab yang adil dalam memerintah dan mengutamakan kesejahteraan (makan dan minum rakyat yang bergizi). Kesehatan yang diinginkan rakyat secara mendasar (dharuriyat), bahkan menjadi kebutuhan yang mendesak adalah makanan dan minuman yang bernutrisi, bergizi dan harganya murah. Mungkin 60 % rakyat Indonesia berada di bawah dibawah garis kemiskinan, 30 % berkategori miskin, dan mungkin hanya 10 % yang menikmati kekayaan. Bersilewerannya mobil-mobil mewah belum menunjukkan angka kemakmuran, mungkin hanya leasing atau dalam agunan bank. Malu apabila pemimpin bercermin kepada Umar bin Abdul Aziz yang hanya dua tahun memerintah (108-110) telah mampu meniadakan orang-orang miskin, sehingga zakat untukgolongan fakir dan miskin tidak ada, rakyat sudah tergolong masyarakat sangat sejahtera.

2. Amanah (dapat dipercaya).
Press mendapat mandat untuk mengawal amanah rakyat, selain lembaga pemerintah dan non pemerintah seperti LSM. Amanah dalam arti dapat dipercaya sebab sistem pemerintahan berada di tangan rakyat (demokrasi) melalui permusyawaratan perwakilan. MPR/DPR/dan lembaga pemerintahan adalah representasi (perwakilan) suara rakyat. Sangat besar tanggungjawab di dunia dan di akhirat bagi mereka yang mengemban amanat rakyat. Amanat rakyat terdapat dalam permusyawaratan perwakilan rakyat, lembaga DPR, lembaga kepresidenan, lembaga kehakiman, lembaga keuangan. Apa yang mereka kelola adalah uang rakyat dari pajak rakyat untuk kesejahteraan rakyat.

Lembaga pendidikan mulai dari pra-persekolahan (PAUD, TK) dan lembaga persekolahan SD, SMP, SMA (minimal pendidikan 12 tahun), harus didik dan latih supaya menampakkan karakter amanah dari individu siswa sejak dini. Pendidikan Tinggi (S-1 dapat ditempuh dalam masa studi empat tahun, S-2 selama dua tahun, S-3 selama tiga tahun), bertujuan sudah pada memantapkan amanah. Ironinya, justru orang-orang yang mengecap pendidikan tinggi kecenderungan untuk korupsi dengan hulu ledak kerugian negara yang besar. Negara dirugikan biasanya oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi. Mereka adalah oknum sehingga tidak bisa digeneralisir, alumni S1, S2, S3 bahkan guru besar banyak yang baik. Seperti antah di dalam beras, sewaktu kita “menampi” beras, sangat jelas antahnya, sebab antah yang akan dibuang, bukan berasnya. Beras diambil-antah dibuang.

3. Tabligh (menyampaikan).
Kriteria pemimpin (imam) bukan mereka yang menyembunyikan informasi kebaikan untuk masyarakat. Sifat menyembunyikan kebenaran akan membuat rakyat berada dalam kesesatan. Sebab pemimpin menyembunyikan kebaikan untuk rakyatnya, rakyat yang hakikatnya memimpin justru tetap dalam kemiskinan dan keterpurukan. Sedang yang menjadi wakilnya bisa hidup mewah. Adapun angka statistik bahwa kemiskinan rakyat sudah bisa dikurangi, data tersebut bisa ditulis di atas kertas. Artinya, sebagian telah gagal memahami arti demokrasi. Maksudnya jangan berniat kaya dengan menjadi pemimpin, karena hakikat pemimpin adalah pelayan yang melayani rakyat, bukan dilayani rakyat. Paradigma ini yang sering bertukar tempat. Rakyat melayani raja atau raja yang melayani rakyat? Ketika raja berpikir siang-malam mencari cara menyejahterakan rakyat, maka hak rakyat untuk disejahterakan. Bukan sekedar menghabiskan anggaran, tetapi mampu mendatangkan keuntungan diluar anggaran definitif. Semua kinerja yang dilakukan untuk menyejahterakan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

4. Fatanah (cerdas).
Bagi yang mau ingin menjadi pemimpin, wajib memiliki kecerdasan IQ di atas rata-rata, tidak boleh seorang pemimpin bodoh (baladah). Sebab putusan-putusan eksekutif yang dihasilkan akan berdampak 30-50 tahun kedepan, minimal satu generasi. Kalau pemimpin lalai menyiapkan generasi handal artinya dia pemimpin yang gagal. Pemimpin yang gagal bukan karena tidak membuat hotel bintang lima, dan bukan landasan pesawat yang mewah. Melainkan pemimpin yang gagal sebab dia telah menciptakan generasi stunting. Generasi stunting indikatornya adalah penurunan IQ atau HDI yang rendah (Human Development Indeks). Angka putus sekolah menanjak tajam, kematian ibu melahirkan meroket, biaya sekolah dan kuliah semakin mahal.

Disinilah para pengambil kebijakan dan pengampu kepentingan betul-betul merasakan denyut nadi masyarakat kota yang dipimpinnya. Wajib tahu mana kebutuhan yang mendesak berupa lapangan pekerjaan yang mudah. Sebab bisa makan hari ini bagi rakyat miskin kota lebih penting daripada menghiasi kota yang sudah indah. Harga susu bayi dan susu anak-anak yang terjangkau lebih baik daripada trotoar yang baik. Apa yang menjadi darah-daging rakyat lebih penting daripada pembangunan fisik yang akan dibongkar lagi, karena sifat bosan memandang dan sewaktu dibanding dengan Dubai. Kota dan negara yang maju memastikan kecukupan gizi bagi ibu hamil, ibu menyusui karena harga susu yang murah, namun tinggi kualitas.

Paradigma pengambilan otoritas kebijakan bila tidak berbasis rakyat tentang kesehatan dan pendidikan, pasti akan menyesal, tercela dan terusir. Jika generasi tidak dipersiapkan dari awal, kita hanya akan menuai 25 tahun yang akan datang, gelombang generasi yang lemah. Sebab keberpihakan kepada konstruksi, dan tidak berpihak kepada gizi, memperparah keadaan masa depan. Auto gizi yang terpenuhi akan mudah mengajar generasi, dan auto gizi yang rendah berakibat rendah-nya mutu pembangunan sumber daya manusia (SDM). Tidak ada yang memuji kita apabila sepeninggal kita nanti adalah kebijakan yang tidak pro-rakyat. Sebab pemimpin apabila pensiun, mereka pasti kembali kepada rakyat. Tugas pemimpin hanya dua, menyejahterakan dari rasa lapar dan memberikan keamanan dari rasa takut. Wallahu a’lam

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *