BETULKAH SALAT ANDA?

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Salat bila disebut pekerjaan yang bersifat rutinitas, maka dia dengan mudah dikerjakan seperti aktivitas lain, mandi, makan, gosok gigi, pergi ke tempat kerja, pulang ke rumah, istirahat, tidur dan sebagainya. Keseringan yang membuat pekerjaan salat kurang peka, bahkan hilang rasa. Kondisi yang demikian memantik dua sikap berlawanan. Sikap pertama yaitu salat tetap dikerjakan, namunkehilangan ruh atau penjiwaan terhadap-nya. Dengan kata lain, salat yang dikerjakan tidak memberi dampak mental yang signifikan. Sikap kedua telah meninggalkan salat sama sekali, sebab merasa tidak memberi untung.

Kitab Bulughul maram, Subulus-salam, Al-Lu’lu’ wal marjan, sebagai bagian dari kitab fikih telah memuat hadis yang banyak membicarakan tentang ibadah, termasuk salat. Jika perlu dikaji, dalam batang tubuh salat itu sendiri mengandung tiga rukun. Rukun qalbi (aturan hati), rukun qauli (aturan perkataan), rukun fi’li (aturan perbuatan). Ketiganya menyangkut amal (pekerjaan) salat. Rukun qalbi bertempat di hati (rasa). Artinya tanpa perkataan dan bukan perbuatan. Kemudian rukun qauli bertempat di lisan yang berucap, lalu rukun fi’li atau perbuatan yang bertempat di anggota tubuh. Ketiganya ini masih dikelompokkan salat syariat. Syariat dalam arti tata aturan hati berupa meluruskan niat dan tertib. Tata aturan perkataan adalah ucapan yang benar pada setiap posisi. Sedang rukun perbuatan merupakan posisi salat dan peralihan antar gerakan. Perbuatan menyertai bacaan, baik bacaan dalam kategori rukun atau bacaan sunnah-sunnah dalam salat. Dan bacaan yang membersamai gerakan salat, baik gerakan rukun maupun sunnahnya.

Rukun qalbi ada dua yaitu niat hati dan tertib hati. Niat hati merupakan tata di awal salat, dan tertib hati merupakan tata di akhir salat. Penataan pertama adalah permohonan ijin untuk menghadap (niat) sebelum takbir. Dimensi pertama ini tidak segampang yang diyakini oleh orang kebanyakan. Dimana mereka belum sempurna berdiri sudah takbir, sedang memasang niat saat mereka berjalan menuju masjid atau sambil bercakap-cakap. Jelas, manusia seperti mereka tidak beradab kepada Rab. Tidak hadir hati kepada Allah, tidak ada takut kepada-Nya, tidak berharap berkah, tidak sabar, tidak syukur, tidak ridha dan tidak mesra dengan Tuhan.

Mereka mengira dengan sikap semberono, Tuhan sudah sangat maklum. Memaklumi bahwa Tuhan yang berhajat kepada manusia. Oleh sebab itu, Tuhan wajibkan salat. Bukan manusia yang berhajat kepada Tuhan. Enam puluh tahun salat, selama tidak memerhatikan adab, sungguh mereka menyembah bayangbayang. Ibarat perjalanan isra miraj demikian pula salat. Mulai dari syariat sampai kepada hakikat salat.

Tertuang-lah amal salat kedalam 13 rukun yang terdiri atas dua rukun hati (qalbi). Rukun qalbi yaitu niat dan tertib. Lima rukun bacaan (qauli) yaitu membaca takbiratul ihram (Allahu akbar), membaca surah Al-Fatihah, membaca syahadat, membaca selawat, membaca salam. Adapun rukun gerakan (fi’li) pada enam posisi dan pergantian gerakan yaitu berdiri, ruku’, i’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk tahiyat. Ketiga belas rukun tersebut mengandung nilai kehambaan dengan ucapan Allahu akbar yang bertujuan memahabesarkan Allah SWT. Allahu akbar adalah ucapan pada tiap-tiap peralihan posisi. Betapa penting menjaga hati, perkataan dan perbuatan di dalam dan di luar salat. Tertuju hati hanya untuk Allah saja (lillah), tertuju ucapan hanya untuk Allah saja (lillah), tertuju gerakan hanya untuk Allah saja (lillah). Jika makna di dalam salat ini mampu ditransfer kemakna di luar salat (perilaku keseharian), maka salat yang demikian sangat fungsional untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar (baca: Al-Ankabut ayat 45).

Memperhatikan inti salat adalah zikrullah (mengingat Allah) dalam posisi berdiri, duduk, sujud, ketiganya bersifat dinamis (baca surah Taha:14). Dalam kalam suci: “Sesungguhnya Aku Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku. Dan dirikan salat untuk mengingat Aku.” Posisi berdiri, duduk dan sujud memiliki aturan syariat. Adalah rukun qauli yang saat berbicara, wajib berkesesuaian atau berkeserasian antara bacaan dan gerakan. Keberiringan tersebut jangan terlepas dari zikir hati (tanpa bersuara) yaitu bahwa salat minallah (dari Allah), salat hanya untuk Allah (lillah), salat hanya dengan pertolongan Allah (billah). Kemudian, senantiasa bersama dengan-Nya dan tidak terpisah lagi selamanya (ma’allah). Rasa tersebut itulah yang menjadi batin salat. Artinya materi dzahir salat tetap di bumi, namun amal batin salat yang telah miraj secara tunai. Lalu, rahmat-Nya dibayar secara tunai di dunia, sebelum di akhirat kelak. Hakikatnya, perjalanan bolak-balik isra miraj dan turun ke bumi dapat terjadi berkali-kali dalam sehari-semalam, bahkan ribuan kali saat sudah tersambung dengan Al-Khaliq.

Setelah benar niat ikhlas sebagai rukun hati dalam arti restu dan perkenan dari-Nya untuk menghadap. Ijin diberikan oleh-Nya. Karena sebelum salat fardu telah diawali dengan mempersiapkan pra-kondisi (set induction) salat seperti salatsalat sunnah, tasbih, tahmid, takbir, tahlil. Amaliah pembuka tersebut ibarat warming up (pemanasan), sebelum memasuki inti kegiatan. Persiapan penting sebelum menerbangkan pesawat. Sebab komando Allahu akbar, pesawat diri sudah lepas landas (take up). Allahu akbar, disini hamba sudah berpasrah-diri total, senyap dan lenyap. Bermakna salat adalah miraj (naik) ruh orang-orang beriman (ashshalatu mi’rajul mukminin). Ruh putih dan bening mereka menuju hadirat Allah Jalla wa ‘Ala, dan diterima di Al-Mustawa. Dari diri Muhammad sang pendiri salat, lalu salat menuju kehadirat yang maha kudus, lalu berakhir dihadapan yang maha kudus.

Sesudah lepas landas dengan kalimah Allahu akbar (takbiratul-ihram), dengan tiada mengingat, kecuali Allah yang maha besar. Allahu akbar ibarat diri pesawat sedang menanjak. Kemudian, barulah pesawat diri terbang dengan normal dalam ketinggian yang sedang. Ketika sudah stabil kejiwaan pesawat diri, bacalah surah Al-Fatihah dengan tenang. Kemudian ruku’ dengan tumakninah, i’tidal dengan tumakninah, sujud dengan tumakninah, duduk dengan tumakninah, salam dengan tumakninah.

Seterusnya, pilot akan menerbangkan setinggi-tinggi penerbangan sesuai kapasitas dan kecanggihan navigasi pesawat saat kesaksian jiwa (syahadah) di peraduan-Nya, Al-Mustawa. Al-Mustawa bukan alam malaikat, melainkan alam ilahiyat (ketuhanan). Jiwa dengan jiwa, akhirnya menjadi se-jiwa. Bukan jannah, tetapi di sisi Kami terdapat karunia tambahan (waladaina mazid). Muhammad yang bertemu dengan Tuhan-nya (liqa’) dan memandang wajah-Nya yang maha mulia. Setelah rukun bacaan syahadat, perlahan nan lembut selawat meliputi Muhammad dan Muhammad meliputi selawat. Tersadar penuh seluruhnya dengan selawat, sebab akan persiapan landing atau persiapan pesawat menyentuh landasan. Atau, rohani akan menyatu dengan jasmani dalam rangka menunaikan tugas-tugas kehidupan.

Persiapan pesawat jiwa betul-betul aman dalam mendarat ketika salam diperkenan untuk diucapkan. Ucapan salam ke kanan dan ke kiri menandakan laporan bahwa seorang mukmin baru pulang dari miraj. Pulang dari miraj membawa pesan dan kesan pengalaman rohani (spiritual) yang dalam. Pesan dari misi perjalanan tersebut wajib disampaikan, terutama iman tauhid. Dapat dibayangkan anugerah ilmu ladunni yang Tuhan limpahkan saat seseorang menutup salat-nya untuk niat salat kembali. Begitu selanjutnya niat salat berketerusan dan ditetapkan sebagai salat seumur hidup (mudawwamah). Sebab seseorang akan dinilai sesuai dengan apa yang diniatkannya.

Lima rukun wajib bacaan di atas dan rukun sunnah bacaan mengandung nilai kebaikan yang agung berupa kandungan hikmah 28 huruf hijaiyah. Mulai dari huruf alif yang artinya ulfah (keramahan), huruf ba yang artinya barkah (kebaikan yang melimpah). Huruf ta yang artinya taubah (kembali). Huruf tsa yang artinya tsaubah (pahala). Huruf jim yang artinya jamalah (keindahan), huruf ha artinya hikmah (kebijaksanaan), huruf kha artinya khaira (kebaikan, kepantasan). Huruf dal artinya dalila (pedoman), huruf dzal artinya dzaka (kecerdasan), huruf ra artinya rahmah (kasih-sayang), huruf zai artinya zakah (kesucian). Huruf sin artinya sa’adah (kebahagiaan), huruf syin artinya syifa’ (penyembuhan). Huruf shad artinya shidqan (kejujuran), huruf dhad artinya dhiya’ (cahaya), huruf tha artinya thaharah (kebersihan), huruf zha artinya zhillah (naungan). Huruf ‘ain artinya ‘ilmu (ilmu), huruf ghain artinya ghina (kekayaan). Huruf fa artinya falah (kemenangan), huruf qaf artinya qurbah (kedekatan). Huruf kaf artinya karamah (kemuliaan), huruf lam artinya luthfah (kelembutan). Huruf mim artinya Muhammad, huruf nun artinya nur (cahaya), huruf waw artinya wuslah (pertalian), huruf ha artinya hidayah (petunjuk), huruf ya artinya yaqin (keyakinan). Setiap pembacaan huruf dalam bacaan salat, seseorang mendapat 50 kebaikan pada setiap huruf-nya.

Secara syariat terdapat ketentuan cara (kaifiyat) salat yang benar. Seperti berdiri tegak bagi yang mampu, mengangkat kedua belah tangan lalu bersedekap. Kemudian ruku dengan diameter 90 derajat condong ke kiblat. I’tidal dengan berdiri sejenak, lalu sujud. Dalam posisi sujud banyak yang keliru. Seharusnya waktu sujud seluruh muka, mata, hidung, kening, mulut wajib menyentuh sajadah. Sebab wajah adalah wilayah sujud. Duduk diantara dua sujud dan duduk tahiyat tidak boleh jarijemari melewati lutut. Sebagai tambahan dari kajian hakikat pada tahiyat akhir, tatkala mengangkat syahadat dan jari telunjuk telah lurus, sesegera mungkin diikuti oleh jari jempol dibawah jari telunjuk secara rekat. Demikian diwasiatkan bahwa kedua jari tersebut yang rapat menunjukkan Allah-Muhammad selalu dekat, rekat, rapat. Disamping simbol yang bermakna Muhammad berlindung di bawah lindungan Allah. Dapat pula dimaknai keduanya tidak pernah terpisah. Bihaqqi muhammad-haqqullah. bihadi muhammad-hudallah. Binurimuhammad-nurullah. Bisirrimuhammad-sirrullah.

Salam ke kanan adalah rukun, salam ke kiri adalah sunnah. Ucapannya adalah: Assalamu’alaikum warahmatullah … Kemudian rukun ke-tiga belas adalah tertib. Pembahasan tertib ini harus lebih serius, terkadang sering dilupakan. Secara fikih bahwa selesai salat adalah ucapan memohon ampun. Astaghfirullah yang mengandung ucapan aku memohon ampun kepada Allah SWT sudah sangat tepat.

Tertib juga dipahami berurutan, tidak tumpang-tindih dan tidak saling mendahului baik bacaan maupun gerakan. Hal ini penting disampaikan, mengingat salat berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW adalah: “Amal hamba yang pertama kali dihisab (dihitung) di hadapan pengadilan Tuhan ialah salat. Bila baik salat-nya, maka baik seluruh amal-nya. Bila rusak salat-nya, maka rusak seluruh amal-nya.” (Hadits Bukhari-Muslim). Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *