Sepenggal Kisah Untuk Masa Depan di Tengah Pandemi

Sesaat setelah sidang skripsi
Sumber: Dokumen Pribadi Asrap Abdulsakur

PAI – Kebahagiaan merupakan definisi relatif bagi masing-masing individu. Bagi sebagian orang, di hari raya Idul Fitri, dapat berkumpul dengan orang tua maupun keluarga besar, merupakan kebahagiaan yang harus didefinisikan setiap tahunnya.

Tahun ini agaknya menjadi tahun yang berbeda bagi Asrap Abdulsakur, mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (Prodi PAI), Institut Agama  Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Pemuda kelahiran Kancong Kabupaten Melawi, 11 Juni 1998 ini harus ikhlas tertahan di Mah’ad Al-Jami’ah, karena telah banyak desa di Provinsi Kalimantan Barat telah melakukan karantina daerah swakarsa imbas dari pandemi Covid-19.

Kegundahan semakin tebal oleh karena pada tanggal 18 Mei 2020, bertepatan dengan 24 Ramadhan 1441 H, pemuda tersebut telah berhasil mempertahankan skripsi di hadapan dewan penguji dengan nilai “A” (Sangat Baik). Seharusnya hasil tersebut menjadi Tunjangan Hari Raya terbaik bagi kedua orang tua Asrap, setidaknya dapat saling bertatap-bercengkrama satu sama lain sebagaimana membicarakaan hal-hal kecil monumental tentang tonggak keberhasilan sang anak.

Ditemui disela-sela aktivitas perbaikan skripsi, tidak tampak raut murung berlebihan meski tradisi kultural Idul Fitri di Indonesia identik dengan pelepasan terhadap segala kerinduan. Putra keempat dari tujuh bersaudara pasangan Hadirinsyah dan Hadinar tersebut justru mengajak perbincangan kepada arah lebih positif. Penundaan atas kepulangannya kepada kampung halaman dimanfaatkan untuk banyak hal. Salah satunya fokus pada perbaikan skripsi, dan mungkin dapat digunakan untuk hunting beasiswa melanjutkan studi lanjut.

Sebenarnya saya juga ingin pulang, tetapi ketidakpulangan saya juga ada hikmah dibaliknyadan telah menjadi tekad saya untuk menyelesaikan perbaikan skripsi, sampai nanti daftar wisuda. Waktu senggang dapat saya gunakan hal positif lain, misal mencari beasiswa S-2. Semoga saat wisuda nanti darurat pandemi sudah mereda. Orang tua juga akan lebih lega karena semua hal berkaitan dengan kuliah sudah saya selesaikan,” terangnya (19/5).

Lanjutnya, motivasi positif tersebut merupakan dorongan adab kepada orang tua, bahwa tujuannya merantau untuk menuntut ilmu. Semua ini merupakan sumbangsih kerja keras orang tua yang tidak boleh disia-siakan. Menunda-nunda lama studi, bagi lelaki yang tengah belajar mengabdi di MISNU 3 Pontianak tersebut secara tersirat merupakan bentuk perbuatan dzalim kepada orang tua yang seharusnya dihindari.

Orang tua pagi-pagi subuh buta telah berikhtiar mencari nafkah di ladang karet, dzalim rasanya jika saya menunda lagi masa studi saya. Alhamdulillah, Ramadhan ini saya dinyatakan layak sidang dan sekarang tinggal perbaikan. Mau saya, saat nanti pulang kampung orang tua tinggal kita junjung ke mimbar wisuda,” ujarnya.

Disinggung masalah kebutuhan makan di hari raya nanti, saat pedagang libur berjualan sebagaimana tradisi pedagang Melayu, Asrap menjelaskan beberapa sahabat yang memang bertempat tinggal di Pontianak menawarkan untuk singgah dirumahnya. Menurutnya, tidak hanya pada kondisi ini saja kawan-kawan di IAIN Pontianak peduli terhadapnya. Bahkan bagi Asrap keberadaan sahabat di IAIN Pontianak juga merupakan alasan bagaimana ia dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Asrap hanya salah satu kisah tentang perjuangan seorang mahasiswa, bukan suatu perjuangan yang jauh mengawang di angan-angan. Perjuangan yang epik namun naturalistik, melibatkan diri diantara orang tua dan sahabat yang baik. Tentu saja perjalanan belum usai. Indeks Prestasi Kumulatif 3.63 yang diraih Asrap semoga menjadi pengantar yang memadai bagi kehidupan yang lebih bermanfaat bagi sesama di masa mendatang. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *