Memaknai Fungsi Doa

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Setiap agama pasti memiliki ritual yang bernama doa. Doa menjadi media penting dalam melangsungkan keterhubungan hamba dengan sang maha pencipta. Hak privasi doa yang tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, doa tidak bisa diwakilkan kepada suami atau istri. Mengingat doa berangkat dari hati tulus. Bedakan antara membaca doa, menghapal doa, dengan berdoa. Orang yang membaca dan menghapal doa, belum tentu berdoa. Dalam ajaran Islam, isi doa yang keluar dari roh (jiwa) merupakan permintaan yang dekat. Maksud dekat adalah mendoa, bukan terbit dari luar diri, namun terbit dari dalam diri.

Doa sudah menjadi sentral dalam sikap beragama. Artinya, kualitas beragama seseorang sangat tergantung dengan doa. Disebabkan doa merupakan jalinan mesra yang dibangun oleh hamba kepada Tuhan. Hakikat doa berawal dari kehendak Tuhan supaya hamba rapat dengan-Nya. Pola seperti ini yang menyebabkan doa bersifat sangat pribadi yang bermuatan rahasia, dan tak terwakilkan. Tak terwakilkan artinya setiap orang memiliki frekuensi gelombang rasa yang berbeda-beda. Namun, kita disuruh untuk mendoakan orang lain. Doa yang mustajabah adalah mendoakan orang lain, ketika dia tidak tahu bahwa dia sedang didoakan. Konotasi doa pasti baik, sedang yang tidak baik namanya laknat (menyumpah). Intinya, mendoakan orang lain sama dengan mendoakan diri sendiri, melaknat orang lain sama dengan melaknat diri sendiri, demikian teori pantulan.

Perbuatan dan perkataan tidak pernah hilang, sebab rekam jejak terdapat di bumi dan tersimpan kuat di langit (lauhmahfudz) atau buku induk catatan manusia secara pribadi (ummul kitab). Tidak ada yang Allah sia-siakan meski sebutir debu, biji sawi atau atom. Pahala dan dosa, masing-masing memiliki timbangan (neraca) yang rinci. Dua alat perekam yaitu alam luar (semesta), dan alam dalam (jiwa). Kemudian kemanakah engkau akan sembunyi? Surah Yasin (36) ayat 12, sudah memberikan arahan kehati-hatian tentang rekam individu: “Sungguh Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang telah mati, menulis apa-apa yang dikerjakan-nya dan merekam bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Semuanya Kami hitung dan simpan dalam kitab induk yang nyata.” Dengan kata lain, setiap orang pasti terikat dengan perbuatan-nya, dan setiap orang wajib tergadai dengan apa yang mereka upayakan (kullu nafsin  bima kasaba rahin).

Sehingga banyak ditemukan dalam surah Al-Mursalat, berulang kali ayat memperingatkan; celakalah pada hari ini (kiamat) bagi para pendusta. Kondisi yang menanda bahwa pendusta di dunia sudah tahu bahwa kedustaan-nya akan beresiko siksa di hari akhir. Kesadaran jiwa ini yang meniscaya bahwa setiap orang akan memikul dosanya masing-masing. Dan setiap orang akan memikul pahalanya sendiri-sendiri (nafsi-nafsi). Sebuah visual peristiwa kolosal dan kejadian spektakuler di fase perhitungan amal (yaumul hisab). Kelak, sebelum manusia divonis surga atau neraka, proses hukum tetap dilalui secara adil. Keadilan Tuhan yang diputus terlebih dahulu, baru kemudian berfungsi syafaat (pertolongan) dari Nabi Muhammad SAW. Syafaat tidak dimiliki Adam, Nuh, Musa, Daud, Sulaiman. Syafaat tidak berlaku untuk Zulkifli, Zakaria, Yahya, Isa.

Nafsi-nafsi dihadapan Allah, semua manusia menyesal. Manusia yang taat merasa kurang sempurna ketaatannya saat Tuhan memperlihatkan tumpah curahan rahmat-Nya. Manusia durhaka semakin menyesal dengan mempertanyakan, kenapa dahulu waktu di dunia, aku termasuk ke dalam golongan orang-orang yang durhaka? Bila keadaan-ku hari kiamat disiksa karena ulah-ku sendiri, lebih baik aku menjadi tanah saja, supaya tidak ada tanggungjawab? Merintih, meronta, meratapi nasib diri yang berdosa, namun sedikitpun malaikat Malik beserta seluruh malaikat Zabaniyah tidak menaruh iba kepada mereka. Tidak ada rasa kasih, mereka para pendosa, penganiaya, pendusta, apakah mereka bersabar atau tidak, vonis tempat mereka sudah jelas. Neraka dan aneka siksa didalamnya, mereka kekal selamanya. Tiada mati dan tiada hidup (layamutu wala yahya). Untuk Kami rasakan kepada mereka, bahwa siksa Kami keras. Bukan-kah sejak lama sudah Kami peringatkan dan telah Kami ancam mereka dengan neraka! Tetapi mereka berpaling dari seruan Kami. Penyesalan yang tiada berkesudahan di akhirat, datang dari pendosa. Tuhan warta dalam kalam-Nya: “Sesungguhnya Kami telah memperingatkan tentang siksa yang dekat. Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuatnya, manusia durhaka berkata, oh, aduh, alangkah baiknya seandainya dahulu aku menjadi tanah.” (An-Naba’:40).

Manusia secara universal yang hidup di bumi Tuhan pada fase dahulu, sekarang, dan akan datang, telah Tuhan peringatkan: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, dan takutlah pada suatu hari ketika seorang ayah tidak bisa menolong anaknya. Dan seorang anak tidak bisa menolong ayahnya sedikitpun. Sungguh, janji Tuhan benar. Jangan kamu terpedaya dengan dunia. Dan jangan kamu terpedaya dengan manusia yang mencintai dunia.” (Lukman:33). Peristiwa menggetarkan hati dan pandangan, telah diinformasikan Tuhan dalam firman: “Pada hari manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anakanaknya. Setiap orang disibukkan dengan urusan mereka masing-masing. Pada hari itu, ada wajah yang cerah berseri, tertawa dan gembira ria. Dan pada hari itu, ada wajah yang bermuram durja, kesedihan meliputi mereka. Gelap dan tertutup,ditimpa kehinaan. Mereka yang gelap itulah orang-orang yang durhaka lagi sangat berdosa.” (‘Abasa:34-42).

Lalu, dimanakah fungsi doa? Terlalu banyak untuk dituliskan. Doa bisa menjadi fungsi kontrol dari ego diri. Doa sebagai fungsi stabilitas emosi, doa sebagai fungsi radiator bagi frekuensi kapasitas akal yang memanas dengan kesombongan logika. Doa berfungsi memacu semangat api (spirit) kehidupan. Doa berfungsi melepaskan derita jasmani dan rohani (kateter) yang multi fungsi. Doa berfungsi penyabar bagi putusan Tuhan yang pasti baik. Doa memberi kenyamaan (rest) untuk dapat menjalani kehidupan. Intinya, doa merupakan obat dari segala obat. Sebab, bila doa dihayati dan dimaknai, menjadi nilai tambah bagi hijrah yang sejati. Dari malas menjadi rajin, dari pesimis menjadi optimis, dari syirik kepada tauhid, dari permusuhan kepada persahabatan, dari benci kepada silaturahmi, dari tamak menjadi pemurah, dari sakit kepada sehat.

Malah, fungsi doa dapat merubah takdir, dalam kalam suci-Nya (ArRa’du:39): “Allah menghapus apa-apa yang Dia kehendaki, dan menetapkan (takdir). Dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab (induk catatan perjalanan manusia).” Maksudnya bahwa yang demikian itu, sangat mudah bagi Allah (wadzalika ‘alallahi yasir). Merubah, mengganti, memperbaiki, mengalihkan, memotong, memperpanjang atau memperpendek umur, jodoh berada dalam kuasa-Nya.Meluaskan atau menyempitkan rezeki, memuliakan atau menghinakan (mu’iz, mudzil) berada dalam ilmu-Nya. Mengangkat dan menjatuhkan manusia (rafi’, khafidh), sesuai dengan kehendak-Nya, Ditangan-Nya seluruh kebaikan, dan Dia berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. Milik Allah kerajaan langit dan bumi. KepunyaanNya timur dan barat. Allah Tuhan penguasa arasy yang agung, Allah pemeliharaarasy yang mulia. Tiada Tuhan kecuali Dia, tidak pernah mengantuk apalagi tidur.

Doa ternyata ampuh saat menembus takdir. Waktu Ramadan yang sangat tepat sudah menemukan momentumnya sekarang (Ramadan, 1445 Hijriah). Malam dan siangnya, detik, menit, jam Ramadan merupakan ranah yang mustajabah untuk taat, untuk memohon ampun, untuk berdoa. Ayub, Ismail, Idris, Zulkifli, Yunus, Zakaria, adalah contoh para utusan Tuhan yang meraih kemenangan dengan doa mereka. Para utusan diajar Tuhan doa, dengan doa mereka haturkan semua hajat dan kepentingan.

Nabi Ayub menyeru Tuhan: Tuhan-ku, sungguh aku telah disentuh penyakit. Padahal Engkau Tuhan yang maha penyayang dari semua yang menyayangi. (AlAnbiya:83). Betapa Ayub sangat dekat dengan Tuhan, ibarat bayi yang merengek dengan ibunya, seakan bayi kehausan susu. Segera Tuhan jawab permintaan Ayub.

Tuhan membalas doa Ayub dalam ayat: “Maka Kami kabulkan doanya. Lalu Kami lenyapkan penyakit padanya (Ayub) sebagai rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami. Dan Ismail, Idris, Zulkifli, mereka semua termasuk orang-orang yang sabar, dan Kami masukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sungguh, mereka termasuk orang-orang yang saleh.” (AlAnbiya’:84-86).

Kisah derita, doa dan tasbih Yunus telah Tuhan abadikan dalam Alquran. Doa yang mampu menembus takdir, firman-Nya: “Dan ingatlah kisah Yunus, ketika dia pergi dalam keadaan marah. Lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam kegelapan yang sangat gelap. Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami selamatkan dia dari kedukaan.Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiya’:87- 88).

Nabi Zakaria, Yahya, Isa adalah tiga hamba Tuhan yang tunduk, sebagai pelajaran untuk Nabi Muhammad SAW dan umat. Fakta sejarahnya: “Dan Zakaria, ketika dia berdoa kepada Tuhan-nya: Tuhan, janganlah Engkau biarkan aku hidupseorang diri (tanpa keturunan), dan Engkau ahli waris yang terbaik.” (AlAnbiya’:89).

Tuhan menyahut permintaan Zakaria dengan cara spontan: “Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami anugerahkan Yahya. Dan Kami jadikan istrinya mengandung. Sungguh, mereka selalu bersegera mengerjakan kebajikan. Danmereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Al-Anbiya’:90). Demikian pula kisah Maryam dan anaknya, Isa. Dalam ayat 91 dituliskan: “Dan kisah Maryam yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan roh dari Kami ke dalam tubuh-nya (Maryam). Kami jadikan dia (Maryam) dan anaknya sebagai tanda kebesaran Allah bagi seluruh alam.”

Semua kisah para utusan Tuhan dan literasi doa yang mereka lirihkan kepadaNya. Bertujuan sama yaitu mengesakan Allah. Tauhid (keesaan) Tuhan adalah pangkal serta muara ibadah. Tauhid (keesaan) adalah awal dan akhir pencarian, penelitian, pengkajian, dan penemuan agama yang benar. Tauhid merupakan pesan semua para utusan, dan simaklah: “Sungguh, agama tauhid inilah agama kamu, agama yang esa, dan Aku adalah Tuhan-mu, maka sembahlah Aku saja.” (AlAnbiya’:92).

Mudahan Ramadan kali ini, membuat semakin kuat tauhid yang sebenarnya. Kesaksian tidak ada tuhan kecuali Allah, dengan muatan makna esa. Tidak ada yang eksis kecuali Allah. Tidak ada yang mampu mendatangkan manfaat dan menampik mudarat kecuali Allah. Tidak ada yang sanggup untuk memuliakan dan menghinakan kecuali Allah. Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *