MENYINGKAP TABIR HIJAB

Oleh: Ma’ruf Zahran

Al-Quran yang belum pernah dibukukan sebelumya, kemudian atas petunjuk Nabi Muhammad SAW disusunlah hapalan para sahabat berdasarkan hapalan Rasulullah SAW. Sebab Rasulullah SAW berdasarkan riwayat bacaan malaikat Jibril. Jibril selalu mengecek bacaan Rasulullah SAW, terutama satu bulan penuh Ramadan mulia. Ramadan mulia karena kemurahan dari Tuhan, Allah SWT. Kemurahan disebabkan Taurat, Zabur, Injil dan Al-Quran diturunkan pada malam kemuliaan.

Mukjizat Al-Quran tidak sekedar perimbangan kata siang dan malam, balancing antara kata hayat dan maut, atau sebutan bulan sebanyak dua belas kali yang menunjuk dua belas bulan dalam setahun. Perhitungan angka numerik di atas telah menjadi isyarat ilmiah kebenaran kitab suci Al-Quran. Bukan pula saat literasi ayat-Nya yang mengundang rasa ingin tahu lebih dalam. Dapat pula ayat menggugah perasaan syukur menjadi karakter syukur. Menggugah perasaan sabar menjadi karakter sabar. Menggugah perasaan ridha menjadi karakter ridha. Artinya, ayat yang dibaca mampu menumbuhkan optimisme dan tawakkal terhadap nasib kehidupan di dunia. Ayat dibaca mampu menjadi obat saat penyaluran rasa yang terpendam tidak terkeluarkan. Keluarkan dengan azan, dengan tilawah, dengan selawat. Dan dengan seluruh bentuk pelayanan umat dan pengabdian sosial. Lelah- payah yang membuahkan pahala, jannah dan ridha Allah.

Numerik dan literasi kitab suci, bukan saja sebagai tanda, tapi juga jalan penyampaian kepada mukjizat. Tetapi numerik ayat bukan mukjizat, numerik ayat sebagai tanda, media, matematika. Namun jangan terhenti disini. Bila terhenti diproses artinya berhenti di jalan atau cara (thariqah). Banyak orang-orang yang telah wafat terhenti di thariqah (terhenti di jalan). Saat kematian, ruh-nya masih terus mencari, namun dalam perjalanan (suluk) yang diliputi oleh amukan badai dan gelombang hitam-mencekam. Arwah yang menderita, sebab untuk menamatkan kajian, ruh harus masuk dari karantina ke karantina, dari penjara ke penjara, dari lautan ke lautan. Betapa hebat pengajaran alam kubur (barzakh). Banyak orang ‘alim dan orang awam harus belajar lagi. Sebab kajian mereka tentang Tuhan tidak sampai kepada Ahad. Tuhan yang mereka sebut, tetapi Tuhan bukan sebutan (la ta’yin).

Nama (asma) telah berperantara untuk menyatakan-Nya. Saat Dia masih bisa dinyatakan bersifat Tuhan, auto bukan Tuhan. Saat Dia dikatakan bernama Allah,.masih terdapat peluang untuk mempersekutukan-Nya, minimal dengan diri penyebut-nya. Dapat berpaling dari nama-Nya, sebab Dia sendiri bukan nama. Nama pasti melahirkan dan dilahirkan, lalu serupa Dia dengan barang yang baharu (muhaddats). Padahal Dia menolak segala yang baharu, Dia menolak kepunahan dan kematian. Dia menolak bantuan makhluk walau dalam ibadah bagi orang yang beribadah. Dia menolak serupa dengan segala apa yang ada. Dia tidak bertempat tinggal dan Dia bukan pengembara, Dia bukan Alif Lam Lam Ha. Mahasuci Dia dari gambaran apapun (baca surah Asy-Syura:11).

Dalam arti ilmu menjadi hijab bagi ahli ilmu, ibadah menjadi hijab bagi ahli ibadah, hijab jenis ini sangat samar dan sulit untuk dikenali. Sebab hijab ilmu.tertutup toga, hijab ibadah tertutup jubah. Bukan sekedar kata-kata kasar yang mesti diwaspadai, namun kata-kata lembut mengandung bujuk-rayu Iblis dalam ayat berkalam dan dalam kalam berayat. Lebih wajib untuk dicurigai bagi lisan yang tidak berwudhu hakikat.

Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari (wafat: Mesir, 709 H) menyatakan bahwa alam semesta adalah hijab bagi diri Allah, dan Allah merupakan hijab bagi Dirinya sendiri. Rasa itu sendiri adalah hijab, rasa taat hijab bagi ahli taat. Demikian pula nikmat, bala’, maksiat adalah hijab bagi pelakunya untuk mengenal Tuhan. Sebab selama mereka mengenal Tuhan di luar, pasti terhijab. Pepatah mengatakan:
Bila tuan mencari bilah.
Bilah ada di dalam buluh.
Bila tuan mencari Allah.
Allah ada di dalam tubuh.

Setiap hari harus selalu terpandang tanda-tanda Kami,tidak sekedar diyakini. Keberadaan-Nya yang dinyatakan secara dzahir dalam af’al (perbuatan) Allah, lalu kenapa mereka bisa dipalingkan (fa-anna yu’fakun). Dari meyakini sampai.menyaksikan nama-Nya dalam tindakan kenyataan-Nya. Kenyataan ilmu-Nya.tampak pada manusia yang cerdas. Berhati-hatilah, jangan terjebak dengan manusia pintar, kecuali dia sedang memerankan nama Allah Al-‘Alim (maha cerdas).

Sebab dengan mudah Tuhan menarik kecerdasan dan menggantikan dengan kebodohan dan kepikunan. Bila Tuhan bertajalli pada nama-Nya Al-Malik pada.seseorang, maka seseorang tersebut akan menjadi raja. Kemudian, jangan menyembah raja, sembahlah Allah saja. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *