TARHIB (PERSIAPAN) RAMADAN 1445 HIJRIAH

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Persiapan lahir dan batin menyambut Ramadan dengan berniat tulus karena Allah. Sebab niat yang tulus karena-Nya akan menghilangkan perintang apapun. Kecuali bertahan dan fokus dari terbit fajar di waktu subuh sampai terbenam senja di waktu maghrib. Maknanya, memasuki bulan latihan (the mont of training) wajar bila dilatih, digembleng, digodok supaya menjadi mutiara Ramadan, akhirnya menjadi mutiara Allah dan Rasul-Nya.

Sesungguhnya puasa merupakan ibadah paling tua yang pernah ada sampai sekarang. Pelestarian yang paling kuat, terstruktur, masif, sistematis, hanya dikalangan kaum muslimin. Keuntungan pemantik yang didapat oleh semua orang, sejauh pengamatan bahwa otoritas Ramadan mendatangkan kebaikan (keberkahan) ekonomi dan sosial bagi penganut lintas agama, suku bangsa, bahkan negara. Dapat diukur dari banyaknya uang yang beredar selama bulan Ramadan dan Syawal. Bisa menembus angka ratusan triliun yang beredar dari kota ke desa, atau dari desa ke kota. Puasa Ramadan menyebabkan distribusi ekonomi yang sehat, tidak hanya beredar dilingkar orang-orang kaya saja. Keadilan ekonomi rakyat merambat dari hulu ke hilir, atau sebaliknya. Kondisi kesejahteraan yang disebabkan beberapa faktor diantaranya kewajiban zakat, infak, sedekah yang ikut mendongkrak daya beli masyarakat. Puasa Ramadan juga mengundang setiap orang untuk menjadi pengasih, penyayang, pemurah, pemaaf, dan sifat terpuji kesantunan lainnya. Puasa Ramadan telah mampu menekan angka kriminal secara signifikan. Selama bulan Ramadan, dikarenakan setiap orang mudah diingatkan tentang Tuhan. Namun bukan karena Ramadan-nya, tetapi Tuhan yang menyifati Ramadan dengan bulan ibadah (syahrul ‘ibadah), bulan kasih-sayang (syahrul rahmah), bulan ampunan (syahrul maghfirah), bulan Al-Quran (syahrul Qur’an). Niscaya Ramadan menjadi mulia (Ramadhan karim).

Artinya, pesan mutiara Ramadan yang telah terbukti keunggulan-nya, yaitu kewajiban puasa yang diikuti oleh kewajiban zakat mal (harta), dan zakat fitrah (diri). Seiring dengan turunnya salju rahmat dari Tuhan, bergerak manusia saling mengerti. Kata maaf menjadi icon setiap diri. Sungguh, jiwa pemaaf sangat cepat untuk mengundang kebaikan Tuhan yang maha luas, dan berkah yang melimpah. Memohon kepada-Nya, siang dalam keadaan berpuasa, dan malam dalam keadaan beribadah. Semua kebaikan terkumpul di Ramadan. Semua ibadah dan jenis ketaatan, niscaya Dia terima. Semua doa, niscaya Dia kabulkan. Semua dosa, niscaya Dia ampunkan. Dan kerinduan kepada surga, niscaya Dia tumbuhkan.

Misi puasa Ramadan membawa makna sehat. Sehat dalam arti puasa mampu mengikat lemak (kolesterol) lalu membuangnya lewat keringat, BAK (buang air kecil) dan BAB (buang air besar). Puasa mampu membuang racun dalam tubuh. Puasa menstabilkan peredaran darah secara normal, sampai puasa mampu menjaga kekentalan darah.

Pesan sejak 1.400 tahun yang lalu mengatakan: “Berpuasalah kamu, niscaya kamu sehat.” Nasehat Rasulullah tersebut sangat terbukti sekarang. Ketika para dokter dan para medis memanfaatkan puasa sebagai instrumen therapi kesehatan, pengobatan, dan penyembuhan. Lebih secara rohani, puasa mampu mengantar aura tenang, sebab puasa mengandung nilai pendidikan sabar. Orang yang berhasil, hampir delapan puluh persen ditentukan oleh sifat sabar. Sabar dalam segala hal. Walhasil, kesabaran kunci keberhasilan.

Secara hukum, aturan dan ketentuan puasa disebut pada surah Al-Baqarah (2) ayat 183, 184, 185, 187. Terlewat ayat 186, sebab khusus berbicara tentang kedekatan hamba dengan Tuhan, kenapa gerangan muncul di sela-sela syariat puasa? Tentu memiliki nilai penting.

Betapa sempurna hukum syariat setiap kali ada kewajiban, didalamnya mengandung dispensasi (keringanan). Menandakan keluwesan (fleksibilitas) hukum dalam menafsirkan persoalan hukum. Para ahli hukum dalam hal ini Imam Syafi’i telah menyusun perangkat yang menjadi dasar untuk sebuah putusan hukum (yurisprudensi) atau usul fikih. Meski fikih (hukum) sangat teoritik, namun usul fikih sangat aplikatif. Usul fikih memiliki daya penerimaan yang bersifat terapan. Kedua disiplin ilmu ini sebenarnya saling bersinggungan, sehingga jangan dipertentangkan. Misalnya, kewajiban puasa dalam teks suci telah tercantum. Dari teks (dalil) puasa, para ahli hukum (fuqaha) menyusun syarat wajib puasa, syarat sah puasa, rukun puasa, sunnah-sunnah puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, keringanan (dispensasi) puasa bagi yang berhalangan, sampai kepada teknis mengganti puasa, cara membayar fidyah dan zakat fitrah.

Dalam ayat 183 disebut: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada-mu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu, semoga kamu bertakwa.” Tarhib (persiapan) Ramadan sebenarnya sudah dimulai pada bulan Rajab, semakin serius di bulan Syakban. Memasuki Ramadan, umat sudah siap berpuasa. Supaya di bulan puasa Ramadan sudah mantap menjalani hari-hari dan malam-malam ibadah. Disamping itu, lahir dan batin telah terlatih, berpuasa tidak sekedar formalitas, namun kualitas perlu dijaga. Terutama dalam tiga tahapan Ramadan. Sepuluh hari pertama adalah Ramadan penuh kasih-sayang (rahmah) dari Allah SWT. Sepuluh hari kedua Ramadan adalah ampunan (maghfirah). Sepuluh hari ketiga Ramadan adalah pembebasan dari siksa api neraka (itqun minan-nar). Royal dalam pemberian rahmah, karena Tuhan maha luas kasih sayang-Nya (wasi’al-rahmah). Tuhan yang maha luas ampunan-Nya (wasi’almaghfirah). Tuhan yang memasukkan hamba ke dalam surga-Nya, dan terhindar dari siksa api neraka.

Sehubungan hati yang menanti kedatangan Ramadan, pada hakikatnya surga yang merindukan hamba-hamba Allah, meski sekarang mereka sedang berdagang di pasar, atau nelayan di laut, atau petani di sawah, pekerja di kebun, atau guru yang lagi mengajar, atau dokter yang lagi melayani pasien, atau buruh yang angkat-pikul. Sungguh, mereka yang dalam keadaan berpuasa Ramadan, (demi Allah), mereka sedang dirindukan surga.

“Ada empat orang yang dirindukan surga, mereka adalah orang-orang yang mampu menjaga lisannya. Kemudian, mereka yang gemar membaca Al-Quran, dan mereka yang memberi makan kepada orang-orang yang lapar, serta mereka yang berpuasa di bulan Ramadan.” (Hadis riwayat Muslim). Berdasarkan hadis tersebut, bulan Ramadan menempati posisi tersendiri di hati mukmin. Sesuai dengan panggilan Tuhan padanya: “Wahai orang-orang yang beriman.”

Motivasi beragama wajib terus digalakkan jangan dilemahkan. Harus, motivasi beribadah puasa selalu digedor, jangan berikan peluang kendor. Maju dan jangan mundur. Literasi dan orasi spirit beragama terus diwartakan oleh media digital. Media digital yang mampu merambah sampai ke daerah yang terjauh, terluar, tertinggal. Membangkitkan semangat berpuasa Ramadan melalui mimbar dan non-mimbar, dari masjid ke masjid, dari kantor ke kantor tentang berkah puasa Ramadan. Dari pasar ke pasar, dari desa ke kota, dari kota ke desa, untuk mensyiarkan kemuliaan puasa Ramadan. Dari sekolah ke sekolah, dari hulu ke hilir, dari hilir ke hulu untuk mempublikasi keramahan Ramadan. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *