ZAKAT MAL ESENSI PENYUCIAN HARTA

Oleh: Ma’ruf Zahran Sabran

Rukun Islam yang lima adalah mengucapkan dua kalimah syahadat. Pertama syahadat tauhid, dua syahadat rasul. Pengucapan seseorang adalah bukti keyakinan hatinya. Lisan yang berkata merupakan gambaran hati seseorang dan aplikasi dari perbuatan. Sebab itu, pengertian iman menurut jumhur (kesepakatan) ulama berkriteria: Diucapkan dengan lisan, dibenarkan oleh hati, dibuktikan dengan perbuatan. Diantara kelima rukun Islam yang jarang mendapat sentuhan kajian adalah zakat. Bila syahadat sudah pasti, selain dia masuk kedalam rukun salat, rukun khutbah, juga sering diucapkan pada momen tertentu. Bahkan syahadat menjadi induk zikir kaum beriman.

Salat yang menjadi rukun (tiang) Islam adalah ibadah yang paling banyak dikerjakan. Lima waktu dalam sehari-semalam sudah menjadi aktivitas harian. Kaum beriman sudah terbiasa mengerjakan salat pada waktu subuh, zuhur, asar, maghrib, isya.

Rukun Islam selanjutnya adalah berpuasa di bulan Ramadan. Puasa Ramadan adalah syariat yang sudah mutlak benar (qath’i). Tidak ada keraguan dikalangan umat muslim tentang kewajiban puasa. Barang siapa yang tidak berpuasa tanpa uzur (halangan) yang dibenarkan syara’, sungguh dia bukan muslim.

Satu hari puasa Ramadan yang dengan sengaja dia tinggalkan tanpa uzur syara’, tetapi karena faktor melawan syariat, maka dia tidak bisa membayar puasanya, walau berpuasa seumur hayat sampai wafat. Amar (perintah) puasa tidak menggunakan istilah wujiba (diwajibkan), namun menggunakan istilah kutiba (dituliskan). Bila telah dituliskan tidak akan hilang ditelan zaman, tidak akan hangus oleh api. Sebab tulisan ada dimana-mana, surah Al-Baqarah ayat 183 terdapat disemua tulisan kitab mulia Tuhan. “Wahai orang-orang yang beriman, dituliskan untuk-mu kewajiban puasa, sebagaimana dituliskan terhadap umat-umat sebelum kamu, semoga kamu bertakwa.”

Begitu pula rukun haji bagi yang mampu (istitha’ah). Praktiknya, jamak umat berbondong-bondong ke Mekah dan berziarah ke Madinah. Penantian mereka (para calon haji/hajah) Indonesia tertunda oleh kuota haji setiap tahun yang ditetapkan oleh Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Waiting list (daftar tunggu) yang lama, bisa lima belas tahun, dua puluh tahun, dua puluh lima tahun sampai tiga puluh tahun. Semarak rukun Islam tentang haji sudah cukup mensyiar disemua lini dan sudah melibatkan para pihak pengampu kebijakan dan kepentingan politik, ekonomi, dan ibadah. Ibadah menipak-tilasi Nabi Ibrahim dan keluarga-nya sudah banyak yang ikut dalam syiar dan dakwah. Tetapi jangan lupa: “Dan sempurnakan-lah haji dan umrah karena Allah” (Al-Baqarah: 196).

Zakat, rukun Islam yang jarang disentuh. Pengusaha muslim baik pada tingkat produksi maupun retail, benefit (keuntungan) mereka sungguh terkadang bisa menembus triliunan (bruto). Sisanya (netto) atau keuntungan bersih, sudahkah mereka keluarkan zakatnya?

Fikih klasik memang belum membahas jasa dari para ahli yang bersentuhan dengan pelayanan digital. Digitalisasi abad milenial ketiga sekarang ini, belum dijamah oleh fikih klasik. Profesi programmer, profesi desain tata kota, profesi arsitek, profesi rancang-bangun pesawat, deviden yang mereka dapatkan secara nominal jauh melebihi pendapatan profesi petani yang terdapat dalam fikih. Para ahli bekerja berdasarkan kontrak, tentu penghormatan (honorarium) yang diberikan melebihi pendapatan petani, peternak, pedagang usaha kecil dan menengah (UKM). Zakat petani dengan pengairan (irigasi) adalah 5 persen, sedang zakat petani tadah hujan (tanpa irigasi) sebanyak 10 persen. Zakat peternakan dengan nisab (batas minimal) sudah ditentukan dalam fikih klasik. Adalah 30 ekor sapi, berkewajiban 1 ekor sapi zakatnya. Nisab 40 ekor kambing, berkewajiban 1 ekor kambing zakatnya. Fikih klasik sudah tuntas membahas kajian zakat pertanian dan peternakan. Lalu, berapa persenkah (selayaknya) untuk profesi modern selain petani dan peternak? Sudahkah fikih modern mampu menjawab tantangan abad zaman kekinian?

Bila tidak, sungguh apa yang mereka konsumsi, namun belum dizakatkan dalam nisab dan haul yang layak berkewajiban nilai dan mutu zakat profesi milenial, bagaimana di akhirat nanti? Para ahli hukum zakat jangan diam dalam menyikapi akibat yang berefek sampai ke Pengadilan Tuhan (surga atau neraka). Umat modern membutuhkan jawaban secara bilma’sur (dalil naqal) dan secara birra’yi (dalil akal). Supaya apa yang mereka makan, minum, pakai, proferti, kendaraan, saham, wisata, perbelanjaan, perhotelan dan seluruh akomodasi menjadi halal. Halal dalam arti bebas dari tuntutan di dunia dan lepas dari jeratan hukum di akhirat. Sangat penting untuk diberikan porsi yang jelas dalam kriteria pembayaran zakat harta (zakat mal), mengingat setiap tahun bahwa profesi selalu bertumbuhkembang seiring dengan kemajuan masa. Masyarakat modern butuh kepada kepastian hukum, ketetapan hukum, perlindungan hukum di dunia dan di akhirat.

Sebab dihadapan Tuhan kelak di akhirat, adalah nafsi-nafsi. Diri sebatang kara bertanggungjawab tanpa pembela, kecuali Al-Quran sebagai perundangundangan akhirat. Mengingat hari ini, terbit kesadaran dikalangan umat untuk ingin menjadi muslim yang kaffah (utuh). Tentu, para ahli hukum zakat wajib memberi solusi bagi kegamangan tentang zakat generasi milenial ke-tiga. Jangan biarkan umat mengambang tanpa kepastian hukum zakat. Atau perlu dirapikan kembali skema tarif zakat per-item profesi modern abad 21.

Terkesan, pranata zakat seakan berjalan di tempat, atau seperti bukan rukun Islam. Oto kritik ini penting disampaikan, dijelaskan sebagai evaluasi diri umat keseluruhan. Hari ini yang digalakkan adalah salat lima waktu di masjid, sedekah subuh. Keduanya baik, namun jika tidak diikuti dengan pembayaran zakat, bukankah rukun Islam menjadi pincang? Wallahua’lam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *