HIKMAH BERTASBIH

Oleh : Ma’ruf Zahran

Subhanallah merupakan bacaan memaha-hebatkan Allah. Maksudnya, maha suci Dia dari meminta puji kepada makhluk-Nya. Maha suci Dia dari meminta jabatan ketuhanan melalui tangan makhluk-Nya. Jangan menyangka dengan menyembah-Nya akan menaikkan rating elektabilitas-Nya. Jangan terbetik didalam benak bahwa melalui memercayai-Nya, akanmenaikkan poling figur ketuhanan-Nya diantara para tuhan, akan semakin menanjak namaNya diantara para nama. Bukan, Dia maha suci sebelum dan sesudah-Nya. Bahkan ketika diksi maha suci dan derivatif-Nya belum ada, Ahad sudah ada.

Implikasi subhanallah yang sebetulnya akan membentuk pribadi yang tawadu’ (rendah hati), tiada diri yang takabbur (tinggi hati). Bila hilang dan lenyap diri takabbur seseorang masuk pada derajat (maqam) fana. Fana artinya tiada lagi merasa diri yang berpunya (don’t have). Bahkan tiada lagi merasa diri memiliki harta, ilmu, keluarga, pangkat, jabatan, hatta tubuh jasmani dan badan rohani, serta tidak lagi merasa memiliki agama. Sebab, agama milik Allah, keluarga milik-Nya, jasmani dan rohani makhluk berada dalam kuasa dan kehendakNya (qudrat-iradat).

Tetapi ingat, semua proferti yang bersifat makhluk yaitu sifat yang menyifati dan disifati tidak bersekutu dengan rab (Tuhan). Sehingga menjadi pilihan kata setiap do’a penutup yang direkomendasikan kitab suci: “Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifun.” Artinya: Maha suci Tuhan-mu yang maha perkasa dari segala sifat yang tidak layak bagi-Nya. Maha suci rab (Tuhan) yang juga tidak bersekutu dengan nama yang Dia sematkan, Tuhan yang tidak bersekutu dengan perbuatan yang Dia tampilkan, Tuhan yang tidak bersekutu dengan apapun yang sanggup hadir dalam jangkauan sejauh pikiran dan sedalam perasaan. Keyakinan bahwa Tuhan tidak boleh dipersekutukan dengan apapun merupakan agama sah yang dituliskan Tuhan untuk manusia dan alam semesta. Postulat agama monotheisme (ahadiyah) ini terdapat dalam seluruh ajaran kitab suci Al-Karim.

Subhanallah, Allah yang mengajarkan ilmu kepada makhluk, Allah menghidupkan setiap orang yang awalnya mati. Dia memberi kekayaan kepada orang kaya (Al-Ghani, AlMughni, Al-Basith), Dia yang memberi kemiskinan kepada orang miskin (Al-Qabidh). Dia memuliakan orang yang mulia (Al-Mu’izzu), Dia menghinakan orang yang hina (Al-Mudzillu). Harus kembali penulis tandaskan bahwa rabb (Tuhan) tidak pernah bersekutu dengan namaNya sendiri, Dia tidak bersekutu dengan sifat-Nya, Dia tidak bersekutu dengan perbuatan-Nya.Bahkan Dia tidak bersekutu dengan diri-Nya. Subhanallah yang berasal dari kata sabbaha, yusabbihu, tasbih, adalah lafal yang memiliki banyak arti diantaranya berenang. Berenang adalah menjauh dari tempat semula. Makna hakikat yang dikandungnya adalah menjauhkan Tuhan dari persekutuan ibadah. Kelompok persekutuan yang dapat merusak iman-tauhid, tasbih setinggi tasbih yang dihayati sampai para relung hati adalah: “Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yusyrikun.” Artinya: Maha suci Tuhan-mu, Tuhan maha perkasa dari segala pikiran (bayangan) yang dapat dipersekutukan (dengan apapun dan siapapun).

Tasbih (subhanallah) yang dihayati, ibarat larutan penyegar yang membuang panas dalam diri yang penuh dosa. Larutlah dosa menjadi kotoran yang terbuang. Tasbih umpama kerja pompa jantung yang mengalirkan darah bersih keseluruh tubuh, termasuk otak, dan membuang darah kotor lewat buang air besar, buang air kecil, keringat.

Adapun secara rohani, tasbih berguna (tasbih berhikmah) bagi hati yang gelisah, ketika engkau temukan Dia yang maha terbaik dalam rencana dan aplikasi kasih. Tasbih yang memberi motivasi beramal yang subhanallah akan dipetik hikmah kemenangan yang besar di dunia, dan tasbih akan menuai hikmah yang sempurna di akhirat. Tasbih (maha hebat Allah) akan mengikis tuntas kesombongan, sembari mengundang kerendah-hatian. Sebab sifat sombong (takabbur) adalah sumber dari segala sumber penyakit jasmani dan rohani. Sementara rendah hati (tawadu’) adalah obat dari segala penyakit jasmani dan rohani. Tasbih akan membuang sifat dengki, tamak-haloba dengan dunia. Malah bagi penasbih, tasbih yang dawam (berketerusan) akan memantik sifat pemaaf, penyantun, pengasih, penyayang dan sifat mulia lainnya.

Subhanallah justru Dia akan menampakkan, menyatakan bahwa semua yang dilihat, didengar dan dikalam merupakan ayat-ayatNya. Secara sederhana, ayat dapat dimaknai tandaatau sinyal. Sesungguhnya hakikat yang datang kepada makhluk adalah ayat (sinyal), hatta kekasih-Nya, Muhammad Rasulullah SAW. Muhammad Rasulullah SAW adalah ayat atau tanda bagi firman Tuhan yang diwahyukan. Sehingga Al-Quran adalah firman, atau kitab suci yang tertulis (ayat kitabiyah) dan alam semesta termasuk diri merupakan kitab suci yangterbentang (ayat kauniyah).

Kedua relasi ayat tersebut harus berjalan simultan. Ilham qudsiyah selalu Tuhan sampaikan kepada utusan-Nya dari masa ke masa. Hikmah rusydiyah sebagai capaian tertinggi para wali yang telah mencapainya. Kalau boleh dipahami isra’ berkelana pada dimensi jasmani,miraj berpetualang pada dimensi rohani. Sedang ahad pada dimensi rabbani (rahasia).

Subhanallah (tasbih) ahadiyah adalah jalan yang tepat. Walau jarang ditulis, jarang diceramahkan, tetapi Muhammad SAW sering memuji Tuhan dengan redaksi: Subnaka la nuhtsisana an ‘alaika anta, kama atsnaita ‘ala nafsika. Artinya: Maha suci Engkau, kami tidak sanggup memanjatkan keterpujian (kemahasucian) yang memenuhi diri Engkau. Maka pujiankami dalam memuji-Mu adalah seperti Engkau memuji diri-Mu sendiri. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *